Analisa Pengelolaan Terumbu Karang Pada Kawasan Konservasi Perairan Sawo-Lahewa Nias Sekitarnya

  • Bagikan
Analisa Pengelolaan Terumbu Karang Pada Kawasan Konservasi Perairan Sawo-Lahewa Nias Sekitarnya

Oleh Zufriwandi Siregar

Kabupaten Nias Utara merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Nias yang diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Undang Undang No. 45 Tahun 2008. Kabupaten ini terdiri dari 11 (sebelas) kecamatan saat itu. Sebagai upaya perlindungan sumberdaya perairan di Kabupaten Nias Utara maka dibentuklah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) berdasarkan Surat Keputusan Bupati No. 050/139/K/2007.

Pemekaran Kabupaten Nias menjadi beberapa kabupaten atau kota lainnya yang berdampak pada perubahan sistem pemerintahan menyebabkan Kawasan Konservasi terabaikan sehingga pada tahun 2014 disusunlah Review Kawasan Konservasi yang dilaksanakan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Utara bekerjasama dengan Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 54/KEPMEN-KP/2017 tentang Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara seluas 44.939,22 Ha. Kawasan konservasi tersebut terdiri dari 5 (lima) area dan mempunyai 4 (empat) zona, yaitu zona inti, zona pemanfaatan, zona perikanan berkelanjutan, dan zona lainnya.

Pembentukan kawasan konservasi dilakukan dalam rangka melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan potensi perikanan dan habitat penting seperti terumbu karang, mangrove, dan lamun serta spesies penting seperti penyu, lumba-lumba, pari manta, napoleon, lola, dugong, kima, hiu paus, bambu laut, akar bahar, kepala kambing, triton terompet, teripang, dan nautilus berongga, serta untuk mendukung upaya pengembangan wisata perairan dan rekreasi.
Setelah Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara ditetapkan oleh Menteri, maka Pemerintah Daerah diwajibkan segera melakukan pengelolaan Kawasan konservasi sebagaimana termuat dalam Diktum Kelima Perikanan Nomor 54/KEPMEN-KP/2017 yaitu “menunjuk Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara untuk melakukan pengelolaan Taman Wisata Perairan Sawo-Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara.” Kawasan konservasi diharapkan dapat operasional dan dikelola efektif secara berkelanjutan.

Mendengar kata Konservasi, pikiran kita biasanya langsung terafiliasi dengan perlindungan, pelarangan dan lain sebagainya. Kawasan konverasi masih sering dianalogikan dengan “restriction zone”, kawasan terbatas yang tidak bisa dilalui, dimasuki atau dimanfaatkan (no trespassing zone). Seringkali ada keengganan menetapkan kawasan konservasi karena dianggap membatasi berbagai kegiatan manusia. Namun Peraturan Pemerintah Nomor. 60/2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan dan Peraturan Pemerintah No. 32/2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut secara eksplisit memberikan kesempatan untuk pemanfaatan lain selain perlindungan. Selain zona inti, orang masih bisa menangkap ikan, menyelam dan kegiatan lain secara terbatas di berkegiatan sosial ekonomi, baik pemanfaatan sumber perairan maupun jasa lingkungan.

Zonasi ruang laut diatur sesuai peruntukannya. Daerah memiliki kewenangan menata dan mengelola perairan laut pedalaman, kepulauan dan perairan teritorial sepanjang 12 mil ke arah laut dari garis pantai. RZWP3K adalah dokumen jangka panjang yang mengatur dan menata pengelolaan ruang laut termasuk kawasan konservasi. Sebagaimana amanah UU No. 23/2014 tentang Pemda, UU No. 32/2014 tentang Kelautan, UU No. 27/2007 jo UU No. 1/2014 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta PP No. 32/2019 tentang Rencana Tata Ruang Laut, penataan dan pengelolaan ruang laut adalah upaya untuk melindungi, melestarikan, memelihara dan memanfaatkan ekosistem laut. Kawasan ini mencakup perairan laut, padang lamun, terumbu karang, mangrove, hingga estuary (muara sungai).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zufriwandi Siregar Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara di bawah bimbingan Prof. Dr. Ing. Ternala A. Barus, M.Sc selaku pembimbing I, Dr. T. Alief Aththorick, S.Si, M.Si selaku pembimbing II, Prof. Ir. Rahmawaty, S, Hut, M.Si, Ph.D, IPU selaku pembanding I dan Dr. Zulkifli Lubis, M.Si selaku pembanding II dengan Judul Analisa Pengelolaan Terumbu Karang pada Kawasan Konservasi Perairan Sawo-Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode RAPISH.

Analisa Pengembangan metode Rapid Appraisal for Fisheries (RAPFISH) yang mulai diperkenalkan oleh Fisheries Center, University of Columbia di tahun 1999 sa at ini telah banyak dilakukan di berbagai negara. RAPFISH sebagai suatu metode untuk mengukur dan menggambarkan kondisi lestari sumberdaya kelautan dan perikanan di suatu tempat atau wilayah masih tetap aktual untuk dilakukan di Indonesia. Masih relevannya penggunaan analisis RAPFISH di Indonesia dikarenakan data-data aktual yang menggambarkan kondisi wilayah pengelolaan perairan di Indonesia masih sangat minim. Di sisi lain kebutuhan akan pengelolaan yang berkelanjutan atas wilayah tersebut semakin mendesak. Upaya pengembangan metode RAPFISH yang sesuai dengan kondisi kelautan dan perikanan di Indonesia. Kesesuaian metode RAPFISH ini diharapkan dapat menggambarkan dengan cepat dan akurat suatu kondisi pemanfaatan dan pengelolaan kelautan dan perikanan di suatu wilayah, sehingga dapat digunakan sebagai indikator kriteria pembangunan berkelanjutan kelautan dan perikanan di Indonesia.

