Ijazah Palsu Dan Wajah-wajah Penipu

  • Bagikan
Ijazah Palsu Dan Wajah-wajah Penipu

Oleh Tabrani Yunis

Saat ini, banyak sekali berita atau cerita tentang kasus ijazah palsu yang dapat kita baca di berbagai media di tanah air, Indonesia tercinta ini. Berbagai kasus ijazah palsu bisa kita temukan. Berita kasus-kasus itu tidak hanya menyeret orang-orang kecil yang tidak mampu atau tidak sempat mengenyam pendidikan, karena tidak mampu bersekolah, alasan ekonomi dan sebagainya, tetapi juga menyeret nama-nama orang besar atau para pejabat negara yang sesungguhnya tidak mungkin menggunakan ijazah palsu untuk mendapatkan pekerjaan.

Sebelum kita lanjutkan dengan kasus-kasus ijazah palsu, akan sangat baik dan positif serta produktif, bila kita dalami dahulu apa yang dimaksud dengan kata palsu yang melekat pada ijazah palsu tersebut. Bila kita merujuk pada kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kita bisa fahami makna palsu, sehingga kita tidak salah menginterpretasikan. Silakan baca dahulu.

palsu/pal·su/ a 1 tidak tulen; tidak sah; lancung (tentang ijazah, surat keterangan, uang, dan sebagainya); 2 tiruan (tentang gigi, kunci, dan sebagainya); 3 gadungan (tentang polisi, tentara, wartawan, dan sebagainya); 4 curang; tidak jujur (tentang permainan dan sebagainya); 5 sumbang (tentang suara dan sebagainya);

memalsu/me·mal·su/ v membuat sesuatu yang palsu; melancungkan: ~ ijazah; ~ tanda tangan; ~ uang;
memalsukan/me·mal·su·kan/ v memalsu;
pemalsu/pe·mal·su/ n orang yang memalsu;
pemalsuan/pe·mal·su·an/ n proses, cara, perbuatan memalsu;~ ijazah upaya atau tindakan memalsukan ijazah dengan meniru bentuk aslinya; ~ intelektual Huk pemalsuan isi surat atau tulisan; ~ sertifikat upaya atau tindakan memalsukan sertifikat dengan membuat bentuk atau penandatanganan yang serupa dengan aslinya; ~ susu proses memalsukan susu (misalnya dengan membubuhkan air pada susu); ~ tanda tangan upaya atau tindakan memalsukan tanda tangan dengan meniru bentuk tanda tangan yang dipalsukan; ~ uang upaya atau tindakan memalsukan mata uang dengan mencetak uang yang mirip dengan aslinya;
kepalsuan/ke·pal·su·an/ n 1 perihal palsu; kelancungan; 2 cak kecurangan dan sebagainya.

Nah, setelah membaca penjelasan di atas, kita pasti sudah bisa menemukan makna atau arti palsu. Kata ini bisa dipadankan dengan kata apapun yang menunjukan ketidakaslian sesuatu. Termasuk kata ijazah. Ya, khusus untuk ijazah palsu. Ketika kita menyebut ijazah palsu, memberikan makna sebagai ijazah yang bukan asli atau tidak tulen, bahkan tidak sah.

Jadi, kita sudah tahu bahwa ijazah palsu tersebut tidak sah. Artinya, tidak bisa digunakan secara legal untuk segala kepentingan yang mensyaratkan ijazah asli. Misal untuk melamar pekerjaan atau juga untuk melanjutkan pendidikan dan lainnya yang menjadikan ijazah sebagai bukti bahwa seseorang pernah mendapat pendidikan setiap jenjang. Pendidikan. Namun, selama ini, kita banyak membaca atau mendengar kasus-kasus ijazah palsu di negeri kita ini. Mungkin karena terlalu banyak yang membutuhkan ijazah palsu untuk keperluan mendapatkan pekerjaan.

