Anggota DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga Kecam Penghilangan Peran Dan Jasa Ulama Serta Pesantren

  • Bagikan

MEDAN (Waspada): Anggota DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga (foto) menyesalkan dicoretnya frasa madrasah dari draf Rancangan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Penghilangan frasa itu tampaknya sengaja menghilangkan peran dan jasa ulama dan pesantren dalam lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

“Kita sesalkan peran dan jasa ulama dan pesantren dihilangkan dan ini juga dinilai mendiskriminasi dunia pendidikan,” kata Zeira di Medan, Sabtu (2/4).

Anggota dewan dari Partai Kebangkitan Bangsa  (PKB) merespon penyusunan draf RUU Sisdiknas yang menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Hal ini karena frasa ”madrasah” mendadak lenyap dalam draf RUU tersebut.

Padahal, dalam UU yang lama yakni, UU Sisdiknas tahun 2003, aturan tentang satuan pendidikan dasar tertulis gamblang di Pasal 17 Ayat (2).

Ayat itu berbunyi ”Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat”.

Sementara, draf RUU Sisdiknas hanya mengatur tentang Pendidikan Keagamaan dalam pasal 32. 


Pasal 32 Draf RUU Sisdiknas itu berbunyi, ”Pendidikan Keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama.”

Menyikapi ini, Zeira meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) agar tidak mengebiri peran dan jasa ulama dan pesantren dalam lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 

”Negara ini lahir atas jasa besar para ulama dan kalangan yang melahirkan Resolusi Jihad hingga menghasilkan kemerdekaan. Bahkan jauh sebelum negeri ini lahir, ulama dan pesantren sudah berperan besar dalam membangun bangsa dan peradaban di Bumi Nusantara ini,” ujarnya.

Tunas-tunas Bangsa

Disebutkan, pesan madrasah yang juga bagian dari satuan pendidikan di pesantren, selama ini telah terbukti berhasil mencetak tunas-tunas bangsa yang berakhlak, berbudi pekerti dan memiliki wawasan keagamaan serta kebangsaan yang tidak perlu diragukan lagi.

”Apa urgensinya mencoret frasa madrasah? Ada agenda apa di balik pencoretan ini, kalau sebelumnya ada kok sekarang tidak ada? Hal-hal seperti ini jangan dianggap sepele karena ini sama dengan kesengajaan untuk melupakan jasa ulama dan pesantren,” tuturnya.


UU Sisdiknas jelas memiliki peran signifikan dalam dunia pendidikan di Tanah Air. Jika frasa madrasah dihilangkan, bisa jadi ke depan generasi muda bangsa ini tidak kenal lagi dengan istilah madrasah. 

“Kalau istilah madrasah saja tidak dikenal lagi nantinya, apalagi sejarahnya,” keluhnya.

Karena itu, Zeira meminta Kemendikbudristek segera merevisi draf tersebut dan memasukkan kembali frasa “madrasah” di dalamnya.

“Berapa banyak jumlah madrasah di Tanah Air. Ada puluhan ribu, mulai tingkatan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah. Berapa banyak madrasah melahirkan generasi muda bangsa yang didik di dalamnya? Tak terhitung. Jangan sekali-kali mengabaikan jasa ulama, jasa pesantren. Jangan sekali-kali mengaburkan sejarah bangsa ini,” pungkas Zeira. (cpb)
.

  • Bagikan