Jihad Bernegara Ala Muhammadiyah

  • Bagikan
<strong><em>Jihad </em></strong><strong>Bernegara Ala Muhammadiyah</strong><strong></strong>

Oleh Putri Rumondang Siagian, SH., M.H

Peran yang diambil Muhammadiyah bukanlah politik praktis, melainkan sebagai sebuah bentuk jihad bernegara dimana Muhammadiyah sudah mengukir konsep amar ma’ruf nahi munkar dalam bernegara paham serta bersungguh-sungguh menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga negara

Kata ‘jihad’ berasal dari kata ‘juhada-yujahidu’ yang secara harafiah berarti ‘sungguh-sungguh’, atau dapat diartikan sebagai berusaha secara sungguh-sungguh untuk mencapai sesuatu yang diyakini bernilai tinggi dalam keseluruhan hidup yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan ajaran Al-Qur’an Surah Al-Ankabut: 69: “Dari orang-orang yang berusaha secara sungguh-sungguh (berjihad) di jalan Kami, niscaya Kami akan menunjukkan jalan Kami. Dan sungguh Allah benar-benar bersama orang-orang yang berbuat baik”. 

Definisi jihad meliputi ketaatannya kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhkan larangan-larangan-Nya. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan cara-cara yang sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi.

Term jihad dengan berbagai derivasinya disebutkan dalam Al-Qur’an dari 41 term tersebut kebanyakan dengan bergandengan dengan term fisabilillah (di jalan Allah). Kata jihad yang mengandung pengertian ‘berjuang’ tersebut memberikan indikasi bahwa jihad mengandung pengertian yang luas, yakni perjuangan secara total yang meliputi seluruh aspek kehidupan, sekalipun tidak dapat dipungkiri adanya ayat yang mengandung pengertian bahwa jihad yang dimaksud adalah perang fisik atau mengangkat senjata terhadap para pembangkang atau terhadap musuh. Tetapi ayat-ayat yang lain justru jihad dimaknai dengan perjuangan yang bersifat universal.

Konsep Jihad dalam Islam dipandang dan diasumsikan secara negatif akibat ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab sehingga melukai keindahan Islam itu sendiri. Konsep Jihad pun sering diputarbalikkan dan konotasi negatif pun tidak dapat dihindari padahal bila ditelisik dari sudut mana pun Islam itu adalah sebuah ajaran yang mengutamakan kedamaian. Dengan demikian yang dalam bahasa arab diartikan sebagai ‘berjuang’ tapi yang pahami adalah perang dan bom.

Quraish Shihab (1996:494) mengatakan bahwa jihad juga mengandung arti “kemampuan” yang menuntut sang mujahid mengeluarkan segala daya dan kemampuannya demi mencapai tujuan. Karena itu jihad adalah pengorbanan, dan dengan demikian sang mujahid tidak menuntut atau mengambil tetapi memberi semua yang dimilikinya. Ketika memberi, dia tidak berhenti sebelum tujuannya tercapai atau yang dimilikinya habis.

Jihad bernegara ala muhammadiyah ialah mengisi kekosongan kewajiban Negara yang didasarkan atas ketidakmampuan Negara. Salah satunya muhammadiyah mampu menghadirkan peran negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mendirikan sekolah-sekolah muhammadiyah yang tersebar di segala penjuru wilayah kesatuan negera republik Indonesia, bahkan mampu mendirikan universitas di Korea Selatan.

Tidak hanya itu jihad bernegara ala Muhammadiyah menurut Dr Rosmalinda salah seorang aktivis HAM diperlihatkan dengan aksi menampung anak-anak fakir miskin dan terlantar serta anak yang terlahir di luar hubungan perkawinan, kemudian diasuh dan dibesarkan di panti asuhan milik Muhammadiyah. Ketidakmampuan Negara dalam merawat fakir miskin dan anak terlantar tersebut diambil alih muhammadiyah melalui seruan sami’na wa atho’na amar ma’ruf nahi mungkar.

Jihad bernegara ala muhammadiyah juga dipertunjukkan melalui keterlibatan kader muhammadiyah dalam menggugat undang-undang yang dianggap bertentangan dengan ideologi, kepentingan bangsa berdaulat dan konstitusi 1945, serta produk hukum yang tidak berpihak pada kepentingan masyarakat ke Mahkamah Konstitusi. Sejak November 2012 hingga akhir Februari 2015, setidaknya Muhammadiyah telah mengajukan pengujian empat undang-undang ke MK, yakni UU Migas, UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, UU Ormas, serta UU SDA.

Harus diakui, sejauh ini, hampir tidak pernah ada ormas keagamaan yang berani mengambil peran dalam advokasi kebijakan khususnya pengujian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan konstitusi sejak amandemen UUD 1945. Biasanya, advokasi kebijakan diperankan oleh lembaga bantuan hukum atau lembaga swadaya masyarakat (lsm). Tetapi Muhammadiyah memahami, pengujian undang-undang yang kurang berpihak kepada kepentingan rakyat merupakan bagian dari komitmen untuk meluruskan kiblat bangsa.

Peran yang diambil Muhammadiyah bukanlah politik praktis, melainkan sebagai sebuah bentuk jihad bernegara dimana Muhammadiyah sudah mengukir konsep amar ma’ruf nahi munkar dalam bernegara paham serta bersungguh-sungguh menjalankan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Jika dahulu peran politik Muhammadiyah ditunjukkan dengan keterlibatan dalam perjuangan kemerdekaan dan pembentukan bangunan bangsa, kini Muhammadiyah punya ladang perjuangan lain yang disebut jihad bernegara.

Gerakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar tersebut, yakni Liberasi, Humanisasi, dan Transendensi. Membebaskan manusia dari ketertindasan, dalam arti kebodohan, penyakit, kelompok rentan, serta tentunya kemiskinan. Indonesia sejatinya dapat menyelesaikan masalah-masalah berat yang dihadapinya, sekaligus bertumbuh menjadi negara maju.

Syaratnya agar semua pihak memiliki kehendak kuat menyelesaikan masalah-masalah bangsa dan mengkapitalisasi potensi kemajuan  dengan seksama  secara bersama-sama di atas kesadaran kolektif yang tinggi. Seraya tidak menambah masalah baru yang menuai kontroversi dan mengancam keutuhan negeri.

Menjelang milad Muhammadiyah yang ke-110 tahun dengan mengusung tema Memajukan Indonesia, mencerahkan semesta. Hal itu didasarkan pada pertimbangan pemikiran Muhammadiyah dalam perjalanan sejarah senantiasa hadir dalam dinamika kehidupan kebangsaan di Indonesia. Dalam konteks kekinian Muhammadiyah terpanggil untuk berkiprah dalam memajukan bangsa dan meluruskan kiblat bangsa yang sedang menghadapi berbagai persoalan di berbagai bidang.

Mencerahkan semesta berarti Muhammadiyah berusaha menebarkan kepak sayapnya melakukan gerakan dalam rangka menghadapi persoalan global. Melalui upaya internasionalisasi gerakan Muhammadiyah dilakukan dalam berbagai bidang, baik dalam rangka memperjuangkan jati diri bangsa sebagai bangsa yang merdeka, berdaulat, perdamaian dunia, dan dakwah dalam kemanusiaan global maupun internasionalisasi pendidikan Muhammadiyah di kancah internasional. Tahniah Yaumil Milad untuk Muhammdiyah semoga segala sumbangsih, perjuangan dan pergerakan bernilai ibadah.

Penulis adalah Dosen Fak. Hukum USU, Warga Muhammadiyah

  • Bagikan