Nasib RS Regional Takengon; Dari Bagaikan Sarang Hantu Hingga Ambruknya Teras

  • Bagikan
RS Regional Takengon di Belang Bebangka yang ambruk Jumat (4/11/2022), kini sedang didalami tim Direskrimsus Polda Aceh. Waspada/Bahtiar Gayo
RS Regional Takengon di Belang Bebangka yang ambruk Jumat (4/11/2022), kini sedang didalami tim Direskrimsus Polda Aceh. Waspada/Bahtiar Gayo

Waspada pada 5 Agustus 2015 sudah menurunkan tulisan, rumah sakit bagaikan sarang hantu di Belang Bebangka, Pegasing, Aceh Tengah. RS Regional ini tak terawat, pembangunannya tersendat-sendat, tidak ada disebutkan tahun berapa akan difungsikan.

Kini RS regional ini menjadi pembahasan. Pasalnya, teras bagian depannya ambruk. Tim Dirreskrimsus Polda sedang melakukan investigasi, mengumpulkan bahan. Berbagai pihak terkait yang ada hubungan dengan paket proyek ambruknya RS ini diminta keterangannya.

Hingga 10 November 2022, tim Reskrimsus Polda Aceh masih melakukan tugasnya di negeri penghasil kopi arabika terbaik dunia ini. Belum diketahui hasilnya, pihak Polda juga belum memberikan keterangan.

RS Regional Takengon yang ambruk pada Jumat (4/11/2022), merupakan RS rujukan yang dibangun secara bertahap sejak 2011 dan belum diketahui kapan akan dapat difungsikan. Sudah Rp168 miliar lebih dana dikucurkan ke sana.

Namun pembangunan fisiknya baru mencapai 31 persen, masih membutuhkan dana dan waktu untuk menyelesaikanya, hingga RS ini dapat difungsikan.

Catatan Waspada, walau pembangunannya sudah dilakukan lebih 12 tahun yang lalu, tidak setiap tahun ada pembangunan kegiatan proyek di sana. Ada kalanya tahun berselang baru ada anggaran untuk RS ini, dananya bersumber dari Otsus.

Mantan Kepala RSUD Datu Beru Takengon, dr. Hardi Yanis, ketika itu menjabat kepala RSU (2015) dalam penjelasannya kepada Waspada, sesuai dengan neraca tahun 2009, anggaran yang dibutuhkan untuk pembangunan RS Regional ini mencapai Rp120 miliar, belum lagi peralatan medis.

Kini, menurut Alfian, Kordinator LSM anti korupsi Masyarakat Transparansi Aceh (MatA), dalam penjelasannya kepada Waspada menyebutkan, kebutuhan anggaran RS ini mencapai Rp474,5 miliar.
Rincianya, kontruksi, DED, pengawasan Rp224,5 miliar, peralatan Rp50 miliar. Realisasi fisik per 5 Juli 2022 baru mencapai 31 persen.

Anggaran yang sudah digelontorkan 2013-2014 Rp15,8 miliar. Tahun 2016 -2022 Rp152,8 miliar, total anggaran Rp168,6 miliar, nilai ini belum termasuk tahun anggaran 2012 dan 2015, yang masih sulit didapatkan kejelasan anggarannya.

Namun, ada juga pelaksanaan proyek di anggaran tahun 2011 yang disebut-sebut sebagai pembangunan teras RS yang kini ambruk. Belum diketahui kepastia nya, apakah benar anggaran 2011 dan berapa nilai proyeknya.

Di saat hiruk pikuk pembahasan ambruknya teras RS Regional ini, ada pengakuan Bupati Aceh Tengah Shabela Abubakar yang mengejutkan. Dia mengakui sudah dua kali diminta Dinkes Aceh untuk menandatangani berita acara serah terima RS tersebut. Namun Shabela tetap menolaknya. Dalam keterangannya kepada media bupati menyebutkan, walau diminta tanda tangan serah terima atas permintaan Gubernur Aceh ketika dijabat Nova Iriansyah.

“Kepada Direktur RSUD Datu Beru saya sampaikan, dilihat dulu, bangunan seperti apa dan bagaimana, jangan langsung menerima,” sebut Bela.

Menurutnya, dia menolak karena pembangunannya tidak memiliki kejelasan mulai dari awal pembangunan, pelaksana dan perencanaan. “Sebagai kepala daerah, saya tidak pernah mengetahui siapa pelaksana kegiatan, sampai mana pekerjaan, bagaimana perencanaannya. Jadi tidak mungkin saya langsung menerima,” ujar bupati.

Demikian soal anggaran, dirinya mengakui tidak mengetahui jumlah total anggaran yang sudah plotkan untuk pembangunan RS Regional Bebangka, baik APBA atau dari APBK.

Usut Tuntas Demi Hukum
Soal tim Dirreskrimsus yang turun ke lapangan mengusut ambruknya RS Regional ini, Bupati Aceh Tengah mendukung sepenuhnya.

“Saya sangat mendukung pihak kepolisian mengusut ambruknya RS Regional Belang Bebangka, semoga bisa menjadi pelajaran, agar kasus seperti ini tidak terulang kembali,” kata Bupati Shabela Abubakar.

Sementara itu, Kordinator LSM anti korupsi Masyarakat Transparansi Aceh (MatA) Alfian, meminta APH (Aparat Penegak Hukum) tidak tebang pilih dalam menangani kasus tersebut.

Menurutnya, penanganan kasus ini harus ditangani dengan serius, karena ambruknya bangunan ini merupakan suatu barometer terhadap kualitas pengerjaan seluruh bangunan rumah sakit yang sudah menelan biaya ratusan miliar rupiah.

Pj Gubernur Aceh harus segera bertindak cepat, memerintahkan bawahannya untuk melakukan investigasi, terhadap kelayakan hasil pekerjaan yang sudah terealisasi pada gedung rumah sakit rujukan tersebut, pinta Alfian.

“Ini terkait keselamatan jiwa manusia, khususnya masyarakat Aceh Tengah dan sekitarnya, jika kualitas bangunan seperti ini, nanti akan ada korban jiwa. Maka Pemerintah Aceh saat ini harus dimintai pertanggung jawannya, oleh karena itu Pj Gubernur Aceh harus segera dengan cepat menangani masalah ini,” jelasnya.

Catatan Waspada yang sudah menurunkan tulisan RS Regional ini pada Agustus 2015, di mana usai pembangunan proyek, tidak dilanjutkan dengan perawatan. Sehingga disiram hujan dan terkena sengatan matahari, menjadi area bagaikan sarang hantu.

Tahun selanjutnya, bila ada anggaran untuk RS Regional ini, pembangunanya dilanjutkan sesuai dengan bestek proyek, namun bangunan yang sudah lama tetap dibiarkan tanpa ada kelanjutan perawatan.

Bagaimana kelanjutan dari sejarah ambruknya RS Regional ini, pihak tim Direskrimsus Polda Aceh yang melakukan investigasi di lapangan belum memberikan keterangan. Apakah ambruknya teras RS ini karena kesalahan manusia, dan anggaran tahun berapa? Ini yang belum ada penjelasan resmi.

WASPADA.id/Bahtiar Gayo

  • Bagikan