2024 Momentum Metamorfosis Indonesia

  • Bagikan

Ada dua momen penting yang akan disambut segenap rakyat Indonesia pada tahun 2024 mendatang. Keduanya adalah peresmian ibukota negara (IKN) baru Indonesia dan pelaksanaan pemilihan umum serentak. Kedua momen tersebut adalah momen penting mengingat keduanya akan menentukan arah gerak kehidupan berbangsa dan bernegara.

Jika berjalan dengan baik maka keduanya akan menjadi langkah awal yang positif, sebaliknya jika keduanya gagal atau bahkan salah satunya gagal maka hal tersebut akan berdampak buruk bagi perjalanan bangsa ini ke depannya.

Pemindahan ibukota negara dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur awalnya diumumkan presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2019 di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Tak lama berselang pengumuman itu segera disusul dengan sejumlah langkah strategis sebagai bentuk pelaksanaan, mulai dari penyiapan anggaran, penyiapan lahan, perencanaan teknis, sampai kepada pengangkatan Kepala Otoritas Ibukota Negara Baru.

Mengutip dari laman Kompas edisi 11 Februari 2022 serta dari Buku Saku Pemindahan Ibukota Negara, ada 6 alasan yang mendasari ijtihad pemerintah ini, yaitu:

Pertama, penduduk Pulau Jawa yang terlalu padat. Ya, berdasarkan Survey Penduduk Antar Sensus, Pulau Jawa setidaknya dihuni oleh 150,18 juta jiwa. Angka itu senilai dengan 56,56% penduduk Indonesia. Tentu saja harus ada langkah strategis untuk mengurai kepadatan penduduk tersebut.

Kedua, menumbuhkan ekonomi di luar Jawa. Data BPS menjukkan bahwa pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa menyumbangkan 59% kontribusi terhadap PDB Indonesia.

Ketiga, krisis air bersih. Kementerian PUPR pada tahun 2016 merilis data bahwa terjadi krisis air bersih di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Timur dan Jabodetabek. Hal ini dalam jangka panjang pasti akan berdampak buruk bagi masyarakat dan tentu saja bagi pemerintah;

Keempat, pulau Jawa mengalami konversi lahan dalam skala besar. Hal ini terjadi akibat pertumbuhan industri dan pertumbuhan penduduk yang membutuhkan hunian atau properti.

Kelima, urbanisasi sangat tinggi di Pulau Jawa. Urbanisasi adalah ujung simbul rantai lingkaran setan mulai dari pedatan penduduk, terpusatnya pertumbuhan ekobomi, dan krisis air bersih di Pulau Jawa.

Keenam, pulau Jawa rentan bencana. Selain memiliki banyak gunung berapi aktif, pulau Jawa juga rentan terhadap terjadinya banjir, tanah longsor, dan gempa bumi.

Merujuk pada ke enam poin di atas maka sesungguhnya Ibukota Baru Negara adalah sebuah langkah yang sangat beralasan. Pemerintah sendiri menargetkan Ibukota Negara Baru untuk diresmikan pada tanggal 17 Agustus 2024 yang bertepatan pada peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia itu artinya kementerian terkait hanya memiliki waktu efektif selama 2 tahun untuk menyiapkan seluruh sarana dan prasarana yang dibutuhkan di IKN baru.

Di sisi lain, tahun 2024 juga diisi dengan agenda besar yaitu pesta demokrasi yang akan digelar serentak dengan tidak hanya berisi pemilihan presiden tetapi juga pemilihan kepala daerah. Dari sisi perencanaan pembangunan, pemilu serentak ini merupakan satu langkah positif untuk membangun keselarasan pembangunan mulai dari daerah sampai ke pusat.

Dokumen perencanaan pembangunan akan menemukan benang merahnya yang selama ini kerap menjadi bahan perdebatan antara pemerintah pusat dan daerah. Visi dan misi calon kepala negara akan menjadi rujukan pembangunan secara umum sementara visi dan misi calon kepala daerah akan menjadi referensi utama sekaligus menjadi kompilasi langkah strategis untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Baik pemindahan ibukota negara maupun pemilihan serentak pada tentu menjadi diskursus yang tidak pernah selesai untuk dibicarakan. Pasalnya kedua hal tersebut bertemu di persimpangan yang sama yaitu tahun 2024. Ada kelompok yang mendukung dan adapula kelompok yang menolak. Kelompok yang mendukung tentu saja menggunakan alasan yang kuat.

