Buka Rakernas BKM, Menag Yaqut: Jangan Jadikan Masjid sebagai Tempat Berpolitik Praktis

  • Bagikan
Buka Rakernas BKM, Menag Yaqut: Jangan Jadikan Masjid sebagai Tempat Berpolitik Praktis

JAKARTA (Waspada):  Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas  meminta kepada pengurus Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) untuk   menjaga masjid agar tidak digunakan sebagai tempat berpolitik praktis.

Hal ini juga terkait pesan Presiden Joko Widodo tentang revitalisasi masjid di Indonesia. Presiden menegaskan dua pesan. Pertama, masjid bukan hanya digunakan untuk kegiatan keagamaan saja, tapi juga pusat kegiatan sosial, ekonomi, dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat bagi masyarakat.

Menag menuturkan, hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW saat mendirikan Masjid Quba di Madinah.
Masjid Quba inilah yang mendorong kemajuan peradaban kota Madinah pada masa itu.

“Kota Madinah ini maju karena kontrak sosial atau konstitusi yang lahir berkat perundingan-perundingan untuk kemaslahatan umat yang dibahas di masjid,”kata Menag Yaqut saat membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) BKM di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (8/11) malam.

Kalau ingin berpolitik di masjid, maka harus mencontoh apa yang dilakukan pada masa Rasulullah. Pada masa Rasulullah, masjid adalah tempat membicarakan politik untuk persatuan umat dan tidak terkait dengan perbedaan kepentingan.

Nabi Muhammad SAW di masjid melakukan politik keumatan atau istilahnya sekarang high politics, yang tidak terkait dengan perbedaan kepentingan, dan justru sebaliknya mempersatukan perbedaan dari berbagai kabilah di sana.

“Inilah high politics,” tandas Yaqut.

Hal ini berbeda dengan yang terjadi saat ini. Kegiatan politisasi yang dilakukan di masjid pada saat ini justru cenderung memecah belah umat dan mengkotak-kotakkan umat.

“Ketika melakukan konsolidasi politik di masjid, justru terjadi pengkotakan. Ini tidak boleh kita biarkan,” ucap Menag Yaqut.

Namun sayangnya, menurut Menag, banyak orang yang beranggapan konsolidasi politik yang dilakukan di masjid menjadi bagian yang dicontohkan Rasulullah. Hal ini yang menurutnya, pengurus BKM perlu mengambil peran untuk menjelaskan kesalahpahaman tersebut.

Ia mengungkapkan aktivitas politik di masjid saat ini sering dikaitkan dengan aktivitas Nabi Muhammad SAW saat membangun peradaban di Madinah dengan berpolitik di masjid pada zaman dahulu. Menurutnya, hal ini berbeda dengan yang terjadi pada zaman sekarang dan tidak bisa disamakan dengan yang terjadi di zaman dahulu.

“Pada masa Nabi, politik yang berjalan di masjid itu adalah politik yang mempersatukan banyaknya kabilah-kabilah yang berbeda. jika masjid dijadikan alat berpolitik justru yang terjadi adalah pengkotak-kotakkan. Itu berbanding terbalik dengan politik pada masa Rasulullah,” jelasnya.

Lebih lanjut, Menag berharap Rakernas BKM yang berlangsung mulai 8-10 November 2023 dapat memberikan kontribusi besar dalam penguatan peran masjid di Indonesia. Saat ini tercatat ada lebih xari 740 ribu masjid di Indonesia.

“BKM ini mendapat dukungan besar,  jadi saya berharap juga dapat memainkan peran yang lebih besar. Mari kita gunakan masjid, kita desain jadi masjid di mana dulu pernah dicita-citakan Rasulullah, yang bukan hanya menjadi pusat kegiatan ibadah umat Muslim, tapi juga menjadi pusat kegiatan sosial ekonomi untuk kemakmuran untuk umat yang lebih luas,” tandas Menag.

Turut hadir dalam Rakernas, Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki, Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amin, para staf khusus, staf ahli, para pejabat Eselon I, II, para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia, dan para kepala Kemenag.(J02)

  • Bagikan