Kita, para pembaca pasti ingat atau pernah membaca berita kasus ijazah palsu di Simeulue. Serambinews.com, 19 November 2023 memberitakan bahwa “ Seratusan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simeulue yang terbukti menggunakan ijazah palsu. Mereka telah ditindak tegas atau sudah dieksekusi.
Para oknum ASN di Pemkab Simeulue yang terbukti menggunakan ijazah palsu tersebut, tersebar di beberapa instansi di lingkungan Pemkab Simeulue.

Tentu kasus-kasus ijazah palsu, bukan hanya yang melibatkan ratusan ASN di Simeulue ini. Ada banyak kasus lain yang juga sama yang penggunanya bukan saja dari kalangan orang -orang yang memang tidak punya ijazah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah seperti SD,SMP dan SMA, namun juga dari kalangan atas yang kita anggap tidak mungkin mereka menggunakan atau membeli ijazah palsu.

Ya, banyak fakta yang telah diberitakan di media yang menyebutkan terlibatnya orang-orang yang kita sebut elitis, seperti para pejabat yang bentuknya tidak disebut ijazah palsu, tetapi menggunakan gelar akademis palsu atau membeli gelar dengan cara-cara yang tidak seperti layaknya orang mendapatkan ijazah dan gelar akademik. Hal ini sering disebut sebagai isu saja, walau mungkin banyak yang telah menikmati hasil dari penggunaan ijazah palsu dan gelar akademik yang diperoleh dengan kepalsuan. Bukan hal yang aneh lagi saat ini, malah sudah dianggap hal biasa.

Kasus-kasus ijazah palsu dalam kehidupan kita, selalu ada dalam dua kondisi. Pertama adalah sebuah kenyataan yang dapat dibuktikan di depan hukum. Lalu ditindaklanjuti atau diproses hukum hingga pada keputusan hukum dalam bentuk hukuman. Lalu, yang kedua masih berada pada tataran isu-isu yang masih dapat disangkal atau bahkan dilawan yang menempatkan isu itu sebagai fitnah dan bahkan orang yang mengangkat isu itu bisa sebaliknya yang dihukum. Kita bisa simak banyak berita tentang isu pemalsuan ijazah yang berbuah, menghukum pihak pembuat dan penyebar isu itu. Para pembaca pasti ingat isu yang menerpa orang nomor satu di negeri ini. Begitu hebohnya isu tentang ijazah Jokowi, Bapak Presiden kita, Indonesia yang kemudian hal itu disebut sebagai disinformasi, atau hoaks. Cobalah search di Google, kita menemukan banyak berita tentang itu.

Ya, bila kita menyimak berita-berita di media massa, cetak dan online atau pun media elektronika, kasus yang melibatkan para elitis itu sering menjadi berita yang hangat, bahkan sangat panas, serta bola panas. Satu di antara kasus yang mutakhir adalah berhembusnya berita dan isu ijazah palsu Jokowi, Presiden Indonesia yang sempat menghebohkan dunia maya.

Bahkan lagi belakangan ini, bola panas ijazah palsu menjadi hangat dan panas dibicarakan banyak orang atau kalangan. Beberapa kasus mutakhir yang bisa kita ikuti di berbagai media adalah terkait ijazah Gibran.

Di laman Kominfo.go.id dijelaskan bahwa beredar sebuah unggahan di media sosial Facebook yang memuat tautan platform YouTube dengan klaim Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut bahwa Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka menggunakan ijazah palsu untuk mendaftarkan diri sebagai calon wakil presiden (cawapres). Terlihat dalam thumbnail video, gambar Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto, dan Gibran Rakabuming Raka dengan narasi “MENGEJUTKAN!! TER4NC4M GAGAL JD CAWAPRES. KPU SEBUT GIBRAN GUNAKAN IJAZAH PALSU UTK JADI CAWAPRES!”

Nah, begitu banyaknya berita atau isu ijazah palsu di tengah masyarakat kita. Maka, terlepas apakah itu hoaks atau benar, kasus-kasus ijazah palsu, membuat, menerbitkan atau memalsukan ijazah, apakah isu atau terbukti di pengadilan, kasus-kasus itu sesungguhnya banyak terjadi di tengah masyarakat kita dan terus berlangsung, entah sampai kapan, selama ijazah itu masih menjadi bahan atau persyaratan untuk mendapatkan atau memperoleh sesuatu yang diinginkan atau diharapkan.

