Tafakur Al Bayaan Wa Al Ta’rif Fi Asbaab Wuruud Al Hadist Al Syarif Jejak Cemerlang Tanah Damaskus

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA.(Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Al Bayaan Wa Al Ta'rif Fi Asbaab Wuruud Al Hadist Al Syarif Jejak Cemerlang Tanah Damaskus

Kitab Al Bayaan Wa Al Ta’rif Fi Asbaab Wurud Al Hadits Al Syarif (البيان و التعريف فى اسباب ورود الحديث الشريف) karya imam Ibn Hamzah al Husaini al Hanafi al Dimasyqi yang bernama lengkap imam al Syarif Ibrahim bin Muhammad bin Kamaluddin Ibn Hamzah al Husaini al Hanafi al Dimasyqi. Kitab al Bayan Wa al Ta’rif Fi Asbaab Wurud al Hadits al Syarif, memuat 5.496 buah asbaab wurud al hadits yang terdiri atas 3 jilid, diterbitkan di Kairo oleh penerbit Maktabah al Tsaqafah al Diniyah, cetakan ke 3 tahun 1999.

Cetakan pertama terbit tahun 1973 dan cetakan kedua terbit tahun 1983. Jilid ketiga dari kitab tersebut terdiri atas 493 halaman dan memuat 1832 buah asbaab wurud al hadits. Hadits terakhir yang dijelaskan asbaab wurudnya di dalam kitab al Bayan Wa al Ta’rif Fi Asbaab Wurud al Hadits al Syarif adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam al Thabrani di dalam kitab al Jami’ al Kabir yang bersumber dari sahabat Muhammad Ibnu Athiyah al Sa’dy.

Hadits tersebut berbunyi:اليد العليا هي المنطية و اليد السفلى هي المنطة Artinya, tangan yang di atas itu adalah tangan yang memberi, sedangkan tangan yang di bawah adalah tangan yang menerima. Sabab al wurud dari hadits tersebut di atas, berkaitan dengan nasihat Nabi Saw kepada seorang sahabatnya yang bernama Muhammad Ibnu Athiyah al Sa’dy dari Bani Sa’ad Ibnu Bahar, dimana nasihat tersebut Nabi Saw sampaikan di saat mereka sedang mengunjungi Nabi Saw karena ada suatu keperluan tertentu.

Asbaab al Wurud secara etimologi merupakan gabungan dua kata di dalam bahasa Arab, yaitu asbaab yang merupakan bentuk jamak dari kata mufrad sabab (سبب), yang artinya sebab atau tali (حبل) dengan wurud (ورود) yang memiliki arti datang, sampai, muncul, dan mengalir. Secara etimologi asbaab di dalam kitab Lisanul ‘Arab karya imam Ibnu Mandzur didefinisikan dengan كل شيء يتوصل به الى غايته.

Artinya, segala sesuatu yang mengantarkan pada tujuannya. Sedangkan kata wurud didefinisikan dengan الماء الذي يورد Artinya, air yang memancar atau air yang mengalir. Dengan demikian, asbaab al wurud secara etimologi sederhana artinya adalah sebab-sebab atau latar belakang (backround) munculnya suatu hadits. Imam Jalaluddin al Suyuthi, dengan simpel memberikan pemaknaan etimologi terhadap asbaab al wurud adalah ما ورد الحديث ايام وقوعه. Artinya, Suatu kejadian yang mengiringi sebuah hadits pada masa terjadinya kejadian tersebut (Lihat kitab Al Lummaa’ Fi Asbab Al Hadits, karya imam Jalaluddin al Suyuthi, 1984, halaman, 11).

Adapun secara terminologi, imam Jalaluddin al Suyuthi mendefinisikan asbaab al wurud adalah ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم او خصوص او اطلاق او تقييد او نسخ او نحو ذالك. Artinya, Setiap hal yang menjadi cara utuk membatasi makna hadits, baik dari makna umum, khusus, mutlaq, muqayyad, atau naskh dan sejenisnya (imam Jalaluddin al Suyuthi, Al Lummaa’ Fi Asbab Al Hadits, 1984, halaman, 10-11).

