Tafakur Kitab Mabahits Fi ‘Ulum Hadist, Jejak Ilmu Hadist Abad Ke-20 Di Mesir

Oleh Dr. Tgk. H. Zulkarnain, MA (Abu Chik Diglee)

  • Bagikan
Tafakur Kitab Mabahits Fi 'Ulum Hadist, Jejak Ilmu Hadist Abad Ke-20 Di Mesir

Kitab Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits (كتاب مباحث في علوم الحديث) adalah kitab yang membahas tentang berbagai hal menyangkut ilmu ilmu hadits. Kitab Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits yang masyhur pada abad ke-20 dan populer hampir di semua perguruan tinggi Islam dan dunia Islam, adalah karya besar dari Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan (شيخ مناع ابن خليل القطان), seorang ulama kelahiran desa Syansyur, distrik Asymun, provinsi Manufiyah – Mesir pada bulan Oktober tahun 1925 Miladiyah. Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan memulai pendidikannya di Kutab Tahfidz al Qur’an, kemudian melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Ibtida’iyah.

Lalu syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan menempuh pendidikan di ma’had al Azhar dan dilanjutkan ke universitas al Azhar-Kairo-Mesir pada Fakultas Ushuluddin. Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan sangat dekat dengan ulama-ulama Mesir yang hidup sezaman dengannya, misalnya dengan Syekh Muhammad al Ghazali, Syekh Sayyid Sabiq, dan Syekh Ahmad Hasan al Baquri. Pada tahun 1953, beliau meninggalkan Mesir untuk menetap di Saudi Arabia sebagai dosen, sampai akhirnya menjadi Direktur Pascasarjana Universitas Imam Muhammad Ibn Sa’ud al Islamiyah.

Di samping itu, Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan juga Anggota Dewan Strategi Pembelajaran di Kerajaan Saudi Arabiya. Beliau sangat aktif memberikan bimbingan bagi calon Magister dan calon Doktor di Universitas Imam Muhammad Ibn Sa’ud al Islamiyah, ada 115 tesis dan disertasi yang beliau bimbing. Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan wafat pada hari Senin tanggal 19 Juli 1999 dalam usia 74 tahun. Kemudian, jenazahnya dishalatkan di Masjid Rajihi-Rabwah dan dimakamkan di pemakaman Nashim-Riyadh-Saudi Arabiya.

Kitab Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits cetakan kedua (الطبعة الثانية ) terbit pada tahun 1412 Hijriah (1992.M), oleh penerbit Maktabah Wahbah Al Qaahirah (مكتبة وهبة القاهرة). Kitab ini terdiri atas 199 halaman.

Daftar Isi (محتويات الكتاب ) diawali oleh Kata Pegantar (المقدمة) pada halaman 3, kemudian diikuti dengan sebelas pembahasan pokok yang meliputi hal hal berikut ini, Pertama tentang Definisi Hadits Nabi Saw ( التعريف بالحديث النبوى ) pada halaman 4-11, Kedua, tentang Al Sunnah dan Kedudukannya di Dalam Syari’at Islam (السنة و مكانتها فى التشريع الاسلامى ) pada halaman 12 – 23, Ketiga, tentang Hadits Nabi Saw dan Pembukuannya ( الحديث النبوى و تدوينه ) pada halaman 24 – 56, Keempat, tentang Ilmu Rijal al Hadits ( علم رجال الحديث ) pada halaman 57 – 63, Kelima, tentang Ilmu al Jarh Wa al Ta’dil ( علم الجرح و التعديل ) pada halaman 64 – 78, Keenam, tentang Ilmu Gharib al Hadits ( علم غريب الحديث ) pada halaman 74 – 78, Ketujuh, tentang Ilmu I’lal al Hadits ( علم علل الحديث ) pada halaman 79 – 85, Kedelapan, tentang Ilmu Mukhtalif al Hadits Wa Musykiluhu ( علم مختلف الحديث و مشكله ) pada halaman 86 – 91, Kesembilan, tentang Ilmu Musthalah al Hadits ( علم مصطلح الحديث ) pada halaman 92 – 163, Kesepuluh, tentang Cara Menerima Hadits dan Menyampaikannya Kepada Orang Lain ( طرق التحمل و صبغ الاداء ) pada halaman 164 – 169, dan Kesebelas, tentang Ilmu Takhrij al Hadits dan Kajian tentang Sanad Sanad Hadits ( علم التخريج و دراسة الاسانيد ) pada halaman 170 – 199.

Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan, menjelaskan perbedaan al Hadits dan al Sunnah secara terminologi. Secara terminologi menurut Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan di dalam kitab Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits, halaman 7, al Hadits adalah apa-apa yang yang berasal dari Nabi Saw, berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan atau sifat phisik maupun sifat non phisik atau akhlaq Nabi Saw ( و الحديث فى اصتلاح المحدثين ما اثر عن النبى ص من قول او فعل او تقرير او صفة خلقية ).

Sedangkan definisi al Sunnah menurut ulama ahli hadits yang dikutip oleh Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan di dalam kitab Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits, pada halaman 15 adalah apa-apa yang dikaitkan dengan Nabi Saw berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan atau sifat phisik maupun non phisik (akhlaq) atau sejarah Nabi Saw ( السنة عند المحدثين ما اثر عن النبى ص من قول او فعل او تقرير او صفة او سيرة ).

Berdasarkan definisi tentang al Hadits dan al Sunnah yang dijelaskan oleh Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa al Sunnah Nabi Saw itu lebih luas pemaknaannya dari al Hadits Nabi saw. Di mana al Sunnah Nabi saw mencakup di dalamnya sisi sirah atau sisi sejarah dari Nabi saw. Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathan juga menjelaskan di dalam kitabnya Mabahits Fi ‘Ulum al Hadits halaman 14, tentang pengertian al Sunnah menurut ulama ushul.

Menurut ulama ushul, al Sunnah adalah apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Saw selain dari al Qur’an, baik berupa perkataan atau perbuatan atau persetujuan Nabi saw ( السنة عند الاصوليين ما صدر عن النبى ص غيرالقران من قول او فعل او تقرير ).

Syekh Mana’ Ibn Khalil al Qathaan di dalam kitabnya Mabahits Fi ‘Ulum Al Hadits pada halaman 13-14, juga menjelaskan tentang definisi al Sunnah menurut para Fuqaha’ atau ulama ahli fikih. Al Sunnah menurut Fuqaha’ adalah Apa apa yang telah ditetapkan dari Nabi Saw selain dari yang wajib yang telah ditetapkan al Qur’an, maka dia menjadi satu ketentuan hukum taklifiyah (yang membebani) dari yang lima, yaitu wajib, sunnat, haram, makruh dan mubah ( السنة عند الفقهاء ما ثبت عن النبى ص من غير وجوب فهى احد الاحكام التكلفية خمسة الواجب و السنة والحرم و المكروه و المباح ).

Akhirnya kita dapat memahami bahwa mendalami ilmu ilmu hadits menjadi hal yang sangat penting bagi umat Islam, mengingat bahwa hadits memiliki banyak fungsi terhadap Alqur’an itu sendiri. Berdasarkan ilmu ilmu hadits, fungsi hadits terhadap Alqur’an di antaranya memberikan taqyid (batasan) terhadap ayat ayat Alqur’an yang bersifat muthlaq, memberikan penafsiran terhadap Alqur’an, menetapkan hukum hukum yang belum ditetapkan di dalam Alqur’an, menjadi tafshil (rincian) terhadap ayat-ayat Alqur’an yang bersifat mujmal atau global, dan memperkuat ketetapan hukum hukum yang telah ada di dalam Alqur’an.

Dengan bahasa lain menurut ilmu hadits, fungsi hadits terhadap Alqur’an adalah sebagai bayan Taqririy atau bayan Ta’kidiy (mempertegas dan memperkuat apa yang telah ditetapkan Alqur’an), bayan Tafsiriy (memberikan tafsiran terhadap Alqur’an), bayan Tasyri’ atau bayan Ziyadah (menetapkan hukum yang belum ditetapkan di dalam Alqur’an), dan bayan Takhyir atau bayan Nasakh (melakukan perubahan penyempurnan hukum yang ada di dalam Alqur’an, seperti hadits riwayat imam al Tirmidzi tentang tidak ada wasiat bagi ahli waris untuk masalah pembagian warisan kecuali hukum waris, yang merubah dan menyempurnakan hukum wasiat yang ada di dalam surat al Baqarah ayat 180).

Dengan demikian, terasa begitu besar makna kehadiran ilmu ilmu hadits, baik terhadap eksistensi hadits itu sendiri, maupun terhadap eksistensi Alqur’an sebagai sumber dari segala sumber hukum pertama di dalam Islam.

Semoga umat Islam terus semangat mendalami ilmu ilmu hadits, sehingga hal itu akan menjadi benteng yang kokoh untuk menjaga hadits dari pemalsuan dan juga menjaga agar hadits-hadits Nabi Saw tetap dapat terjaga keaslian dan kemurniannya. Wallahu’alam. WASPADA.id

Penulis adalah Dosen Hadits Ahkam dan Hukum Keluarga Islam di Asia Tenggara Pascasarjana IAIN Langsa

  • Bagikan