REVITALISASI DAKWAH DI ABAD MODERN MENUJU BALDATUN THOYYIBATUN WA ROBBUN GHOFUR

  • Bagikan

“BANGSA ini sedang sakit”, barangkali ini adagium yang cukup untuk menggambarkan keadaan bangsa kita hari ini. Kenapa?, karena bangsa ini sedang berada dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Ibarat tubuh, jika ada salah satu dari anggotanya yang sakit, maka dapat menggangu fungsinya secara normal. Demikian pula sebuah bangsa, apabila ada salah satu elemen yang sakit, maka akan mengganggu proses berbangsa dan bernegara sehingga tidak berjalan dengan lancar, maksimal, efektif, dan efisisen.

Dari berbagai aspeknya, apakah politik, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, kesehatan, dan lainnya masih menyisakan berbagai masalah. Dalam bidang politik misalnya, pemilihan pemimpin, legislatif, dan kepala daerah, dengan sistem demokrasi ala barat yang diagung-agungkan ternyata tidak mampu melahirkan pemimpin yang kredibel, jujur dan amanah.

Hal ini tampak dari bagaimana para pemimpin mengelola kekuasaannya yang kurang professional sehingga meninggalkan banyak masalah di berbagai lini, dan besarnya tingat korupsi yang terjadi.

Di Asia sendiri, sebagaimana yang dirilis oleh Lembaga pemantau indeks korupsi global, (Transparency International) dalam laporan bertajuk ‘Global Corruption Barometer-Asia’, Indonesia masuk menjadi negara nomor tiga paling korup di Asia. Posisi pertama ditempati India diikuti Kamboja di peringkat kedua.

Dalam bidang pendidikan, lagi-lagi, dengan lebih mengedepankan sistem pendidikan ala Barat, terbukti kurang efektif dalam melahirkan ilmuan, akdemisi, dan intelektual yang benar-benar memiliki tanggung jawab dan akhlakul karimah.

Dalam bidang ekonomi, terlihat jelas bahwa sistem kapitalisme Barat juga tidak mampu menekan angka kemiskinan. Monopoli ekonomi ala aristokrat kuno Abu Lahab dan Abu Jahal menjelma di abad post-modernis hari ini.

Begitu juga pada beberapa aspek lainnya yang semuanya masih banyak menyimpan persoalan penting yang harus segera disembuhkan. Jika tidak, prediksi beberapa ahli tentang punahnya bangsa ini bisa jadi kenyataan.

Lantas, apa yang menjadi akar masalah dan solusi yang harus dilakukan agar secara berangsur bangsa ini dapat sembuh dari sakitnya?.

Akar Masalah
Dalam Alqur’an surat Ar Rum ayat 41, Allah Swt berfirman yang artinya; “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (dampak) perbuatan mereka. Semoga mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar-Rum: 41)

Abu Bakar As-Shiddiq menafsirkan kerusakan di darat dan di laut sebagai kerusakan ucapan dan dan qalbu manusia. Kerusakan lisan dan qalbu melalui kemungkaran-kemungkaran itu diratapi manusia dan malaikat.

Dalam tafsirnya, Hamka menyebutkan bahwa kerusakan yang terjadi baik itu di darat dan lautan karena perbuatan manusia. hal ini dikarenakan lemahnya keimanan kepada Allah Swt yang membuat seseorang itu lebih memperturutkan hawa nafsunya untuk melakukan hal yang buruk. Itulah yang kemudian melahirkan kerusakan di berbagai aspek di darat dan di bumi.

Dari dua pendapat ini dapat diambil kesimpulan bahwa akar terjadinya kerusakan baik di darat dan di laut adalah lemahnya keimanan kepada Allah Swt yang menyebabkan peran hawa nafsu lebih kuat dalam diri seseorang.

Kerusakan itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu kerusakan yang bersifat fisik seperti bencana-bencana yang terjadi di darat dan laut, dan kerusakan yang bersifat non fisik yang meliputi aspek kehidupan manusia dalam berbangsa dan bernegara mencakup politik, ekonomi, pendidikan, dan lainnya.