Muhammad Hasbi al Shidiqi di dalam bukunya Ilmu Musthala al Hadits mendefinisikan secara terminologi asbaab al wurud adalah علم يعرف به السبب الذي ورد لاجله الحديث و الزمان الذي جاء به. Artinya, Ilmu yang menerangkan sebab sebab Nabi Saw menuturkan sabdanya dan waktu waktu menuturkannya. Asbaab al Wurud menurut imam Jalaludin al Suyuthi memiliki 6 fungsi yang strategis dalam perspektif kajian hadits.

Keenam fungsi tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, mengkhususkan yang umum atau تخصيص العام contohnya hadits tentang shalat orang yang duduk pahalanya setengah dari pahala orang yang shalatnya berdiri (صلاة القاعد على النصف من صلاة القاءم). Sabab al wurud dari hadits tersebut di atas, ditujukan kepada beberapa orang di Madinah yang tanpa uzur syar’i (hanya demam ringan) mereka shalat dengan duduk, padahal mereka mampu untuk shalat berdiri.

Jadi hadits itu khusus ditujukan buat orang yang shalatnya duduk, padahal tidak ada uzur syar’i atau sebenarnya mampu berdiri(Lihat kitab Musnad al Syamiyyin, karya imam al Thabrani, Juz, 1, 1984, halaman,370). Imam Jalaluddin al Suyuthi juga menyimpulkan bahwa hadits di atas ditujukan kepada orang yang mampu berdiri tetapi shalat dengan duduk.

Hal itu berbeda dengan orang yang uzur syar’i (sakit berat atau benar benar tidak mampu berdiri), seperti yang dialami oleh Nabi Saw di saat beliau sudah sakit berat di penghujung hayatnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Muslim di dalam kitab Shahihnya dari sahabat Jabir bin Samurah berikut ini : عن جابر ابن سمرة ان النبي ص لم يمت حتى صلىقاعدا .

Artinya dari Jabir bin Samurah bahwa Nabi Saw tidak wafat hingga beliau shalat dengan cara duduk (Lihat imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim, Juz, 2, Beirut: Dar al Jil, halaman, 165). Kedua, membatasi yang masih mutlak (تقيد المطلق ). Ketiga, memperinci yang masih umum atau global (تفصيل المجمل ), Keempat, menjelaskan al naasikh (الناسخ) dan al mansukh (المنسوخ) atau yang dihapus serta membatasi hadits yang menjadi al naasikh (penghapus).

Kelima, menjelaskan illat suatu hukum. Keenam, menjelaskan yang masih musykil atau sulit dipahami. Asbaab Wurud al Hadits memiliki peran yang strategis dalam memahami hadits hadits Nabi Saw, karena terkadang hadits yang disampaikan oleh Nabi Saw bersifat kasuistik, kultural, bahkan ada yang temporal.

Oleh sebab itu, memperhatikan konteks kesejarahan hadirnya sebuah hadits dipandang penting. Minimal itu merupakan langkah kehati-hatian untuk menghindari kesalahpahaman dalam menangkap maksud dari suatu hadits, sehingga tidak fokus hanya sebatas teksnya saja dan mengabaikan konteks kesejarahannya.

Memahami hadits dengan mengabaikan asbaab wurud al hadits akan melahirkan banyak kekakuan, dapat menimbulkan literalis-skriptualis, bahkan dapat melahirkan sikap kurang akomodatif terhadap realitas dan dinamika zaman. Dengan demikian, dapat dirasakan betapa pentingnya arti penguasaan terhadap Ilmu Asbab al Wurud hadits tersebut guna mendapatkan pemahaman yang benar terhadap sebuah hadits Nabi Saw yang memiliki sabab al wurudnya, meskipun tidak semua hadits memiliki sabab al wurudnya. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan