Iskandar Haka, Sang Nominator Penerima Kalpataru Asal Aceh

  • Bagikan
Iskandar Haka, SE saat melakukan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan Pesisir Timur Aceh. Waspada/dede
Iskandar Haka, SE saat melakukan rehabilitasi hutan mangrove di kawasan Pesisir Timur Aceh. Waspada/dede

Pegiat lingkungan Kota Langsa, Iskandar Haka, SE terpilih menjadi nominator penerima Kalpataru 2023 dari Provinsi Aceh Kategori Pembina Lingkungan dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Iskandar Haka terpilih bersama empat nominator lainnya yakni, Petronela Merauje dari Papua, Febri Sugana dari Sumatera Barat, Eko Sumartono dari Bengkulu dan Nugroho Widiasmadi dari Jawa Tengah.

Bincang-bincang dengan wartawan, Senin (8/4) Iskandar Haka, pria bersahaja kelahiran Langsa, 2 Agustus 1966 ini menjadi pelopor terbentuknya Ruang Terbuka Hijau (RTH) Hutan Kota Langsa, penjagaan teritorial kawasan mangrove dan membangun Mangrove Information Center (MIC) Aramiah, Aceh Timur untuk melakukan rehabilitasi mangrove.

Selain itu, Iskandar Haka juga sebagai seorang pendiri lembaga swadaya masyarakat (LSM) Bale Juroeng dengan Akta Notaris No. 6 dan menyepakati tanggal 5 Juni tahun 1999 bersama rekannya M. Adi Nasir, SE dan (Alm) Ir. Joni Seminarta, Ilwan Salmi dari Medan Sumatera Utara dan Ir. T. Graham Pribadi.

Iskandar Haka, Sang Nominator Penerima Kalpataru Asal Aceh

Kata Bale Juroeng sendiri yang berfilosofi, bale berkonotasi sebagai balai atau pondok atau posko yang di setiap kampung/desa di Aceh dan juroeng adalah jalan atau lorong menuju sebuah gampong/desa di Aceh.

Aktivitas Bale Juroeng yang konsern di bidang Lingkungan Hidup dan Budaya dengan fokus kegiatan di kawasan Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang.

Sepak terjang Bale Juroeng di bidang lingkungan kawasan tersebut terbilang mumpuni dan mendapat pengakuan masyarakat Aceh, bahkan dari luar negeri dengan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove di Pesisir Timur Aceh.

Pasalnya, pesisir Timur Aceh yang kaya akan berbagai jenis mangrove dari rerumputan, perdu, palem sampai jenis utama tanaman mangrove. Di mana menurut Prof. Porkas Sagala, salah seorang ahli kehutanan Indonesia dalam penelitiannya di wilayah ini tahun 1979-1980 menyatakan bahwa jenis mangrove di dunia tidak banyak hanya 56 jenis dan 42 jenis berada di wilayah ini.

Berdasarkan hipotesa inilah, membuat Iskandar Haka konsern di kawasan mangrove di pesisir Timur Aceh, khususnya Kota Langsa, Kabupaten Aceh Timur dan Kabupaten Aceh Tamiang karena seluas kurang lebih 76.000 ha memiliki kekayaan spesies mangrove paling kaya di Indonesia maupun dunia.

Kemudian, pascabencana tsunami Provinsi Aceh, 26 Desember 2004, tepatnya tahun 2006 LSM Bale Juroeng mendapat dana hibah dari sebuah lembaga dari Jerman yaitu Diakonie Katastrophenhilfe untuk merehabilitasi hutan mangrove di Kuala Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur.

Lantas, kegiatan ini terus berlanjut dengan mendirikan Mangrove Information Center (MIC) Aramiyah di Kecamatan Birem Bayeun dan selanjutnya pada MIC Aramiyah dan kawasan mangrove di Kota Langsa juga mendapat dana hibah dari WWF-Indonesia.

“Mangrove tidak membutuhkan manusia, sebaliknya manusialah yang membutuhkan mangrove, dari penyisihan sisa dana hibah serta pengumpulan dana dari pendiri, penasehat, pembina dan relawan lembaga membeli lahan di Gampong/Desa Sungai Lueng, Kecamatan Langsa Timur seluas 2 ha untuk dijadikan Posko Penjagaan Teritorial dan Rumah Singgah Multi Fungsi,” beber Iskandar Haka.

Selanjutnya, ungkapnya Iskandar Haka lagi, kawasan ini ditanami mangrove dengan menjaga dan merawat sehingga dapat menjadi contoh dan motivasi bagi masyarakat untuk menjaga mangrove khususnya di sekitar tambak mereka dan bantaran sungai/alur.

Selain itu, potensi burung air dan burung migrasi dari berbagai negara dampak dari perubahan musim yang membuat berbagai spesies burung hijrah ke pantai timur Aceh karena habitatnya yang masih berkondisi baik.

Menurut Iskandar Haka, potensi burung air dan burung migrasi di pesisir timur Aceh di masa depan akan dapat dikembangkan menjadi wisata minat khusus sekaligus bagian kampanye untuk menyelamatkan hutan mangrove.

