Konflik Lahan Di Bencah Seratus Jangan Berlarut

Warga Mengaku Diteror Oknum Aparat

  • Bagikan
Konflik Lahan Di Bencah Seratus Jangan Berlarut

PEKANBARU (Waspada): Konflik lahan di Bencah Seratus, Kota Garo, Tapung Hilir, Kampar, Riau diharapkan jangan sampai berlarut.

Harapan itu disampaikan Ketua Kelompok Tani dan Nelayan “Bencah Seratus”, Mukti Arifin, didampingi Kuasa Hukumnya, Advokat Senior, Armilis Ramaini, S.H., kepada pers di Pekanbaru, Sabtu (23/9). Mukti berkisah sejarah kawasan itu hingga teror yang dilancarkan “aparat” atas nama kepentingan CV ARB di daerah yang dikenal dengan sebutan Bencah Seratus.

“Sebenarnya, kehadiran para aparat di hari Selasa (19/9) adalah titik klimaks atas konflik yang sudah berlarut-larut dan terbiarkan,” kata Mukti Arifin.

Mukti Arifin menyebut, Dusun Plambayan telah dihuni masyarakat jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ini diproklamirkan. “Masyarakat ini memiliki hak atas tanah ulayat seluas ±1.200 hektar yang dikenali sebagai daerah “Bencah Seratus”,” katanya.

Sebagai bukti historia, di Area “Bencah Seratus” jelas Mukti Arifin, berkubur para leluhur mereka dengan bukti pemakaman berikut sebuah rumah ibadah (mushalla) yang menjadi pusat kegiatan keagamaan mereka. 

Namun, masalah kemudian muncul sejak dua  dekade belakangan, dengan hadirnya CV ARB mengusik Tanah Ulayat yang berstatus Hutan Produksi Tetap (HPT) tersebut.

Selain HW, jelasnya, tersebut juga nama A alias Acin Togel yang menggarap dan menguasai tanah ulayat Puak Keturunan “Bencah Seratus”.

“Total area yang telah diambil mencapai 972 hektar, sehingga hanya menyisakan sekitar 200 hektar saja bagi masyarakat tempatan,” katanya.

Kelompok Tani Fiktif

Mukti Arifin menjelaskan secara runtut konflik yang terjadi di Dusun Plambayan mencakup beberapa permasalahan utama.

Kesatu, katanya, penggunaan Nama “Kelompok Tani Tunas Karya” oleh CV ARB (HW) yang telah menggunakan nama “Kelompok Tani Tunas Karya” sebagai kambing hitam untuk menggarap kebun kelapa sawit. 

“Padahal, sebenarnya, kelompok ini merupakan entitas fiktif yang tidak memiliki keterkaitan nyata dengan masyarakat setempat,” tegas Mukti Arifin. 

Kedua lanjutnya, perubahan penggunaan lahan: Areal tanah yang dikuasai masyarakat setempat, termasuk yang sebelumnya digunakan untuk kebun karet dan sebagai tempat bagi pondok-pondok nelayan, ingin dikuasai dan dirampas dari tangan masyarakat. 

“Ini yang mengancam hak masyarakat atas tanah ulayat mereka. Masyarakat setempat telah berulang kali mengalami intimidasi dan gangguan dari pihak CV ARB yang melibatkan oknum aparat negara,” timpal Armilis Ramaini (foto).

“Ini mencakup upaya-upaya untuk menghalangi aktivitas masyarakat dalam membersihkan lahan untuk ditanami dengan tanaman hutan seperti durian dan jengkol,” tegas Armilis. 

Aktivitas warga yang melakukan penanaman kembali lahan ulayat mereka itulah kata Armilis yang memicu eskalasi konflik, Selasa, 19 September 2023.

“Saat itu,  pihak CV ARB (Hansen William) mengerahkan aparat terkait ntuk menghentikan pekerjaan masyarakat yang tengah membersihkan lahan,” katanya.

Armilis menyebut konflik yang berlarut-larut ini praktis berdampak buruk terhadap masyarakat setempat; kesatu, migrasi masyarakat: Akibat pembukaan kebun oleh pihak CV ARB, sebagian masyarakat Bencah Seratus telah terpinggirkan dan bermigrasi ke daerah Bencah Kelubi dan ke pinggiran Sungai Siak. 

“Kedua, terhambatnya akses masyarakat untuk menjalankan mata pencaharian natural mereka yakni berkebun dan menjadi nelayan di daerah ulayat mereka sendiri,” katanya.  

Kembali Mukti Arifin mengatakan, tuntutan dan harapan masyarakat adalah restitusi tanah ulayat, yang mencakup area pemakaman leluhur dan mushalla, dihormati dan dipulihkan. 

“Bahwa kawasan tersebut secara de jure memang masih merupakan kawasan hutan (Hutan Produksi Terbatas), namun praktiknya secara de facto areal tersebut bukan merupakan hutan, namun kebun dan lahan kosong yang ditumbuhi ilalang,” kata Mukti.

“Sehingga masyarakat mengharapkan dapat diberikan izin untuk mengelola lahan nenek-moyang mereka tersebut,” tegasnya.

Di samping itu, kata Mukti, masyarakat berharap agar pemerintah dapat memberikan perlindungan dari intimidasi dan gangguan yang dilakukan oleh pihak CV ARB (Hansen William) atau oknum aparat negara. 

“Masyarakat ingin melihat keadilan hukum ditegakkan dalam menyelesaikan konflik ini. Mereka menuntut agar tidak ada pihak yang mendapat perlakuan khusus atau perlindungan yang tidak adil,” kata Armilis .(rel)

  • Bagikan