Bola, Terima Kasih Qatar

Oleh: Hasan Bakti Nasution

  • Bagikan
Bola, Terima Kasih Qatar

PERHELATAN sepakbola, Piala Dunia tahun 2022 telah berakhir dan menampilkan juara Argentina.

Tentunya banyak catatan, kesan, kenangan manis atau pahit, terutama para peserta dan suporter yang secara langung menyaksikan perhelatan di Qatar. Jangankan yang langsung, yang menyaksikan via layar TV pun menyimpan sejuta pesan.

Tulisan ini, sesuai dengan judul di atas dituangkan adalah sebagai ungkapan TERIMA KASIH kepada negara Qatar, sebagai tuan rumah atau penyelenggara.

Statusnya sebagai negara kecil tidak membuatnya teriliminasi sebagai penyelenggara tunggal. Ini tentu terkait dengan fasilitas yang diberikan melebihi negara-negara besar dan negara maju sekalipun.

Ucapan terima kasih dihaturkan, karena negara Qatar telah menampilkan wajah Islam yang sesungguhnya, tidak hanya dataran konsep, tetapi tersaksikan dalam kehidupan nyata.

Begitulah yang diketahui berdasarkan saksian dan bacaan dan tontonan. Qatar mampu menampilkan prototipe ideal kehidupan seorang Muslim dan mewakili negara Islam. Hal itu didasarkan pada enam karakter.

Pertama, maju. Islam ideal ialah Islam yang maju dalam berbagai aspeknya; ekonomi, pendidikan, teknologi, infra struktur, dan sebaganya. Kemajuan ekonomi ditandai dengan income perkapita dan pemerataan.

Data tahun 2021 menampilkan bahwa Qatar memiliki income perkapita sebesar 61.276 dolar AS, atau setara dengan 960.04 juta dengan 15.674. Nilai ini 14 kali lipat lebih tinggi dibanding Indonesia yang memiliki 4.291 dolar AS. Selain tinggi, Qatar juga memiliki tingkat pemerataan yang lumayan, yang ditandai dengan peran negara yang memenuhi hak hidup orang banyak.

Kemajuan pendidikan ditandai dengan berbagai variabel seperti fasilitas pendidikan yang luar biasa, pembiayaan sekolah yang gratis, dan pemberian gaji yang yang menyelesaikan pendidikan. Kemajuan tekonologi tentulah tidak diragukan, termasuk infra struktur, sehingga badan olah raga dunia mempercayakan negara ini sebagai penyelenggara tunggal Piala Dunia Tahun 2022.

Kedua, Konsisten. Kendati berpacu menjadi negara maju, namun Qatar tetap konsisten dengan nilai dan ajaran Islam yang dianut sejak awal. Nampaknya Qatar memahami betul ajaran Islam yang mendorong pemeluknya harus maju, namun tetap mengemban nilai-nilai fundamental, yaitu aqidah dan ibadah, yang memang harus seperti simulajadi, tidak berubah.

Hal ini berbeda dengan sisi ajaran Islam lainnya, yaitu mu’amalah, hubungan sesama anak manusia yang harus memiliki elastisitas yang tinggi karena harus direlevansikan dengan perkembangan zaman, sesuai prinsip “Islam relevan bagi setiap ruang dan waktu” (al-Islami shalihun likulli zaman wamakan).

Ketiga, toleran tetapi tegas. Sebagai negara maju sudah barangtentu toleran, yaitu terbuka dan moderat terhadap perubahan. Namun toleransi tentulah ada batasnya, karena kebebasan sesungguhnya dibatasi oleh kebebasan orang lain.

Menyambut tamu dengan keramahan tentulah harga mati. Begitu ajaran Islam menggariskan, namun sang tamu juga harus menghargai tuan rumah dengan tidak melakukan tindakan yang melampaui batas adat istiadat dan agama.

Kendati Qatar sebagai negara kecil, ia berani dengan mengajukan sejumlah catatan jika berada di negaranya, termasuk saat menonotn bola, seperti berpakaian sopan, tidak minum minuman keras di tempat umum, dan sebagainya. Dan yang paling berani, ialah sikapnya yang menolak pesawat mendarat karena menampilkan simbol LGBT secara vulgar. Luar biasa…!

Keempat, Islamic hospitality. Dari info yang diperoleh melalui media atau kisah langsung dari mereka yang turut ke sana, Qatar memang menampilkan keramahan yang luar biasa, layaknya dulu dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.

Lihatlah misalnya, bagaimana mereka menyajikan makanan gratis bagi penonton sepak bola yang sudah barang tentu ada yang kelaparan dan kehausan.

Di saat ini, secara berjama’ah masyarakat Qatar, bukan panitia, memberikan sajian penghilang lapar dan haus, ada kopi, ada teh, ada cemilan, dan sajian lainnya yang tentu sangat bermanfaat bagi penonton.

Ditambah lagi pemberian serban gratis bagi yang mau mencoba memakainya atau selendang penutup keterbukaan aurat, juga secara gratis. Setahu saya belum ada peristiwa lain yang menampilkan yang sama, tentu tidak bermaksud membandingkan.

Di Mekkah memang hal yang sama dapat disaksikan baik di musim haji maupun umrah, namun tentu dengan jumlah yang terbatas. Seolah masyarakat Qatar tidak ingin tetamu di negaranya tidur di hotel atau penginapan dalam keadaan lapar atau haus.

Kelima, pemimpin yang islami. Poin kelima dan paling penting, semua kekaguman ini bermula dari adanya pemimpin yang islami, dan sudah barang tentu adil.

Keadilan pemimpin dapat dilihat dari kebijakan yang diterapkan, sehingga mencari alat ukurnya cukup mudah, yaitu dengan mewawancarai rakyatnya. Dari kisah teman yang bertanya kepada beberapa masyarakat, bagaimana kesannya tentang sang pemimpin, tidak ada yang mengajukan nada ejekan. Begitu kata teman.

Hal ini tidak akan ditemukan jika memang rajanya kurang disukai rakyatnya. Dalam tradisi Arab dan sebagian masyarakat Indonesia, pemimpin yang tidak baik biasanya disimbolkan dengan Fir’aun. Dan sebutan Fir’aun akan meluncur deras dari masyarakat yang merasa pemimpinnya tidak adil, jika ada pertanyaan diberikan.

Penutup
Berdasarkan semua pertimbangan itulah ucapan terima kasih ini disampaikan kepada Qatar, yang baru dilihat di layar kaca. Nama ini sudah dikenal dulu sejak nyantri karena ada nama buku Nahwu (grammer bahasa Arab) untuk kelas tinggi. Mudah-mudahan suatu saat kelak akan akan dapat melihat secara fisik dengan menginjakkan kaki di sana. Amien !.

  • Bagikan