Tentu, dalam sebuah perjalanan sebuah bangsa dan Negara, kondisi seluruh aspek kebangsaan yang ideal menjadi sebuah keniscayaan. Lantas apa yang menjadi cirinya?, tidak lain adalah sebuah bangsa yang dalam istilah Alquran, “Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghafur”, yaitu sebuah bangsa yang adil, makmur, sejahtera, dan religius.

Bangsa yang Ideal dalam Catatan Sejarah

Dalam sejarah, tercatat bahwa ada sebuah bangsa yang pernah berada dalam kondisi yang adil, makmur, sejahtera, dan religius. Sebagaimana termaktub dalam Alquran surat Saba’ ayat 15;

“Sungguh bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), “Makanlah oleh kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya. (Negeri kalian) adalah negeri yang baik dan (Tuhan kalian) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” (QS Saba’ [34]: 15).

Ayat ini bercerita tentang sebuah negeri yang berada di Yaman tepatnya di sebuah lembah yang berada diantara dua gunung. Secara ekonomis bangsa ini terbilang makmur dan sejahtera. Nenek moyang penduduk negeri tersebut membangun bendungan atau waduk besar yang menampung air hujan agar tidak terbuang percuma ke laut.

Air yang tertampung di bendungan atau waduk ini selanjutnya menjadi sumber penghidupan penduduk negeri Saba’ mulai dari makan minum hingga irigasi perkebunan yang membuat mereka berkelimpahan hasil pertanian.

Secara politis, bangsa ini juga stabil karena dipimpin oleh seorang ratu Balqis yang adil dan memiliki kemampuan manajemen government yang baik, sehingga sistem pemerintahan sebagai fondasi baik tidaknya proses berbangsa dan bernegara, berjalan dengan baik.

Secara religius, bangsa ini memiliki keimanan yang tampak dari rasa syukur mereka sehingga tidak meninggalkan Allah Swt, yang karena Allah berikan kepada mereka kenikmatannya.

Tentunya, good government (pemerintahan yang baik) tidak akan terwujud tanpa fondasi agama dan mental yang baik pula.

Dari ayat di atas, dapat ditarik suatu gambaran, bahwa setidaknya ciri sebuah bangsa yang baik dan sehat itu adalah terjadinya keseimbangan dalam semua aspeknya, infrastruktur dan suprastruktur yang meliputi politik, ekonomi, pendidikan, pertahanan dan keamanan dan lainnya.

Dari ayat di atas pula dapat dipastikan bahwa dalam sejarah kehidupan manusia ada sebuah bangsa yang pernah berada dalam kondisi yang sehat, adil, makmur, sejahtera, dan religius, dimana masih banyak bangsa lain dalam sejarah yang bisa mencapai kondisi demikian, yang salah satunya adalah Negara yang dibangun oleh Nabi Muhammad Saw di Madinah.

Sejarah mencatat pula bahwa kemudian bangsa Saba’ kemudian hancur dikarenakan mereka lalai dan kufur kepada Allah Swt. Sebagaimana lanjutan ayat;

Lalu mereka berpaling sehingga Kami mendatangkan kepada mereka banjir yang besar dan Kami mengganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr (Q.S Saba’ [34]: 16).

Dari sini tampak jelas faktor kehancuran mereka tidak lain adalah agama. Kalimat “فأعرضوا” (kemudian mereka berpaling) menunjukkan hal tersebut.

Ini mengindikasikan bahwa fondasi agama meliputi mental seperti keuletan, kepedulian, kerja keras, dan akhlakul karimah seperti jujur, amanah, siddiq, dan lainnya menjadi hal yang niscaya dalam membangun sebuah bangsa yang Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur.

Revitalisasi Dakwah; Peran dan Tantangan

Di atas telah disebutkan, bahwa akar masalah sakitnya bangsa ini adalah lemahnya keimanan sehingga berimbas pada buruknya mentalitas dan akhlak dalam berbangsa yang kemudian berimbas pada terjadinya kerusakan di sektor-sektor penting Negara yaitu politik, ekonomi, pendidikan dan lainnya, yang ini menjangkiti para pemimpin bangsa ini. Sehingga berdampak besar pada cara menjalankan kepemimpinan.