Dalam penelitian ini ada 4 dimensi yang dilakukan dalam Analisa pengelolaan terumbu karang dnegan metode RAPISH yaitu Dimensi Ekologi, Dimensi Ekonomi, Dimensi Sosial dan Dimensi Kelembagaan. Berdasarkan hasil survey lapangan dengan pengambilan data ekologi karang diperoleh data sebagai berikut rata-rata persen tutupan karang sebesar 26,65 % dengan kategori “Sedang”, kelimpahan ikan rata-rata sebesar 98 individu/350 m2 dengan kategori “kurang melimpah” dan kelimpahan koloni anakan karang sebanyak 10,23 koloni/m2 dengan kategoi “sangat tinggi”, kelimpahan meganbenthos sebanyak 246 individu/m2 dengan hasil kualitas perairan yang baik.

Hasil dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi social dan dimensi Lembaga diperoleh data pengelolaan ekosistem terumbu karang di kawasan KKPD TWP Sawo Lahewa memiliki status kurang berkelanjutan (49.56). Dimensi ekologi berada pada kategori yang cukup berkelanjutan dengan nilai indeks paling tinggi yaitu 76.22 %. Dimensi Sosial masyarakat masyarakat berada pada kategori yang cukup berkelanjutan dengan nilai indeks sebesar 58.59%, dimensi kelembagaan memiliki nilai indeks sebesar 50.59% dengan kategori cukup berkelanjutan sedangkan dimensi ekonomi memiliki nilai indeks terendah sebesar 39.56% dengan kategori kurang berkelanjutan. 

Dilihat dari hasil penelitian tersebut pada tahun 2022 telah dilakukan penilaian E-KKP3K untuk Kawasan Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara oleh tim Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Untuk menyeragamkan penilaian E-KKP3K dengan penilaian Evika, maka dilakukan konversi nilai. Berdasarkan hasil konversi E-KKP3K Tahun 2022 ke Evika, didapatkan hasil nilai efektivitas untuk pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Sawo Lahewa dan Perairan Sekitarnya Kabupaten Nias Utara di Provinsi Sumatera Utara sebesar 22,59% dengan status perunggu (dikelola minimum).

Dari hasil tersebut strategi pengelolaan ekosistem terumbu karang yang dapat dilakukan pada masing setiap dimensi adalah sebagai berikut melakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem terumbu karang, membuat rencana pengelolaan terumbu karang secara secara terstruktur dan terorganisir, memberikan beberapa sarana dan prasarana penangkapan ikan yang tidak merusak lingkungan, melakukan pengembangan dan pembinaan kelembagan terhadap usaha perikanan di pesisir, pendampingan, penelitian dan pelatihan dan pengembangan infrastruktur dan melakukan sosialisasi dan pemahaman orang tua akan pentingnya pendidikan, memperbaiki teknologi dan sumber akses informasi yang masih sangat minim di tingkat Pendidikan, membangun jejaring dengan LSM/NGO lokal atau international untuk saling berkerjasama dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan. Inilah beberapa strategi yang harus dilakukan untuk dapat meningkatkan status keberlanjutan kawasan konservasi perairan tersebut
Dengan analisa tersebut kita dapat memperbaiki pengelolaan kawasan konservasi perairan tersebut dimana pengelolaan kawasan konservasi sangat penting terutama bagi sektor perikanan. Ikan adalah biota perairan yang sangat tergantung dengan kondisi ekosistemnya. Keduanya saling membutuhkan, simbosis mutualisme. Bagi ikan, ekosistem terumbu karang, mangrove maupun padang lamun adalah tempat mencari makanan, bersembunyi atau untuk memelihara anak-anaknya. Melimpahnya jumlah spesies ikan di pesisir tergantung kesehatan ekosistem ini. Sebaliknya bagi ekosistem pesisir, ikan berperan penting dalam menetralisir kelimpahan nutrien atau partikel sedimen terlarut di badan air. 

Bagi sektor pariwisata bahari, konservasi perairan menjadi berkah tersendiri. Semakin baik kondisi ekosistem perairan maka atraksi bawah laut kian menyenangkan bagi para penyelam maupun yang sekadar snorkeling. Air laut yang jernih dengan berbagai jenis karang hidup yang berwarna warni serta berbagai jenis ikan tentu sangat menarik. Penetapan kawasan konservasi bisa memaksimalkan berbagai kegiatan wisata bahari. Penyelam akan tahu dimana zona yang diperbolehkan menyelam dan mana yang tidak. Jalur perahupun (katamaran, dll) juga bisa teratur agar tidak tumplek ublek di perairan yang sempit. Semakin baik pengelolaan kawasan konservasi perairan semakin baik semakin besar manfaatnya dan keberlanjutannya. Terumbu Karang Sehat, Ikan berlimpah Masyarakat Sejahtera
 
 

Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara
 

  • Bagikan