Iskandar Haka, Sang Nominator Penerima Kalpataru Asal Aceh
Iskandar Haka, saat mengawasi burung-burung yang melakukan migrasi ke Pantai Timur Aceh. Waspada/dede

Kegiatan ini dimulai pada bulan Desember 2018 sampai sekarang dan telah memetakan beberapa titik utama tempat berkembang biaknya burung air dan burung bermigrasi di wilayah Kabupaten Aceh Tamiang, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Timur.

Bahkan, kegiatan sosialisasi, motivasi dan pendidikan konservasi serta memfasilitasi lahirnya Qanun Gampong/Desa (Perdes) salah satunya di Desa Cinta Raja untuk melindungi burung air dan burung bermigrasi, serta memfasilitasi lahirnya Gampong/Desa Proglim/Proklim di Desa Sungai Lueng dan berkolaborasi dengan Pemko Langsa hingga lahirnya Qanun Beli dan bela produk UMKM Kota Langsa.

Selain itu, melakukan kerja sama atau nota kerja sama (MoU) dengan salah satu travel di Langsa yaitu Jemila Travel dengan tujuan agar wisatawan dalam negeri maupun luar negeri yang tertarik dengan wisata minat khusus untuk mengunjungi pesisir timur Aceh dan mengamati burung akan dikelola oleh jasa travel.

Di samping itu juga, Iskandar Haka juga sebagai titik awal terciptanya Hutan Kota Langsa. Di mana, lahirnya hutan kota ini berawal warisan dari kolonial Belanda. Saat itu, secara universal sebuah kota yang memiliki hutan kota, menunjukkan kota tersebut adalah kota berbudaya, di Gampong/Desa Paya Bujuk Seueumak, Kecamatan Langsa Baro yang terdapat sisa tegakan hutan seluas 10 ha peninggalan Kolonial Belanda.

Saat itu, menurut sejarah kawasan tersebut dikelola NV VICO yang awalnya melakukan kegiatan perkebunan karet, masih dari penelusuran sejarah Langsa adalah sebuah Kota yang dibangun oleh Belanda dengan mengcopy tata ruang Kota Bogor, sehingga bentuk tata ruangnya hampir sama dengan Bogor.

Dikatakan Iskandar Haka, Hutan Kota Langsa dipersiapkan oleh NV VICO untuk dijadikan Kebun Raya Langsa, sehingga mereka menyiapkan Blok 25 sampai Blok 30 sebagai peruntukan untuk maksud tersebut, 1 Blok berkisar sekitar 25 ha sehingga 6 Blok berjumlah 150 ha.

Pada kawasan yang dipersiapkan telah di tata dari sisa hutan yang ada menurut jenis dominan kayu asli di hutan tersebut seperti jenis damar laut, meranti, merbau, cempedak hutan, perlak, krueng dan lain-lainnya.

Perkembangan zaman luasan 150 ha lahan tersebut terus menyusut dan hanya menyisakan lahan seluas 10 ha dengan sisa tegakan jenis damar laut yang paling dominan, karena Iskandar Haka lahir dan besar di Gampong/Desa Paya Bujuk Seuleumak sejak kecil telah mengetahui keberadaan hutan tersebut dan sering bermain bersama teman-teman di kawasan ini.

Setelah mendirikan LSM Bale Juroeng bersama para pendiri telah sepakat kegiatan pertama lembaga untuk mengelola kawasan ini agar bermanfaat secara ekologi, ekonomi dan sosial budaya di masa depan dan segenab pendiri dan relawan lembaga sangat yakin jika di kelola dengan benar akan menjadi maskot Kota Langsa dan menjadi salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar dan PAD Kota Langsa.

Kemudian, beberapa Wali Kota Langsa yang pernah menjabat dari terbentuknya Kota Langsa ditawarkan konsep pembangunan berkelanjutan untuk Hutan Kota Langsa tidak tertarik dan memandang sebelah mata dari kegiatan tersebut akhir pada kepemimpinan H. Usman Abdullah dan H. Marzuki Hamid.

Iskandar Haka, Sang Nominator Penerima Kalpataru Asal Aceh

Aktivitas ini mendapat perhatian, akhirnya sejak tahun 2018 sampai sekarang pengelolaan RTH Hutan Kota Langsa menjadi skala prioritas salah satu pembangunan yang menghasilkan PAD bagi Kota Langsa.

Kiranya segala perjuangan dan kegigihan Iskandar Haka membangun peradaban lingkungan di pesisir Pantai Timur Aceh terus mendapat dukungan dari semua pihak, karena tak gampang menjaga kondisi hutan dan mangrove di era modern, yang pertumbuhan penduduknya terus menjepit luar kawasan hutan dan mangrove sebagai paru-parunya dunia saat ini.

Semoga suguhan keikhlasan Iskandar Haka melahirkan buah dari kegigihannya dengan meraih penghargaan Kalpataru Kategori Pembina Lingkungan yang disematkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia bagi pegiat lingkungan hidup. Semoga… WASPADA.id/Dede Juliadi Rendra

  • Bagikan