Tangkal Hoax dengan Saring Sebelum Sharing

  • Bagikan
Tangkal Hoax dengan Saring Sebelum Sharing

JAKARTA (Waspada): Kebiasaan ingin dianggap paling pertama tahu tentang sesuatu merupakan racun di dalam masyarakat. Hal ini membuat masyarakat cenderung tidak melakukan verifikasi terhadap suatu informasi agar cepat menyebarkan informasi itu. Akibatnya, banyak informasi palsu atau tidak benar (hoax) berseliweran di media sosial.

Hal itu dikatakan key opinion leader (KOL) asal Kabupaten Ende, P.D Indriastuty atau akrab disapa Tuteh dalam paparannya di kegiatan workshop Literasi Digital yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) bekerja sama dengan Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi di Kabupaten Ende dan Nagakeo, 28-29 September 2022.

Tema workshop adalah “Pemahaman Pemakaian Sosial Media Dalam Melakukan Filter Terhadap Berita Hoax”, Workshop ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai Literasi Digital kepada lebih dari 300 orang peserta perwakilan masyarakat dan komunitas di Kabupaten Ende dan Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.

Tuteh memaparkan bahwa ada enam cara untuk menangkal hoax di masyarakat.
Pertama, waspadai judul berita yang provokatif. Kedua,cermati situs berita yang dibaca. Ketiga, cek keaslian foto/video yang tersebar. Keempat, saring sebelum sharing. Kelima,ikuti situs anti hoax (https://turnbackhoax.id/ atau https://aduankonten.kominfo.go.id ). Keenam, jangan berhenti menyebarkan informasi mengenai cara menangkal hoax.

Sejalan dengan materi yang disampaikan oleh Tuteh, Ferdinandus Lidang, tokoh pendidikan setempat mengingatkan peserta untuk selalu menjaga keamanan akun media sosial saat beraktivitas secara digital.

“Hati-hati mengklik tautan di media sosial, karena dapat mengakibatkan akun kita diakses dan kita dapat menjadi korban hoax,”ujarnya dalam keterangan pers diterima di Jakarta, Jumat (14/10/2022).

Sesi terakhir diisi oleh Indriyatno Banyumurti selaku pegiat literasi digital. Pria yang akrab disapa Ibe ini mengungkapkan fakta bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum siap dalam menghadapi era digital, terutama dalam hal etika.

“210 (dua ratus sepuluh) juta orang Indonesia telah terkoneksi dengan internet dan sepertiga dari hidup orang Indonesia ada di dunia digital. Tapi, ternyata masyarakat Indonesia masih menempati peringkat terbawah, sebagai netizen paling tidak sopan se-Asia Tenggara.” tuturnya.

Kegiatan di Ende dibuka dengan sambutan oleh Kepala Dinas (Kadis) Kominfo Kabupaten Ende, Supriyanto.

Dia mengatakab, semakin maraknya kejahatan siber dan hoax adalah akibat masyarakat hanya mengetahui cara menggunakan Internet tanpa memahami etika penggunaannya.

“Pemerintah harus berkolaborasi dengan masyarakat dan stakeholder lainnya agar nilai-nilai kebenaran dan etika dapat dijalankan tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya dalam menggunakan teknologi digital.”ujarnya.

Sementara Itu, Workshop yang diadakan di Nagekeo dibuka oleh Kadis Kominfo Nagekeo, Andreas Ndona Corsini. Dalam sambutannya Andreas menuturkan bahwa masih banyak masyarakat yang menggunakan media sosial tanpa berpikir bagaimana menjaga sikapnya.

“Mereka (pengguna media sosial) mengatakan bahwa mereka punya hak dalam mengekspresikan diri. Saya bilang, anda tidak tinggal di pulau terpencil, tetapi berhubungan dengan banyak orang, oleh karena itu perlu menggunakan etika dalam bermedia sosial,” pungkasnya.

Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021 disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00.(J02)

  • Bagikan