Sebab, bila kita pertanyakan, mengapa ada yang membeli, menggunakan, membuat dan memperdagangkan secara ilegal, kita pasti akan menemukan banyak alasan. Oleh sebab itu, pertanyaan selanjutnya adalah apa modus menggunakan ijazah palsu tersebut. Para pengguna ijazah palsu pasti tahu apa motifnya. Kita pun tahu bahwa banyaknya orang menggunakan ijazah palsu itu terkait dengan masalah pekerjaan.

Ya, mereka yang menggunakan ijazah palsu di level SD, SMP dan SMA, sering disebabkan ada lowongan pekerjaan dan menjadikan ijazah sebagai sarat mutlak. Juga karena ingin bisa melanjutkan pendidikan ke level yang lebih tinggi. Sementara bagi mereka yang sudah level atas, penggunaan ijazah palsu dan gelar palsu selain untuk prestise, juga untuk menaikan pendapatan atau gaji. Walau seringkali antara gelar dengan kemampuan tidak berbaring lurus atau simetris.

Nah, ketika praktik penggunaan ijazah palsu dan pemalsuan ijazah tersebut, harus diakui bahwa dalam banyak kasus ini berlaku prinsip “Supply and Demand “. Dikatakan demikian, bila kita cermati, ternyata banyak pula oknum yang menjadi pelaku pemalsuan ijazah tersebut. Tentu telah banyak kasus penangkapan terhadap para pelaku pembuat dan penjual ijazah palsu tersebut di negeri kita.

Barangkali para pembaca juga pernah ingat atau membaca bahwa sebelum kasus ijazah palsu yang melibatkan ratusan ASN di Kabupaten Simeulue tersebut, TEMPO.CO , edisi 10 Juni 2015 pernah menulis tentang kasus serupa. Di Tempo.co, edisi 10 Junin2015 itu sebagaimana dilaporkan oleh Adi Warsidi bahwa Kepolisian Sektor Syiah Kuala memeriksa para tersangka anggota jaringan penyedia ijazah palsu. “Semuanya diproses. Kami masih berfokus mencari orang-orang yang terlibat dalam sindikat ini,” kata Kepala Polsek Syiah Kuala Ajun Komisaris Yusuf Hariadi kepada Tempo, Selasa, 9 Juni 2015. Yusuf menambahkan, informasi yang diperoleh pihaknya dari hasil pemeriksaan yakni sindikat itu bergerilya menawarkan ijazah bodong kepada masyarakat. Ijazah tersebut dijual dengan kisaran harga Rp10-30 juta. “Harga yang fantastis bukan?

Ya, tentu saja fantastis, karena membeli ijazah itu tidaklah murah. Pasti harus mengeluarkan uang dengan jumlah yang fantastis pula. Lalu, berapa pula harga atau nilai uang untuk gelar ijazah dengan gelar akademis yang lebih tinggi, seperti magister dan setingkat ya? Hanya mereka yang membeli dan menjual yang tahu.

Yang jelas tindakan membeli, menggunakan dan membuat atau memproduksi ijazah palsu adalah tindakan atau perbuatan tidak jujur dan merusak sistem yang sudah ada. Pengguna maupun pembuat atau penjual, sama-sama curang. Ya, sama-sama tidak jujur membangun kehidupan. Maka, wajar kalau perspektif hukum, bahkan dinyatakan sebagai tindakan yang melawan hukum dan merupakan tindakan kriminal yang dapat dihukum. Kita bisa baca apa yang ada di dalam kita hukum pidana kita, KUHP. Berikut adalah petikan dari KUHP tersebut mengenai pemalsuan ijazah tersebut.

“Setiap orang yang memalsukan atau membuat palsu ijazah atau sertifikat kompetensi dan dokumen yang menyertainya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V,” bunyi Pasal 272 ayat (1) KUHP. Kemudian, pihak yang menerbitkan ijazah atau gelar akademik palsu pun diancam hukuman lebih berat. Denda untuk pelanggaran ini mencapai Rp2 miliar.