Dalam hal ini, revitalisasi dakwah yang massif adalah salah satu solusi dalam memperbaiki kondisi bangsa hari ini dan akan datang. Meskipun, tantangan dakwah hari ini terbilang berat, sebab kondisi ummat islam hari ini terpecah. Setidaknya ada beberapa tantangan dakwah hari ini yaitu;

a. Tantangan politis; bahwa secara formal, penguasa kurang mendukung jalannya dakwah secara nasional, bahkan dakwah terkesan dipersulit jika kontennya dianggap kritik terhadap penguasa.

b. Tantangan ideologis; bahwa banyak pemikiran yang sesungguhnya telah tercerabut dari ajaran Islam itu sendiri yang berkembang dan diterima di masyarakat seperti syiah dan sepilis (Sekularisme, Plurisme, dan Liberalisme) yang notabene produk Barat.

c. Tantangan IPTEK; bahwa hasil karya IPTEK berupa media dan lainnya memuat konten-konten vulgar yang dapat merusak keberagamaan individu hari ini, terutama anak-anak dan remaja yang merupakan potensi bangsa.

Namun, tantangan terberat adalah politis. Jika ini dapat disentuh, maka tantangan lainnya akan menjadi lebih mudah. Sebab, ibarat sebuah kereta api, “kemana arah lokomotif, kesitu pulalah gerbongnya”, artinya bahwa peran penguasa sangat vital dalam mewujudkan bangsa yang baik.

Dengan demikian, maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan terkait dengan peran dakwah hari ini;

Dakwah Politik

Dalam hal ini, dakwah fokus bagaimana meyakinkan masyarakat tentang pentingnya persatuan dan kesatuan umat islam secara politis agar umat islam dapat membangun kekuatan terutama pada momentum pemilihan pemimpin baik pada tingkat nasional dan daerah, dengan harapan munculnya pemimpin idaman.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara dakwah politik yang massif, konsisten, dan kontinu, sehingga menjadi sebuah paradigma pada masyarakat tentang pentingnya jama’ah dalam berpolitik.

Reformulasi Konten Dakwah

Di sini, tema-tema dakwah dikorelasikan dengan keadaan kekinian, dalam arti bahwa tema dakwah tidak hanya mengangkat persoalan ibadah mahdah semata, tetapi mengaitkannya dengan tema mentalitas dan akhlak yang sesungguhnya sangat penting bagi kelangsungan kehidupan individu, kelompok, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dakwah Pendidikan

Menguatkan dakwah pada institusi pendidikan formal sekolah-sekolah dan universitas. Hal ini penting, karena di sinilah tempat terbentuknya ideologi dan pemikiran generasi intelektual bangsa ini. Jika rusak, maka rusak pula ideologi dan pemikiran yang akan berkembang di masyarakat.

Selain itu, perlu reformulasi sistem dan kurikulum pendidikan agar tidak hanya mengarah pada tujuan kognitif, tetapi fokus pada tujuan utama pendidikan yaitu pembentukan akhlak dan mental terlebih dahulu. Sehingga akan melahirkan generasi muda intelek yang dilandasi oleh keagamaan yang kokoh.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa peran dakwah sangat penting dalam membangun bangsa yang Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur. Ini sebagaimana Rasulullah, dalam perjalanan panjangnya membangun sebuah masyarakat, bangsa, dan Negara yang ideal adalah dengan jalan dakwah. Oleh sebab itu, revitalisasi dakwah di setiap bidang menjadi suatu keharusan bagi umat Islam dimanapun yang dimulai dari rumah, sekolah, masyarakat, Negara, dan dunia.

Sehingga cita-cita mewujudkan bangsa yang baik menjadi kenyataan. Tidak dijumpai lagi rakyat yang kelaparan sementara penguasanya berlimpah harta, anak bangsa yang putus sekolah, Negara penuh hutang, politikus tak beradab, wakil rayat yang tak mewakili aspirasi, pendidik yang “kencing berdiri”, sehingga murid “kencing berlari”, paramedis yang oportunis, konglomerat yang kikir dan seterusnya.

Karena sesungguhnya, bangsa yang Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofur menjadi impian setiap orang, karena ia adalah fitrah. Wallahu A’lam. (Oleh Oleh: M. Syafi’i Saragih, M.A. Penulis Kepala Sekolah Pesantren Al Barokah, Dosen & Penulis Buku)

  • Bagikan