Internal Kandidat Di Kontestasi Politik

  • Bagikan
<strong>Internal Kandidat Di Kontestasi Politik</strong>

Oleh Dr Rudi Salam Sinaga, S.Sos,.M.Si & Dr. Alfon Kimbal, S.Sos., M.Si

Penyakit tersebut dapat berbentuk sinergitas komunikasi yang rendah sesama tim sukses, informasi palsu, saling menjatuhkan kinerja antara tim, keberpura-puraan dan penipuan dalam distribusi keuangan untuk operasional kegiatan

Pemilihan umum (Pemilu) sebagai mekanisme formal untuk meraih jabatan politik di negara demokrasi. Terdapat berbagai elemen yang terlibat di dalam pemilu. Elemen formal terdiri dari unsur penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, partai politik, kandidat, saksi-saksi pemilu, panitia pemungutan suara, dan pemilih.

Pada arena Pemilu terdapat elemen non formal yang berasal dari unsur relawan pengawas Pemilu independen, tim sukses kandidat dari berbagai elemen dan konsultan kandidat. Tujuan utama dari Pemilu ialah menghadirkan pelaksanaan Pemilu yang demokratis untuk mendapatkan pemimpin jabatan politik yang bersumber dari pilihan masyarakat yang disandarkan pada suara terbanyak. Tujuan utama kandidat di Pemilu adalah meraih suara terbanyak di Pemilu agar dapat terpilih dengan menawarkan visi misi dan program prioritas.

Setiap negara hingga yang lebih lokal yaitu daerah pemilihan memiliki budaya politik. Tulisan lama yang masih relevan untuk memahami budaya politik salah satunya dengan membaca tulisan Lucian W Pye dan Sidney Verba tahun 1965 berjudul Political Culture and Political Development.

Dalam pandangan Pye dan Verba budaya politik mengarah pada suatu bentuk perilaku dan persepsi manusia yang muncul dalam merespon politik. Perilaku dan persepsi tersebut dipengaruhi nilai sosial dan tingkat pengetahuan tentang politik itu sendiri. Dalam konteks kehidupan masyarakat pada setiap negara terdapat seperangkat nilai-nilai sosial yang turut membentuk perilaku dan persepsi.

Bahkan untuk menafsirkan realitas politik di setiap lingkungan terdapat aktor yang berfungsi sebagai tempat untuk bertanya. Perilaku dan persepsi cenderung mengikuti pembentukan nilai yang diterjemahkan aktor. Dengan demikian dalam ruang arena kontestasi politik seorang kandidat berperan sebagai aktor bertugas untuk menafsirkan gagasan di dalam pikiran melalui rangkaian lisan, tulisan dan perbuatan kepada tim sukses dan masyarakat calon pemilih.

Terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan bagi kandidat untuk meraih dukungan publik sebelum pemungutan suara terjadi. Di antaranya berkaitan dengan 1) geografis daerah pemilihan. Ini berkaitan dengan jarak tempuh dan medan yang harus dapat dilalui kandidat. Keterbatasan waktu kampanye dan luasnya geografis membuat segala sesuatunya tidak mudah untuk dilalui.

  • demografi daerah pemilihan. Demografi penduduk yang tersebar dalam segmentasi agama dan varian suku mengharapkan pendekatan identitas menjadi suatu jalan untuk memulai komunikasi. Ini akan “menarik” sejumlah tokoh agama dan tokoh suku lokal terlibat dalam situasi ini.

3) ketersediaan keuangan kandidat. Demografi yang heterogen serta geografis yang luas membuat kebutuhan keuangan menjadi kata kunci penting untuk dapat hadir di tengah masyarakat. Visi-misi, program dan profil kandidat menjadi konten isi yang dikomunikasikan kepada calon pemilih pada masa kampanye pemilu.

