Hasto Sebut Pemilu 2024 Perpaduan Sempurna Seluruh Kecurangan Pemilu 1971 dan 2009

  • Bagikan
Hasto Sebut Pemilu 2024 Perpaduan Sempurna Seluruh Kecurangan Pemilu 1971 dan 2009
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. (Waspada/Irwansyah)

JAKARTA (Waspada): Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Hasto Kristiyanto menilai, bahwa Pemilu 2024 merupakan perpaduan sempurna dari seluruh kecurangan yang terjadi dalam Pemilu tahun 1971 di era Orde Baru dan Pemilu tahun 2009 era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hasto menduga kecurangan Pemilu 2024 terjadi dari hulu ke hilir. Mulai dari rekayasa di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga pengerahan aparat negara untuk pemenangan salah satu calon.

Hal itu disampaikan Hasto saat diskusi publik bertajuk “Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024, Sebuah Konspirasi Politik” di Sekretariat Barikade 98, Cikini, Jakarta Pusat, Senin (18/3/2024).

“Kalau dulu (Pemilu 1971 dan 2009) menggunakan instrumen kekerasan yang dilakukan oleh ABRI dengan sumber daya, yang tidak terbatas. Saat ini pun juga hal sama dilakukan oleh instrumen negara yang seharusnya netral dengan sumber-sumber daya dari negara,” kata Hasto.

Turut menjadi narasumber dalam diskusi tersebut yakni, Guru Besar Hukum Pidana Prof. Romli Atmasasmita, Pengamat Telematika Roy Suryo, Sekjen IA ITB dan Pakar IT Pencipta Robot Pemantau Situng KPU Pemilu 2019 Hairul Anas Suaidi, Ahli Rekayasa Perangkat Lunak & Manajemen Universitas Pasundan Dr. Leony Lidya, Pakar IT Dr. Soegianto Soelistiono dan Pakar IT Benhard Mevis Anggiat.

Hasto mengungkapkan bahwa Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik KPU RI hanya menjadi salah satu instrumen yang dipergunakan untuk membangun suatu persepsi baik itu melalui hitung cepat (quick count).

Namun, pada kenyataannya, Sirekap bisa diintersep dan kemudian rekapitulasi secara berjenjang di KPU yang teryata tidak ada metadatanya.

“Bagaimana suatu peristiwa yang sangat penting sebagai cermin dari kedaulatan rakyat itu ternyata metadata tidak ada,” ungkapnya.

“Sehingga, berbagai upaya untuk menggunakan sirekap di dalam membenarkan terhadap apa yang menjadi konspirasi dan kejahatan pemilu yang dilakukan secara sengaja, demi memperpanjang kekuasaan, melalui abuse of power, dari Presiden Jokowi, itu betul-betul dilakukan,” tuturnya.

Ia pun mengaku begitu sedih kehadiran dari seluruh kejahatan demokrasi Orde Baru digunakan pada Pemilu 2024.

Hasto pun mengulas buku Pemilu 1971 yang membuka mata telinga tentang kesadaran bersama bahwa kejahatan Pemilu, kejahatan demokrasi bukan lagi menyangkut persoalan kekuasaan, tetapi menyangkut persoalan masa depan.

“Bagaimana ketika suatu bangunan negara, supremasi hukum bahkan mereka yang menjadi aparat penegak hukum, itu nyata-nyata terlibat di dalam suatu proses dari hulu ke hilir,” kata Hasto.

“Berbagai pengakuan sudah menunjukan ketika rekayasa hukum di MK, itu atau suatu intervensi, ada intervensi yang melobi suatu lembaga yang seharusnya merdeka, bebas dari campur tangan kekuasaan presiden,” imbuhnya.

Bahkan, Hasto menilai berbagai upaya kecurangan ini telah menggerus nilai-nilai demokrasi yang telah berjalan selama ini.

Karenanya, Hasto menukil pernyataan seorang budayawan Jerman, Johann Wolfgang von Goethe; bahwa saat roda kekuasaan tak lagi menaati jalur demokrasi, maka rakyat yang berdaulat harus bangkit berintervensi untuk tegaknya demokrasi.

“Saya ingin sekadar menutup dengan suatu pesan yang sangat baik dari seorang budayawan Jerman, Johann Wolfgang von Goethe, yang mengatakan saat roda kekuasaan tak lagi menaati jalur demokrasi, maka rakyat yang berdaulat harus bangkit berintervensi untuk tegaknya demokrasi,” kata Hasto.

Politikus asal Yogyakarta ini pun melanjutkan kutipan dari Johann Wolfgang von Goethe.

Yakni, siapapun yang tertidur ketika demokrasi mendapat ancaman, maka akan menerima kenyataan dan mengalami alam kediktatoran.

“Ini wujud akuntabilitas publik demi kesinambungan demokrasi yang otentik harus dikawal dari kecenderungan penguasa imperium, karena siapapun yang tertidur ketika demokrasi ini menghadapi ancaman, maka ketika dia bangun, dia akan mengalami alam kediktatoran,” ungkap Hasto.

“Ini yang harus kita selamatkan demokrasi yang berkedaulatan rakyat,” tegasnya.

Hasto melanjutkan bahwa berbagai pengakuan sudah menunjukkan ketika rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) atau suatu intervensi yang melobi suatu lembaga yang seharusnya merdeka, bebas dari campur tangan kekuasaan presiden tetap dilakukan.

“Karena ada hubungan kekerabatan, ada kepentingan-kepentingan politik, itu mudah diintervensi,” katanya. (irw)

  • Bagikan