Selain alasan 6 faktor yang tadi disebutkan di awal, kelompok ini juga menggunakan alasan idelogis yaitu menghilangkan jawasentris dalam arti identitas nasional. Terlebih lagi pembangunan IKN telah melewati tahapan demokratis dan teknokratis, dan itu dibuktikan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN. Artinya keputusan pembangunan IKN sudah memiliki dasar hukum yang kuat. Karenanya IKN harus tetap dilanjutkan bahkan oleh pemerintahan baru yang akan lahir di tahun 2024 mendatang.

Jika tidak, maka yang terjadi adalah inkonsistensi perencanaan pembangunan. Infrastruktur Ibukota Negara yang telah dibangun akan menjadi proyek mangkrak yang sia-sia. Dan dari sisi investasi pemerintah akan dinilai tidak konsisten dan tidak berkomitmen terhadap iklim investasi.

Sementara kelompok yang menolak berpandangan bahwa IKN hanya sebuah komoditi politik. Alasannya antara lain adalah harena penetapan tanggal peresmian pada 17 Agustus 2024 yang notabene tahun politik hanya akan menjadikan IKN dikenang sebagai warisan politik pemerintahan yang tengah berkuasa dan pada akhirnya menjadi tagline partai politik penguasa pada kampanye 2024.

Selain itu proyek ini menelan anggaran yang luar biasa yang ironisnya terjadi di saat Kita masih berjuang menghadapi pemulihan ekonomi khususnya pasca pandemi covid-19. Sehingga sikap pemerintah yang tetap memaksakan pemindahan Ibukota ini disinyalir sarat dengan kepentingan politik semata.

Terlepas dari perdebatan yang terus terjadi, ada esensi yang seharusnya bisa ditangkap oleh segenap bangsa Indonesia terkait tahun 2024, yaitu: pertama, pemindahan IKN dan pemilu serentak seharusnya dijadikan momen pemantapan ideologi nasional. Karena terjadi regenerasi energi yang besar pada waktu bersamaan. Regenerasi itu berasal dari peresmian ikon negara baru dan pelantikan para pemimpin bangsa baik di level nasional maupun daerah.

Kedua, muncul perspektif baru terhadap Indonesia. Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini Indonesia kerap dipandang dengan Pulau Jawa atau bagian barat sebagai fokus utama. IKN baru akan merubah pandangan tersebut dan tentu persepektif baru itu akan semakin kuat dengan kepemimpinan baru. Ketiga, merujuk pada kurva “S” Sigmoid, perubahan sebuah organisasi adalah sebuah keniscayaan.

Jika tidak maka organisasi tidak akan sanggup merespon tuntutan zaman. Termasuk organisasi politik bernama negara. Karena itu pemindahan ibukota adalah langkah strategis untuk mencegah berbaliknya kurva Sigmoid organisasi Indonesia ini. Terakhir, baik IKN maupun pemilu serentak harus selalu dianalisis dengan astagrata (ideologi, politik, ekonomi, sosial, pertahanan, kependudukan, wilayah, dan lingkungan). Dengan menggunakan analisis astagrata maka semua perdebatan yang terjadi tidak akan bernilai konflik tetapi justru akan bernilai mufakat yang konstruktif.

Kita semua berharap tahun 2024 akan menjadi momen metamorphosis atau perubahan negara ini menjadi lebih baik, lebih kuat, dan lebih sejahtera. Terlepas dari semua perbedaan pandangan atau kelompok, pemidahan ibukota adalah sebuah perubahan, dan perubahan itu sendiri sangat Kita butuhkan demi kelangsungan Indonesia. WASPADA

Penulis adalah; Mukhtar Hadi, SSTP, Firmanudin, S.Pd, Rusni Devi A.Manullang, SSTP, MM, Drh. Ikhwan Jamil, M.Si, M.Dede Winata, SSTP, Supriman Juliansyah, S.Pi, Fakhrurrazi Syamsuyar, S. STP, Daswan, S.Pd.I, Erdian Mourny, SSTP, M.Ec.Dev Cakra Agie Winapati, SIP, M.Ec.Dev.

.

  • Bagikan