Wandani Gelar Seminar Pencegahan Kekerasan Seksual

  • Bagikan
Wandani Gelar Seminar Pencegahan Kekerasan Seksual

JAKARTA (Waspada): Masih banyaknya kasus kekerasan seksual, khususnya pada perempuan dan anak, menjadi perhatian penting bagi Wanita Theravada Indonesia (Wandani). Untuk itu, Wandani menggelar seminar tentang sosialisasi pencegahan kekerasan seksual bertajuk ‘Jaga Dia Aman, We Stand with Sexual Violence Victims’ di Aula HM Rasjidi, Kementerian Agama, Jakarta, Sabtu (2/12/2023).

Kegiatan yang didukung Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha Kemenag itu, dibuka langsung oleh Ketua Dharma Wanita Persatuan Unit Pelaksana Ditjen Bimas Buddha Ariyati Kartini. Hadir sebagai nara sumber, Ketua Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak Wandani, Leny Viola dan Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani.

Ketua Dharma Wanita Persatuan Unit Pelaksana Ditjen Bimas Buddha Ariyati Kartini dalam sambutannya mengatakan, menyambut baik acara ini yang mengangkat persoalan tentang pencegahan kekerasan seksual. Karena persoalan ini bisa terjadi di manapun tanpa memandang gender, maka sudah seharusnya perlu untuk terus disosialisasikan upaya pencegahannya.

Dia mengatakan, beberapa kasus kekerasan seksual terjadi di berbagai daerah. Seperti yang terjadi di Deli Serdang, Sumatera Utara, dimana kepala sekolah melakukan pencabulan terhadap siswanya. Ada juga kasus mahasiswa di Makassar, Sulawesi Utara, yang melecehkan teman KKN-nya.

“Kejadian ini bukan hanya terjadi pada perempuan bahkan bisa terjadi pada kaum laki laki. Kasus kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang bisa terjadi pada setiap gender, berbagai lapisan usia, dan di ranah manapun, baik di ruang nyata atau di ruang maya, dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, lingkup pendidikan, organisasi dan publik,” ujar wanita yang akrab disapa Ariyati.

Saat ini, lanjut Ariyati, Pemerintah memberi perhatian yang sangat serius untuk mengatasi hal ini dengan mengeluarkan beberapa kebijakan seperti UU Nomor 12 tahun 2022 yang menyatakan bahwa kita semua bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada lingkup pendidikan. Hal itu juga diatur dalam permendikbud nomor 30 tahun 2022. Sedangkan lingkup keagamaan diatur dalam peraturan Menteri agama nomor 73 tahun 2021.

Dia menambahkan, pemahaman yan baik terhadap berbagai tindak perilaku wajib dimengerti, agar kekerasan seksual tidak terjadi baik di lingkup keluarga, sekolah, organisasi, ataupun masyarakat sekitar. Kita, lanjut Ariyati, harus mengendalikan diri yang baik atas ucapan dan tindakan yang mungkin kita anggap sebagai candaan tapi belum tentu diterima dengan baik oleh orang Iain.

Sebagaimana Guru Buddha mengajarkan dalam Dosa akusala Kamma bahwa salah satu perbuatan kamma buruk ialah perilaku seksual menyimpang Pepatah bijak mengatakan mencegah lebih baik
daripada mengobati. Maka Upaya pencegahan melalui kegiatan seminar ini menjadi sangat penting untuk diikuti dengan baik oleh kita semua. Karena sekecil apapun peran yang kita lakukan akan memberikan dampak yang mengurangi atau bahkan menghilangkan kekerasan seksual.

“Karena itu sekali Iagi saya mengapresiasi atas kepedulian Wanita Theravada Indonesia bersama organisasi keagamaan lainnya dalam upayanya untuk mengedukasi komunitasnya dalam pencegahan kekerasan seksual,” tandas Ariyati.

Ariyati berharap seminar ini dapat meningkatkan kesadaran dan pemahaman kita tentang kekerasan seksual di lingkungan sekitar, terutama di lingkunagan organisasi agama Buddha dan institusi Pendidikan agama Buddha.

Terkait terbentuknya Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak di organisasi Wandani, Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani mengucapkan selamat. Hal ini menjadi langkah baik dan Komisi Perempuan siap menjadi mitra.

“Komnas Perempuan siap mendukung untuk penguatan kapasitas, kqmpanye atau pendampingan penangani kasus, misalnya,” kata Tiasri.

Ketua Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak Wandani, Leny Viola mengatakan, seminar ini bertujuan membangkitkan kesadaran kaum perempuan untuk membela sesama perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual. Selama ini, Leny melihat banyak kasus-kasus kekerasan seksual pada perempuan yang justeru menyalahkan korban.

“Hal itu menjadi keprihatinan tersendiri bagi Wandani, makanya dibentuklah divisi terkait perlindungan perempuan dan anak,” kata Leny seraya menyatakan kalau divisinya dibentuk akhir 2021 lalu.

Ke depannya, lanjut Leny, pihaknya akan mengupayakan supaya korban kekerasan seksual berani berbicara. Sebab dia menyadari  bahwa kasus yang ada adalah fenomena gunung es. Artinya, yang terjadi bisa saja lebih banyak ketimbang yang dilaporkan.

“Karena itu nanti Wandani akan membuat link tersendiri supaya korban kekerasan, khususnya dari kalangan masyarakat Buddhis bisa lebih leluasa melapor,” imbuh Leny. (J02)

  • Bagikan