Mendagri Minta Pemda Pantau Harga Barang-Jasa Jelang Idul Adha

  • Bagikan
Mendagri Minta Pemda Pantau Harga Barang-Jasa Jelang Idul Adha

JAKARTA (Waspada): Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengimbau pemerintah mewaspadai perubahan pola permintaan (demand) barang dan jasa jelang perayaan Idul Adha. Ia meminta pemerintah daerah (pemda) memantau harga barang dan jasa di wilayah masing-masing.

“Kita akan menghadapi hari besar, sebentar lagi Idul Adha tanggal 28 atau 29 Juni, 9 atau 10 hari lagi. Ini pasti akan mengubah pola permintaan, demand, sehingga juga akan dapat mengubah keadaan harga barang dan jasa,” ujar Mendagri Tito saat Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah yang berlangsung secara hybrid dari Gedung Sasana Bhakti Praja (SBP) Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Senin (19/6/2023).

Dikatakan Tito, semua pihak harus dapat mengantisipasi lonjakan harga, terutama hari-hari besar seperti hari raya Idul Adha, sehingga tetap menjaga stabilitas harga-harga dan juga jasa.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan) saat ini jumlah ketersediaan hewan kurban baik sapi maupun kambing secara keseluruhan mencapai 2,7 juta ekor. Sedangkan jumlah hewan kurban yang diperlukan hanya sekitar 1,7 juta ekor. Dengan demikian, dapat disimpulkan stok hewan kurban untuk perayaan Iduladha tahun ini mengalami surplus.

“Jadi, prinsipnya cukup cuma permasalahannya ketersebarannya yang kita tidak tahu, mungkin ada daerah-daerah yang mungkin minus, mungkin, tidak semua sama kadang-kadang secara nasional,” jelasnya.

Karena itu, Mendagri Tito menekankan kepada pemerintah daerah (Pemda) agar memperhatikan dan menghitung jumlah hewan kurban yang dibutuhkan saat perayaan Iduladha berlangsung.

“Mungkin menjadi perhatian rekan- rekan kepala daerah untuk menghitung jumlah sapi, kerbau, kambing, domba. Dinas pertanian terutama, ini di tiap-tiap kabupaten kota dan provinsi, berapa kebutuhannya dan berapa yang tersedia,” tuturnya.

Untuk masalah pendistribusian hewan kurban, Mendagri mengimbau agar dibangun kerja sama yang baik antar daerah dan pengusaha ternak. Hal ini sebagai upaya agar nantinya tercipta jalur pendistribusian hewan ternak dengan benar.

“Sehingga nanti bisa mendorong kerja sama antardaerah memberitahu pengusaha peternak untuk mengambil dari daerah-daerah yang surplus ke daerah yang defisit,” ungkapnya.

Di lain sisi, Mendagri meminta Pemda mewaspadai penyakit mulut dan kuku (PMK) yang dapat menyerang hewan kurban.

“Intinya bahwa untuk Idul Adha ini kita perlu mengatensi hewan kurban yang berpenyakit, karena masih ada penyakit mulut dan kuku di 17 provinsi yang belum sembuh itu adalah sebesar 20.029 ekor, jadi jangan sampai nanti jadi kurban kemudian bermasalah,” katanya.

Mendagri juga mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk lebih jeli dan berhati-hati dalam melihat kesehatan hewan kurban yang ingin disembelih.

“Penyakit kulit ini yang terjadi di Pulau Jawa, ini supaya tidak kemudian menyebar penyakitnya, kalau dijadikan hewan kurban, disatukan dengan yang lain bisa menjadi masalah juga,” tegasnya.

Mendagri Tito juga mengimbau kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (Pemda) agar mewaspadai perubahan pola permintaan atau demand barang dan jasa yang terjadi di masyarakat. Mendagri meminta Pemda untuk terus memantau harga barang dan jasa di wilayah masing-masing.

Jika dilihat dari sisi penyumbang angka inflasi, Mendagri menjelaskan, pola konsumsi hari raya Idulfitri dinilai masih lebih tinggi dibanding Iduladha. Bahkan berdasarkan pengalaman, penyumbang inflasi pada perayaan Iduladha tetap pada komoditas harga cabai dan bawang merah.

“Pengalaman tahun-tahun lalu yang dominan penyumbang inflasi pada perayaan Iduladha tetap pada komoditas cabai dan bawang merah,” jelasnya.

Namun demikian, dalam pandangan Mendagri harga hewan kurban seperti sapi dan kambing masih perlu diwaspadai karena selalu ada kenaikan dari tahun ke tahun.

“Memang perlu diwaspadai harga sapi dan kambing hidup selalu naik dari tahun 2019 ke tahun 2022, meskipun ini memang bersifat temporer,” imbuhnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Direktur Statistik Harga Badan Pusat Statistik (BPS) Windhiarso Ponco Adi Putranto mengungkapkan berdasarkan data BPS terjadi inflasi barang dan jasa secara umum pada momen perayaan Idul Adha tahun 2019, 2021, dan 2022. Sedangkan di tahun 2020 justru terjadi deflasi.

Ia menambahkan cabai rawit dan cabai merah dominan menyumbang andil inflasi perayaan Idul Adha pada 2019, 2021, dan 2022. “Untuk penyumbang inflasi Idul Adha (tahun ini) masih kita lihat,” tambahnya.

Menurut Windhiarso, secara umum harga komoditas cabai merah dan cabai rawit menunjukkan peningkatan di momentum Idul Adha. Baik di level pedesaan, perdagangan besar, maupun konsumen. Ia memprediksi hal ini dipicu oleh faktor musiman atau cuaca dan tingginya permintaan momen besar hari raya Idul Adha.

“April turun tapi kita lihat di bulan Mei, Juni ini pasokannya sudah mulai banyak atau belum sehingga kita lihat apakah cabai rawit dan merah dan daging sapi akan menyumbangkan inflasi di bulan Juni ini,” pungkasnya.(J02)

  • Bagikan