Alangkah Lucunya Negeriku

  • Bagikan

Oleh Effan Zulfiqar Harahap

Semua yang terjadi di negeriku ini mengingatkan saya dengan film drama komedi satire Alangah Lucunya (Negeri ini). Apa yang terjadi sebenarnya bukal hal lucu dan tidak layak ditertawakan seperti dalam film tersebut

Dalam tiga bulan terakhir berbagai peristiwa terjadi di negeri ini yang sepertinya melawan akal sehat publik. Mulai dari kebijakan pemerintah yang terasa aneh dan tidak berpihak terhadap kondisi sulit yang sedang dihadapi masyarakat. Ada juga pernyataan pejabat Negara sekelas Menteri yang kotroversial, membuat gaduh dan memunculkan polemik yang berkepanjangan.

Misalnya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) di tengah keterbatasan anggaran dan belum pulihnya ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19. Bukan keputusan yang bijak. Pemindahan IKN yang menyedot APBN tak sedikit sebenarnya bukan sesuatu yang bersifat darurat dan urgen. Seolah memindahkan IKN seperti pindah rumah kontrakan.

Parahnya, di tengah pro dan kontra pemindahan IKN terjadi kelangkaan minyak goreng kemasan. Gonjang ganjing permasalahn ini sudah terjadi sejak Okober 2021 tanpa penyelesaian tuntas. Anehnya, disaat terjadi kelangkaan itu wacana penundaan Pemilu dan berpanjagan masa jabatan Presiden ramai digelorakan sejumlah elit partai politik dan pemerintah.

Lucunya setelah terjadi kelangkaan dan pemerintah menetapkan HET, minyak goreng kemasan raib dari supermarket dan pasar-pasar tradisional. Tapi begitu HET dicabut stok minyak goreng melimpah dengan harga yang meroket Rp 45 ribu perdua liter, jauh dari harga sebelumnya. Hanya minyak goreng curah yang kualitasnya di bawah minyak kemasan yang disubsidi pemerintah.

Setali tiga uang, minyak goreng curah juga stoknya minim di pasaran dan kalaupun ada dijual dengan harga di atas HET. Sebelumnya HET yang ditetapkan Rp14 ribu perliter. Di pasar tradisonal harganya melonjak di tingkat pedagang/pengecer menjadi Rp 20-22 ribu perliter dan langkah pula. Alasannya karena pedagang/pengecer tidak langsung mendapatkan minyak goreng harus melalui distributor/agen lagi.

Aneh bin ajaib. Minyak goreng yang sebelumnya raib, begitu HET dicabut stoknya langsung melimpah. Artinya ada kesengajaan pihak tertetu menimbun/menyimpan minyak goreng ketika harga dipatok sesuai HET. Akal sehat kita jelas mengatakan ada spekulan/mafia yang sengaja bermain untuk meraup keuntungan besar dan publik jelas mencium perilaku jahat tersebut.

Adanya permainan mafia diakui sendiri oleh Mendag Muhammad Lutfi ketika melakukan rapat kerja dengan DPR pada Kamis, 17 Maret 2022. Meskipun Ia menggunakan kata “menduga” ada mafia dan spekulan yang menyebabkan minyak goreng kemasan sempat langka. Dan menurutnya, pemerintah tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk menindak praktik tersebut.

Bahkan saat Mendag bingung soal minyak goreng yang bisa hilang seperti hantu. Dalam salah satu kesempatan bertemu ibu-ibu di pasar. Ia malah balik bertanya ke ibu-ibu dengan mengatakan seperti ini: “Mending mana. Murah tapi barang kosong atau mahal sedikit tapi stok banyak”. Pertanyaan yang sama sekali tidak lucu. Sudah pasti orang milih stok banyak dengan harga yang murah.

Harusnya pemerintah tidak begitu saja melepaskan harga miyak goreng kepada mekanisme pasar. Tapi mengaturnya agar bisa terkendali sesuai dengan daya beli masyarakat. Ini malah dengan entengnya melepaskan tanggungjawabnya. Padahal itu menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak yang tak ada kaitan dengan soal merebus, membakar dan mengkukus.

Pemerintah sepertinya tidak mempunyai kemampuan melawan para mafia minyak goreng. meskipun punya instrument untuk melawannya. Apa mau dikataka lagi. Kini harga minyak goreng kemasan per dua liter menjadi Rp47 ribu. Kondisi ini jelas memicu kepanikan di kalangan masyarakat karena harga kebutuhan pokok lain juga mulai merangkak naik menjelang bulan puasa.

