Orang Utan

  • Bagikan
<strong>Orang Utan</strong>

Orang utan (Pongo sp.) merupakan kera besar endemik pulau Sumatera dan Kalimantan. Mereka memiliki ukuran yang cukup besar, kira-kira sebesar gorila berasal dari Afrika. Perbedaan orang utan dengan gorila ada cukup banyak. Pertama, warna rambut orang utan adalah coklat kemerah-merahan sementara warna rambut gorila itu hitam. Kedua, orang utan jantan dewasa memiliki pantalan pipi yang khas, yang membuatnya sangat berbeda dengan orang utan betina, sedangkan gorila jantan tidak memiliki ciri khas semacam itu.

Ketiga, orang utan walaupun memiliki berat yang hampir sama dengan gorila namun sebagian hidup mereka dihabiskan di atas pohon (arboreal) sedangkan gorila lebih banyak beraktivitas di lantai hutan. Keempat, orang utan saat marah akan melakukan gerakan seperti mencium dari jauh (kiss squeak) sedangkan gorila akan menepuk-nepuk dadanya. Kedua kera besar ini sangat berbeda namun kerapkali orang awam lebih familiar dengan gorila.

Sumatera Utara adalah rumah bagi dua spesies orang utan, yaitu orang utan Sumatera (Pongo abelii) dan orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis). Orang utan Sumatera utamanya tersebar di kabupaten Langkat, Karo, Pakpak, dan Dairi. Sedangkan orang utan Tapanuli tersebar di kabupaten Tapanuli Utara, Tengah, dan Selatan. Orang utan Sumatera diketahui lebih jarang turun ke bawah pohon, ke lantai hutan, daripada orang utan Kalimantan. Hal ini terutama karena takut dengan harimau. Ya, harimau mau memangsa orang utan. Begitu pula orang utan Tapanuli yang lebih jarang lagi turun ke bawah karena masih banyak harimau di Hutan Tapanuli (Harangan Tapanuli). Penelitian DNA mengungkapkan orang utan Sumatera relatif lebih pintar dari orang utan Kalimantan. Tetapi orang utan Kalimantan relatif lebih kuat dan tahan terhadap kondisi ekstrim terutama ketika sumber makanan sedikit. Hal ini karena hutan-hutan di Sumatera relatif lebih produktif ketimbang hutan-hutan di Kalimantan.

Buah-buahan adalah makanan utama orang utan. Walaupun mereka bisa juga makan makanan lain di hutan seperti daun, bunga, kulit pohon, bahkan serangga namun tetap buah-buahan adalah makanan favorit mereka. Hal ini lah terutama yang menjadi pemicu konflik antara orang utan dengan penduduk di sekitar kawasan hutan di mana orang utan tinggal. Orang Batak baik di Tapanuli Utara, Tengah, maupun Selatan semuanya sebagian besar menganggap orang utan sebagai hama perkebunan, terutama kebun durian dan kebun petai. Orang utan kerap kali datang dan memakan buah durian dan petai di kebun mereka. Tak jarang hal ini mengakibatkan petani mengambil tindakan serius dengan mengusir orang utan. Orang utan yang berkeras tidak mau diusir ada juga yang dibunuh, bahkan dimakan.

Orang batak berdasarkan rumor sejarah terkenal sebagai etnis kanibal, makan orang. Tetapi hal itu masih simpang siur. Berdasarkan cerita di Kawasan wisata Huta Siallagan, rumor bahwa orang batak makan orang itu dibenarkan. Orang-orang yang dimakan biasanya adalah kriminal tindak kejahatan serius seperti penghianat dan pezina. Mereka dihukum pancung di Batu Parsidangan. Pihak keluarga terhukum harus menyediakan bumbu-bumbu untuk mengolah daging terhukum sebelum di makan bersama. Berdasarkan laporan penjelajah Eropa di era kolonial juga mereka melaporkan adanya praktik kanibalisme di tanah batak. Beberapa laporan bahkan menyatakan daging manusia digantung dan dijajakan di pasar tradisional. Walaupun demikian cerita dan laporan ini dibantah oleh Doktor Uli Kozok, pakar sejarah dan Bahasa Batak. Menurutnya tidak benar orang batak makan orang. Tidak pernah ada tertulis di Pustaha, kitab kuno orang Batak, bahwa ada ritual makan orang. Walaupun demikian fakta bahwa orang batak makan orang utan tidak terbantahkan.

Orang utan dalam Bahasa batak disebut Juhut Bontar. Awalnya banyak peneliti berasumsi maksudnya adalah daging putih (white meat), semacam jenis daging tertentu. Tetapi hal ini diragukan pakar primata dari Ceko, Stanislav Lhota, Ph.d, yang aktif dalam berbagai penelitian dan usaha konservasi primata baik di Sumatera maupun di Kalimantan. Juhut bontar menurut orang batak itu adalah daging yang berdarah darah. Mau dimasak bagaimanapun darahnya tidak hilang. Kebiasaan orang batak makan orang di masa lalu juga dirumorkan berkaitan praktisi ilmu sihir. Apakah kebiasaan makan orang utan juga berkaitan dengan ilmu sihir, itu masih misteri.

Terkait misteri di budaya Batak juga ada mengenal mahluk semacam siluman yang dari ciri-ciri bentuknya menyerupai orang utan, yaitu homang. Homang digambarkan sebagai orang utan raksasa penghisap darah. Ada juga siluman begu ganjang yang juga berbentuk seperti primata dengan lengan yang sangat panjang seperti orang utan. Walaupun memang agak memaksakan kalau mau dikaitkan antara begu ganjang dengan orang utan. Selain itu penelitian di desa Batang Serangan Langkat juga ada cerita orang utan mau memperkosa perempuan dan mengasilkan siluman setengah orang utan-manusia. Saya mendengar dari orang Batak di Tapanuli Tengah bahwa ada kejadian orang utan menculik anak kecil lalu memutuskan tangan dan kaki anak tersebut sebelum mencampakkan mayatnya. Apakah kisah menyeramkan ini yang mendorong orang Batak untuk makan orang utan, itu masih misteri.

Selain persepsi negatif, banyak juga orang Batak yang memandang orang utan secara positif seperti orang Batak di Tangkahan bercerita bahwa orang utan itu adalah saudara nenek moyang mereka, Ocu orang utan disebutnya. Di Tapanuli juga ada beberapa orang Batak yang menganggap orang utan sebagai binatang sakral penjaga hutan, yang bila membunuh nya akan mendatangkan tulah atau kesialan. Pandangan-pandangan dari masyarakan, terhusus orang Batak sangat penting untuk masa dengan orang utan. Pelestarian orang utan hanya akan dapat berjalan lancar bila mendapat dukungan dari semua pihak, termasuk orang Batak.  

Rahmadi Sitompul

Mahasiswa Magister Biologi USU.

  • Bagikan