Transformasi ASN di Era Digital, Sebuah Keniscayaan

Dari Talkshow Penguatan Kompetensi Digital di Pameran Dev-X Kemenag

  • Bagikan
Transformasi ASN di Era Digital, Sebuah Keniscayaan

JAKARTA (Waspada): Meski menghadapi berbagai tantangan, transformasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di era digital menjadi sebuah keniscayaan. Tantangan terbesar adalah mengubah pola pikir atau mindset.

“Perubahan mindset ini khususnya bagi generasi X yang berasal dari dunia analog, untuk bisa beradaptasi dengan teknologi digital,” ujar Staf Ahli Menteri Agama RI Bidang Riset, Hasanuddin Ali dalam paparannya di talkshow Penguatan Kompetensi Digital yang digelar di kegiatan Devotion Experience (Dev-X), Jumat (5/1/2024) di Jakarta Convention Center (JCC). Hadir dalam kegiatan itu, sekretaris Balitbang Diklat Kemenag, Arskal Salim.

“Seringkali gen x ini tergagap-gagap dalam melakukan aktivitas di dunia digital, ini menurut saya tantangan yang paling berat dan harus kita tangani,” sambung Hasanuddin.

Saat ini, lanjut Hasanuddin, generasi Z atau generasi yang lahir dalam rentang tahun 1997 sampai dengan tahun 2012 dan generasi Y atau generasi milenial yang lahir tahun 1981–1996mendominasi dalam jumlah di Indonesia. Tahun 2010 jumlah di dua generasi ini, milenial dan gen Z, Menurut data sensus BPS tahun 2020 mencapai 53 persen dari total populasi penduduka Indonesia.

Melihat dari segi jumlah usia muda, maka era digital yang datang pada mereka, mau tidak mau harus bisa diadaptasi oleh generasi lain.

“Ketika kita bicara anak muda, maka disaat bersamaan kita harus bicara soal digitalisasi. Ketika kita bicara soal digitalisasi, maka di saat bersamaan kita juga harus bicara anak muda. Ini seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan,” terangnya.


Hasanuddin menyebut bahwa media digital kita sudah masuk ke dalam ruang-ruang privat kita. Komunikasi-komunikasi kita di lingkungan terdekat kita, di lingkungan kerja kita, sudah mulai beralih dari komunikasi verbal ke komunikasi teks melalui WhatsApp dan media lainnya.


Masih kata Hasanuddin, data ASN Kemenag muda kita cukup besar, yang usianya di bawah 39 tahun jumlahnya 13,5 persen. Jumlah ini menurutnya sebagai modal kuat untuk melakukan akselerasi terhadap program Kemenag dan salah satu caranya adalah melalui digitalisasi. Maka, munculah aplikasi Pusaka Super Aps, pelatihan berbasis digital MOOC, dan lainnya.

Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, Mastuki. Dia menyampaikan bahwa ASN Kemenag telah bergerak dalam penguatan layanan pelatihan melalui digital. Ia menyoroti perbedaan antar generasi dalam memanfaatkan layanan digital, dengan 72% dari ASN generasi X memanfaatkan MOOC. Mastuki juga menekankan pentingnya Digital Learning Center (DLC) yang memungkinkan diakses oleh berbagai generasi.


Pergerakan ASN Kemenag dalam pelaksanaan penguatan layanan pelatihan melalui digital itu usia ASN menentukan. Yang memanfaatkan MOOC pintar itu usia generasi X, generasi Z, dan sisanya generasi baby Boomer.

“Ada gap yang cukup besar, tetapi ASN di Kemenag sangat antusias untuk memanfaatkan layanan-layanan digital itu,” ucapnya.

Dalam konteks inilah, kata Mastuki, DLC yang memacu kami untuk bisa melayani semua ASN dengan pendekatan-pendekatan yang berbeda. Yang dilakukan pihaknya semuanya bisa diakses, tidak hanya ASN. Terdapat 8 persen dari jumlah penerimaan manfaat di luar itu adalah masyarakat, seperti pengelola masjid, lembaga keagamaan, dan ormas keagamaan.

Kepala Pusat Pembinaan Program dan Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN (P3K Bangkom) LAN, Erna Irawati, turut berbicara tentang kebijakan dan klasifikasi kompetensi digital yang sangat dibutuhkan di era yang cepat berubah. Irawati juga membahas peran Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 yang menetapkan digitalisasi sebagai roh sektor publik.


Menurut Erna, ada tiga hal yang akan menjadi pemantik yang perlu diskusikan lebih jauh. Pertama, mengenai kebijakan yang mengatur tentang kompetensi digital bagi ASN. Kedua, klasifikasi kompetensi digital yang sangat dibutuhkan di era yang sangat dibutuhkan yang sangat cepat perubahannya saat ini. Ketiga, yang sudah dilakukan Lembaga Administrasi Negara (LAN) untuk melakukan penguatan kompetensi digital.


“Momentum digitalisasi itu menemukan puncaknya ketika kita memasuki pandemi tahun 2020, kalau di sektor publik sudah banyak, tetapi kelihatannya jalan digitalisasi itu lambat. Ternyata, perubahannya lebih cepat dari yang kita lakukan ketika 2000-2020,” katanya.


Kompetensi digital, kata Erna, tidak hanya problem teknis LMS solusinya, tapi yang menjadi salah satu kompetensi digital yang menjadi tantangan bagi kita adalah dari sisi soft skill.

“Sering sekali masih menjadi kendala tersendiri bagi kita kita berbicara mengenai sehari-hari kita mindsetnya adalah digital,” ujar dia.


“Berbicara penguatan kompetensi Digital, dari sisi pelatihan untuk menjembatani lingkungan organisasi yang mendorong mengadopsi digitalisasi di tempat kerja. mengenalkan digital mindset untuk membawa organisasi kepada digitalisasi dan kesadaran semua pegawai,” tambahnya.(J02)

  • Bagikan