Selanjutnya, “Setiap orang yang menerbitkan dan/ atau memberikan ijazah, sertifikat kompetensi, gelar akademik, profesi, atau vokasi palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI,” bunyi pasal 272 ayat (3).

Begitulah bunyi KUHP baru telah ditandatangani Presiden Jokowi dan telah diundangkan pada 2 Januari 2023, namun Undang-undang ini akan berlaku tiga tahun kemudian, tepatnya 2 Januari 2026.

Nah, berat hukumannnya, bukan? Tentu saja berat. Namun, di tengah ancaman yang berat tersebut, tidak sedikit orang yang ingin berbuat jahat. Entah karena terlalu besar daya tariknya, entah karena memang mudah untuk mendapatkan, asal ada uang. Wajar saja, kalau dalam banyak kasus ijazah palsu para pengguna ijazah dan gelar akademik palsu berasal dari kalangan elit dan kaya. Mungkin dengan memiliki uang yang banyak, serta ada kebutuhan mendesak dengan ijazah, maka jalan pintas adalah melakukan aksi atau tindakan pemalsuan ijazah dengan cara membeli atau apa saja yang bisa untuk selembar ijazah.

Tindakan pemalsuan ijazah ini tidak boleh dan tidak ada alasan yang membenarkannya, untuk dibuat, digunakan atau diperdagangkan. Hal ini karena sangat merugikan masyarakat sendiri, apalagi kuta semua faham dan menerima bahwa pembuat dan pengguna ijazah palsu adalah sebuah kecurangan yang kriminal serta merusak pendidikan. Oleh sebab itu, setiap tindakan itu harus diproses hukum dan diberikan sangsi sesuai dengan aturan hukum yang ada.

Semua pihak harus dengan sadar memahami bahwa tindakan pembuat dan penggunaan ijazah palsu harus diwaspadai termasuk program kejar Paket A, B dan C, karena tindakan ini bisa mendiskreditkan atau mengerdilkan eksistensi) sekolah formal yang ada di tanah air. Keberadaan Paket Belajar ( Kejar Paket A, B dan C) yang selama ini menjadi tempat bagi para pencari ijazah akan menjadi lembaga yang rawan terhadap tindakan pemalsuan ijazah. Oleh sebab itu, kepada pihak yang berwenang melakukan pengawasan pengelolaan program Paket A, B dan C tersebut, agar melakukan audit terhadap lembaga pelaksana program Paket tersebut. Dinas Pendidikan di tiap kabupaten/kota harus menjalankan tanggungjawab dan fungsi pengawasan terhadap lembaga yang menyelenggarakan program Kejar Paket tersebut. Hal ini perlu, karena apabila masyarakat semakin mudah mendapatkan ijazah yang dapat digunakan untuk melanjutkan pendidikan dan juga untuk mendapatkan Pekerjaan, akan berdampak kepada mindset masyarakat untuk meninggalkan pendidikan formal. Selain itu, orientasi pendidikan akan berubah kepada orientasi mendapatkan ijazah, tanpa harus belajar keras. Selanjutnya, lembaga penyelenggara paket tersebut akan dengan mudah dipermainkan oleh para pencari ijazah yang sedang bekerja atau sedang bersaing mendapatkan ijazah.

Tindakan memalsukan, membuat ijazah palsu, menggunakannya untuk kepentingan-kepentingan palsu melahirkan wajah-wajah palsu, yang akan melahirkan wajah-wajah palsu yang selalu hidup dalam aksi kepalsuan dan memalsukan hidupnya dan kehidupan orang lain saat bekerja dan juga di masa depan. Selayaknya semua orang tidak ikut memalsukan, membeli dan menggunakan serta menjual belikan ijazah palsu, agar tidak melahirkan generasi palsu di tahun 2045 nanti. Semoga.

Penulia adalah Pemerhati Pendidikan, Pegiat Literasi dan Pensiunan Guru

  • Bagikan