Apa Masalah Di Ukraina ?

  • Bagikan

Oleh Siuaji Raja

Mari kita coba teliti apa yang menjadikan masalah konflik di Ukraina jadi liar seperti yang kita lihat saat ini. Kita tengok tiga aspek tinjauan yang saling mengkait untuk mencoba memahami pertikaian ini secara umum

Uni Soviet secara resmi bubar pada tanggal 26 Desember 1991, ketika Ukraina, Belorussia dan Rusia sebagai pendiri Uni Soviet di tahun 1922 secara resmi membubarkannya. Dengan disolusi ini, Ukraina merdeka secara de jure dan diakui oleh komunitas internasional.

Dengan alasan membangun Ukraina yang bebas dan demokratis dan imbalan berbagai jaminan, AS kemudian membantu Ukraina dan Rusia mencapai perjanjian eliminasi sistem persenjataan nuklir di Ukraina yang merupakan ketiga terbesar di dunia saat itu yang kesemuanya dulu dibangun oleh Uni Soviet dan dipusatkan di sana.

Kelompok Barat akhirnya berhasil dengan upaya itu, walaupun ada pihak-pihak yang meragukannya. Ukraina menjadi lemah. Rusia merasakan hal ini sebagai suatu langkah yang terlalu cepat terjadi dan merugikannya.

Selama 30 tahun Ukraina merdeka, terdapat tujuh presidennya baik yang pro Rusia maupun yang bukan. Para pemimpin Ukraina lebih banyak “bermain mata” dengan Eropa (Barat) dan AS yang lambat laun terasa makin memanas. Hal ini membuat Moskow tidak senang.

Hubungan yang dibina Rusia dengan negara-negara pecahan Uni Soviet dalam mekanisme Commonwealth of Independent States (CIS) misalnya juga dinilai tidak berhasil “membesarkan” Rusia secara internal maupun eksternal dari berbagai dimensi.

Ukraina – Rusia

Orang Rusia hanya merasakan hubungan yang istimewa dengan Ukraina (dan juga Belorussia); dibanding dengan penduduk negara-negara bekas Uni Soviet lainnya di Baltik, Kaukasus, dan Asia Tengah, karena antara lain bahasa dan budaya di negara-negara ini yang berbeda dari ketiga negara itu.

Secara geografis, Ukraina luasnya nomor dua terbesar di Eropa setelah Rusia dan secara geopolitik Ukraina menjadi sangat signifikan bagi Rusia. Pelan tapi pasti wilayah Donbass yang berbatasan langsung dengan Rusia di sebelah Timur di mana terdapat kota-kota penting Donetsk dan Luhansk dikuasai oleh kelompok pemberontak pro Rusia untuk melawan penduduk di sana yang hidup dengan nilai-nilai Eropa.

Sementara pada tahun 2014 dengan suatu referendum yang direkayasa, wilayah Crimea yang sudah lama menjadi basis AL Rusia masuk ke dominasi Rusia. Ini adalah konsekuensi logis yang dianggap Rusia perlu ada dan dikembangkan sebagai negara yang pernah kuat di sana dan menguasai Ukraina.

Secara umum, penduduk di Ukraina dapat dilihat dari tiga sudut pandang. Di sebelah Timur penduduknya pro Rusia, rakyat yang berada di bagian tengah Ukraina maunya hidup mandiri dan independen sebagai orang Ukrania, sementara di wilayah barat Ukraina orang-orangnya menempel ke Rusia.

Ukraina – AS, NATO Dan UE

Pascabubarnya Uni Soviet pada tahun 1991, NATO tidak bubar dan malah melakukan perluasan ke Timur; 14 negara yang tadinya anggota Pakta Warsawa plus tiga negara Baltik (Estonia, Latvia, dan Lithuania) yang pernah menjadi bagian republik Soviet masuk NATO.

Hal ini jelas dipandang Moskow sebagai sebuah ancaman, ketika Uni Soviet sendiri telah membubarkan Pakta Warsawa.

Tetapi tidak mudah bagi NATO yang didominasi oleh AS untuk merekrut Ukraina masuk ke dalam NATO. Salah satu alasan mengapa NATO mengatakan ‘tidak’ bagi keanggotaan Ukraina di sana adalah karena AS dan Uni Eropa tahu bahwa Rusia sudah berada di dalam wilayah Ukraina (Donbass dan Crimea) dan jika usul disetujui, mereka bisa saja tidak memiliki pilihan lain, kecuali mengintervensi dan mengerahkan pasukan NATO di Ukraina serta mengobarkan perang melawan Rusia.

Ukraina juga belum bisa berintegrasi dalam UE yang dibentuk tahun 1993 dalam konteks kesatuan politik dan ekonomi dan yang kini beranggotakan 27 negara dengan sekitar 450 juta jiwa penduduk, dimana 11 anggotanya itu adalah yang dulu pro Uni Soviet dan bagian dari Pakta Warsawa.

Nostalgia sebagian orang di Ukraina yang bangga dengan nilai-nilai lama dan mau berada dekat dengan Rusia dan keinginan sebagian pihak lain yang hendak membawa Ukraina bergabung dengan UE plus NATO yang belum kecapaian jelas memunculkan posisi-posisi yang saling bertentangan, bukan hanya antara Rusia dan Ukraina saja, tetapi juga negara-negara di kawasan, termasuk AS, dengan alasan terkait manfaat stratejik politik maupun ekonomi.

Penutup

Rusia telah berulang kali menyatakan bahwa ‘Rusia dan Ukraina adalah satu bangsa’. Rusia memiliki kepentingan strategis untuk tetap menguasai Ukraina. Dengan tetap mengontrol Ukraina, maka Rusia akan tetap mempertahankan Ukraina sebagai buffer zone antara NATO, UE dan Rusia, apalagi Ukraina (dan juga Belorussia) telah menjadi pintu masuk berbagai pengaruh dari Eropa ke Rusia.

Di satu sisi, adalah suatu tindakan yang salah bagi Rusia kini melakukan serangan ke Ukraina sebagai suatu negara merdeka, apalagi melakukan invasi yang bakal ditantang dunia, termasuk dengan munculnya berbagai sanksi dari negara-negara lain untuk menunjukkan perlawanan yang tidak langsung.

Kehidupan rakyat di Ukraina biasa bermasalah, pelanggaran HAM terjadi, korban berjatuhan bukan hanya di kalangan militer, tetapi bisa juga sipil, termasuk perempuan dan anak sekali pun.

Tetapi di sisi lain fakta menunjukkan bahwa AS dan NATO juga tidak luput dalam keterlibatan politik serta perang yang memporak-porandakan banyak negara merdeka lainnya di dunia. Dalam banyak situasi sedemikian, PBB juga tidak “bergigi.”

Bagi Rusia, yang utama adalah “menyelamatkan” Ukraina agar tidak jatuh dalam “rumah” Barat, baik secara ekonomi (Uni Eropa) maupun militer (NATO)—hal mana secara tidak langsung bisa saja memperkuat kehebatan dan dominasi Rusia layaknya Uni Soviet dulu, tidak hanya di Eropa, bahkan pada level dunia.

Penulis adalah Seorang Diplomat Yang Saat Ini Bertugas Di Darwin, Australia.

  • Bagikan