Kacamata Sosiologi Dalam Film “Semes7a”

  • Bagikan
Kacamata Sosiologi Dalam Film “Semes7a”

 
SEBUAH film yang rilis pada Desember 2018 akan mengajak anda pergi mengelilingi tujuh wilayah berbeda di Indonesia selama 90 menit.

Film ini berjudul  Semes7a (Island Of Faith), dibaca semesta. Film yang disutradarai Chairun Nissa dan diproduseri oleh Amanda Marahimin dan juga Nicholas Saputra ini, masuk dalam nominasi kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik di Festival Film Indonesia 2018. Kategori yang disandingkan membuktikan bahwa film ini memberikan tontonan film dokumenter berkualitas. Film Semesta menyajikan tontonan betapa banyak keanekaragaman Indonesia, terlebih lagi keanekaragaman cara para pemeluk kepercayaan dan agama dalam melestarikan dan menjaga alam ditengah perubahan iklim dan kondisi bumi yang semakin menurun setiap harinya. Film ini dapat diakses melalui channel YouTube Talamedia https://youtu.be/HpWBxQyNFng. Mari kita melihat sudut pandang lain keberagaman Indonesia pada film ini melalui kacamata Sosiologi.
Sosiologi sendiri menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemantri adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial (yaitu keseluruhan jalinan antara unsur-unsur struktur sosial yang pokok seperti kaidah-kaidah sosial, lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok sosial, dan lapisan sosial) dan proses sosial (yang berupa pengaruh timbal balik antara pelbagai kehidupan bersama seperti kehidupan ekonomi, politik, hukum, agama, dan lain sebagainya), termasuk di dalamnya adalah perubahan-perubahan sosial.[1] Pada tulisan ini, kita akan belajar melihat pola kehidupan masyarakat di Film Semesta sebagai salah satu hal yang dapat dikaji melalui Sosiologi Agama dalam memahami fenomena sosial yang ada.
Kita harus memahami terlebih dahulu bahwa agama dan kepercayaan memiliki dampak yang dapat dirasakan di dalam kehidupan bersama secara nyata. Sosiolog asal Perancis yaitu Emile Durkheim dalam karyanya The Rules of Sociological Method (1895) mendefinisikan fakta sosial sebagai aturan sosial yang dapat mengatur, mengikat bahkan sampai bersifat “memaksa”, yang telah menjadi sesuatu hal sakral dalam kehidupan masyarakat. Salah satu bentuk dari fakta sosial adalah agama dan kepercayaan. Dalam film Semesta masyarakat Hindu di Bali menjalankan upacara Nyepi. Menurut penjelasan Tjokorda Raka Kerthyasa, masyarakat Hindu akan menjalani satu hari hening tanpa aktivitas apapun seperti hari biasanya. Nyepi sendiri menurut Tjokorda Raka Kerthyasa memiliki tujuan lain untuk kepentingan universal yaitu menyeimbangkan alam dengan manusia. Begitu juga masyarakat Katolik di Bea Muring, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur memegang Sabda Tuhan untuk menjaga alam. Oleh karena itu, Romo Marselus Hasan bersama masyarakat di Bea Muring bahu-membahu membangun PLTA sebagai solusi dari keterbatasan masyarakat akan sumber listrik dan juga pemakaian generator yang dapat mengeluarkan emisi berbahaya bagi alam. Dari sini, kita melihat bahwa agama dapat menjadi aturan yang mengatur bagaimana manusia berperilaku termasuk dalam menjaga dan melestarikan alam seperti pada hari Nyepi yang mampu mengurangi emisi karbon dioksida sebesar 30.000 ton dan emisi gas rumah kaca sebesar 33 persen dari biasanya.
Di dalam kehidupan masyarakat nilai-nilai yang dianggap “sakral” oleh Durkheim, dapat dipahami sebagai sesuatu yang dianggap “sangat penting” sehingga sesuatu yang dianggap “penting” dianggap pantas mendapatkan pengorbanan. Seperti halnya masyarakat adat di Dusun Sungai Utik menghormati hutan keramat. Mereka menjaga hutan keramat dari segala penebangan, perladangan, maupun pengambilan hasil hutan. Mereka mengorbankan hasil hutan keramat yang dapat dimanfaatkan karena mereka menghormati dan memaknai hutan kramat sebagai hal yang penting. Begitu juga Iskandar Waworuntu memaknai thayyib sebagai sesuatu yang penting untuk dijadikan acuan hidupnya menjadi seorang muslim dalam menyikapi apapun yang bersentuhan dengan kehidupannya. Dengan memaknai thayyib sebagai suatu yang penting, ia bersama keluarganya mengusahakan tanah perbukitan yang tidak subur menjadi subur sehingga dapat dijadikan perkebunan. Ia berkorban untuk tidak memakan keinginan tubuhnya, ia hanya memakan makanan yang dapat terurai secara alami, tidak mengakumulasikan keuntungan hasil kebun untuk kekayaan, dan ia mengorbankan diri bekerja keras menggemburkan tanah perbukitan yang tidak subur di Imogiri, Yogyakarta.
Atas dasar kesamaan seperti kesamaan kepercayaan, agama, dan anggapan atas sesuatu yang dianggap berharga menurut Durkheim dapat membangun perasaan membentuk tali persatuan sosial yang membentuk ikatan solidaritas di dalamnya. Solidaritas sosial dapat
dibagi menjadi dua jenis, yaitu solidaritas mekanik dan organik. Pada film ini, perempuan-perempuan Kristen di wilayah Kapatcol, Papua Barat menggambarkan bagaimana bentuk dari solidaritas mekanik. Mereka didukung oleh pihak gereja setempat untuk melakukan tradisi sasi. Kaum ibu di Kapatcol bersama-sama memanen hasil sasi dari wilayah laut yang sudah dibuka. Sasi adalah pelarangan pengambilan apapun dari suatu kawasan wilayah dalam jangka waktu tertentu yang bertujuan untuk melindungi laut dari eksploitasi dan memberikan waktu biota laut untuk beregenerasi. Para perempuan di Papua Barat akan menyelami laut bersama-sama untuk memanen hasil laut dan kemudian mengkualifikasikan hasil laut yang dapat dijual dan dipulangkan ke laut. Hasil akumulasi yang didapatkan dari penjualan hasil sasi akan berikan terlebih dahulu kepada ibu-ibu gereja yang memerlukan dana untuk keperluan anak mereka bersekolah. Mereka memiliki rasa percaya satu sama lain sehingga mendorong mereka untuk mendahulukan setiap anggota yang lebih membutuhkan. Rasa percaya ini dibangun tidak lepas dari ikatan kekeluargaan atas dasar nilai kekristenan yang sama-sama mereka percayai dan karena rasa sepenanggungan yang sama.
Sosiologi melihat kehidupan sosial dan pengaruh tindakan individu-individu dalam kehidupan masyarakat. Segala tindakan yang diambil dalam sebuah keputusan memiliki sesuatu yang dianggap berharga dan bermakna bagi individu itu sendiri. Inilah yang dikemukakan oleh Sosiolog asal Jerman yaitu Max Weber. Ia mencoba mendalami bagaimana tindakan individu dapat berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti keputusan yang dibuat Soraya bersama dengan suaminya Dhira, mereka mendirikan kebun Kumara di Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten sebagai tempat belajar yang bertujuan untuk menyebarluaskan pengetahuan bercocok tanam sebagai langkah penghijauan di tengah kota. Langkah yang diambil dan diputuskan Soraya dan Dhira didorong oleh gairah mereka terhadap pengetahuan dan kesukaan mereka terhadap alam, serta keyakinan Soraya yakni bahwa alam sebagai bentuk pengibaratan dan gambaran dari surga. Ia melihat bahwa keagungan Ilahi yang sebenarnya berada di alam. Sama halnya dengan masyarakat di Pameu, Aceh. Mereka berdoa meminta perlindungan kepada Allah bersama-sama dipimpin oleh Imam Yusuf . Imam Yusuf  giat membangun kesadaran masyarakat dalam ceramah dan dakwahnya mengenai pentingnya manusia menjaga alam karena bagi Imam Yusuf sejatinya manusialah yang harus berdamai dan mengupayakan pelestarian alam.
Inilah yang ingin disampaikan oleh Film Semesta yaitu tentang bagaimana kelompok masyarakat dari mulai masyarakat yang masih tradisional sampai masyarakat yang tinggal di perkotaan menjalankan kehidupan mereka dengan nilai-nilai kepercayaan dan agama yang mereka yakini. Nilai-nilai tersebut mereka peroleh dari hasil peribadatan mereka, kemudian mereka menjadikan nilai-nilai tersebut sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah bagaimana nilai-nilai yang mereka yakini menggerakan mereka untuk menjaga dan melestarikan alam. Nilai-nilai ini diluruhkan dan dilestarikan ini diwarisi sehingga tetap lestari sampai saat ini, seperti di film Semesta yang sudah  dibahas di atas. Kita dapat melihat bagaimana ketujuh aktor dalam memaknai tindakan mereka sebagai bagian dari bentuk representasi nilai yang mereka peroleh dari hasil mereka memaknai kepercayaan  dan sikap hormat mereka terhadap sesuatu hal yang mereka anggap sakral dan penting terutama dalam memaknai dan menjaga alam sebagai salah satu perintah dari Tuhan yang mereka yakini.
Penulis : Marika Uli Tama Situmorang, Panondang Evelyn Magdalena
Pen yiap Materi : Rahman Syahputra, Deborah Terkelin Limbong.
Dosen pembimbing : Rahma Hayati Harahap, S.Sos,M.Sos

 
 

[

  • Bagikan