Kabar terakhir Mabes Polri menyatakan, belum menemukan adanya indikasi keberadaan mafia minyak goreng

plus nama-mana tersangkanya. Sebagaimana sebelumnya disebutkan Mendag soal adanya mafia minyak goreng ketika bertemu dengan DPR bahkan mengaku sudah punya nama pelakunya. Malah Mabes Polri menyuruh balik tanya Kemendag masalah tersebut.

Makin Lucu Jadinya

Aneh, Indonesia sebagai penghasil CPO yang memasok pasar global sebanyak 44,5 juta metric ton (58 persen) yang berasal dari 14,858 jt ha kebun sawit. Dan sedang terjadi kenaikan harga komoditas dunia, termasuk sawit di dalamanya. Seharusnya konsumen minyak goreng ikut menikmatinya. Faktanya hanya pemilik perkebunan sawit dan produsen CPO yang diutungkan dan masyarakat hanya mendapatkan nestapa.

Bahwa di Negeri ini ada enama konglomerat terkaya yang menguasai industri sawit mulai dari hulu sampai ke hilir. Pubik sudah tahu betul bendera perusahaannya, termasuk merek dagang minyak goreng kemasan yang diproduksi. Bukankah mereka menanam sawit di lahan yang bukan miliknya tapi sepenuhnya dikuasai oleh Negara. Mereka hanya punya Hak Guna Usaha saja.

Dulu terjadi kelangkaan dan sekarang stok melimpah dengan harga selangit. Ini mengindikasikan gagalnya pemerintah memenuhi kebutuhan rakyatnya. Pemerintah kalah telak dengan permainan mafia/kartel minyak goreng. Lalu bila pemerintah sudah dianggap gagal dalam menstabilkan harga miyak goreng? Bagaimana mungkin Pemilu hendak ditunda dan minta perpanjangan masa jabatan presiden pula? Sangat berlebihan dan norak.

Mengurus pengendalian minyak goreng saja sudah tak mampu masak mau minta Pemilu ditunda plus perpanjangan masa jabatan Presdien. Logikanya dimana? Harusnya kalau sudah gagal segera mengibarkan bendera kekalahan.

Ini malah minta penundaan Pemilu yang katanya didukung 110 juta orang dari alam gaib. Termasuk perpanjangan masa jabatan Presiden yang katanya juga permintaan rakyat berdasarkan hasil survei kepuasan publik yang mencapai 73 persen.

Bila hal tersebut dijadikan patokan untuk menunda Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden. Jelas merupakan kesimpulan yang keliru dan absurd. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diakhir masa jabatannya pada 2012, tingkat kepuasan masyarakat berada di atas 75 persen. Tapi tidak serta memunculkan wacana perpanjangan masa jabatan SBY. Apalagi memunculkan isu liar penundaan Pemilu waktu itu.

Dari pada terus menggelorakan penundaan Pemilu dan perpanjangan priode masa jabatan Presiden lebih elok jika Pemerintah mengendalikan kebutuhan pokok yang indikasinya mulai merangkak naik di pasaran. Kita sudahi saja perdebatan yang tidak produktif itu. Lebih baik semua energi bangsa ini difokuskan pada hal-hal yang bermamfaat bagi kepentingan hajat hidup orang banyak.

Hampir lupa dalam dua minggu terakhir ini di Sumatera dan Sulawesi sedang terjadi antrian panjang kendaraan mengisi BBM solor di SPBU. Antrian panjang bisa terjadi lebih dari satu hari. Diduga penyebab karena harga solar non subsidi dexlite yang sudah naik tiga kali sehingga pemilik kenderaan ramai-ramai beralih ke solar subsidi. Herannya mobil mewah juga ikut antrian solar subsidi,

Negeri ini memang sepertinya sedang berada dalam krisis kepemimpinan. Ada Menteri yang kerja sendiri melawan mafia minyak goreng dan mengaku tidak bisa melawannya. Sementara ada menteri yang super sibuk wara wiri membangun opini soal urgennya penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden yang tidak ada kaitannya dengan tugasnya. Ada menteri bersikukuh bilang pemerintah menolak penundaan Pemilu tapi sikapnya kerap tidak konsisten.

Semua yang terjadi di negeriku ini mengingatkan saya dengan film drama komedi satire Alangah Lucunya (Negeri ini). Film yang dirilis April 2010 disutradari aktor kawakan Deddi Mizwar.

Apa yang terjadi sebenarnya bukal hal lucu dan tidak layak ditertawakan seperti dalam film tersebut. Tapi akhirnya harus dijadikan bahan tertawaan. Karena terasa konyol, absurd dan norak. Publik memang hanya bisa sebatas tertawa melihat semua kelucuan yang terjadi.

Penulis adalah Kepala Pusat Studi Otonomi Daerah dan KebijakanPublik Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan – Kota Padangsidimpuan.

  • Bagikan