“Penyakit” Internal Kandidat

Setiap kontestasi politik di Pemilu akan menghasilkan kemenangan atau kekalahan. Setiap kandidat yang turut berpartisipasi dalam kontestasi berharap besar meraih kemenangan di pemilu. Terlebih lagi kelompok pendukung di sekitar kandidat akan memberikan semangat bahkan prediksi prediksi kemenangan di depan mata.

Prediksi kemenangan tanpa alat ukur berupa survei ilmiah berbasis kemurnian data akan menyebabkan kandidat sulit mengoperasikan strategi politik. Daerah pemilihan dengan demografi heterogen “menyimpan” aspirasi yang penting untuk di gali oleh kandidat. Peran tim sukses mengobservasi dan menjembatani hubungan antara kandidat dan calon pemilih di daerah pemilihan.

Dalam situasi seperti di atas kandidat dengan segala kesibukan dan pikiran yang membebani akan merasakan sulitnya untuk menilai realitas. Realitas di dalam realitas menjadi pekerjaan tambahan bagi kandidat untuk menilai tim sukses telah bekerja sesuai harapan atau tim sukses memberi harapan-harapan yang palsu.

“Penyakit” internal kandidat di arena kontestasi politik merupakan suatu keadaan yang menghambat tujuan kandidat untuk mengoptimalkan efektivitas operasi politik di Pemilu. Penyakit tersebut dapat berbentuk sinergitas komunikasi yang rendah sesama tim sukses, informasi palsu, saling menjatuhkan kinerja antara tim, keberpura-puraan dan penipuan dalam distribusi keuangan untuk operasional kegiatan.

Tidak mudah untuk membangun tim yang kuat dalam arena kontestasi politik. Kekuatan untuk membangun tim yang kuat terletak pada keterampilan kandidat dalam melakukan manajemen internal dan eksternal organisasi beserta pengawasan.

Energi kandidat menghadapi lingkungan geografis dan demografi daerah pemilihan dapat mengalami kemunduran bila hubungan yang telah dibangun tidak dapat di jaga. Hubungan antara kandidat dan calon pemilih harus dapat di kelola secara tepat oleh tim sukses di setiap daerah pemilihan.

Ragam permintaan berupa gagasan dari calon pemilih terhadap kandidat yang tidak terakomodasi di beberapa kasus menjadi pematik hubungan yang renggang. Untuk mengakomodasi aspirasi calon pemilih juga bukan hal yang mudah. Arena politik sama seperti halnya interaksi antara manusia yang memperlihatkan keadaan dinamis. Perpindahan tim sukses kandidat ke pihak kandidat lainnya sebagai salah satu contoh dari produk dinamis tersebut.

Penutup

Rangkaian proses yang dilalui kandidat pada suatu kontestasi untuk Pemilu telah menyerap berbagai “energi” kandidat di multi aspek. Energi yang telah didistribusikan harus dapat dipelihara dan dikembangkan hingga menjadi kekuatan yang mampu memberikan pengaruh untuk perluasan jejaring pendukung.

Suksesi keadaan ini bergantung pada kinerja tim sukses, karena keberadaan tim sukses berfungsi untuk itu. Namun situasi yang tidak diharapkan dapat muncul ketika “penyakit” di internal  kandidat “menyerang” kinerja di antara tim sukses dan kandidat. Perolehan suara kandidat di Pemilu akan jauh dari target yang diharapkan.

Segala energi (keringat, pikiran dan biaya) yang telah diperuntukkan akan menjadi “beban” dikemudian hari bagi kandidat yang mengalami kekalahan. Kandidat sejati memilih untuk berkontestasi dengan lebih dahulu mengenal kemampuan dan kelebihan dari dirinya, jejaring sosial dan ekonomi dan memahami apa yang akan hadapi nantinya yang tampak dan belum tampak (demografi-geografis daerah pemilihan dan kompetitor).

Penulis adalah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ilmu Sosial dan Politik (LKISPOL); Dosen Fisip Universitas Sam Ratulangi Manado.

  • Bagikan