Kekerasan Fisik & Verbal Terhadap Tenaga Kesehatan

Oleh Dr dr Irsyam Risdawati, M.Kes, dr Andika Putra, dr Fathul Jannah, dr Rizki Darmawan, dr Zulmarleni

  • Bagikan
Kekerasan Fisik & Verbal Terhadap Tenaga Kesehatan

Untuk menghindari kesalahpahaman yang berujung kekerasan, sudah menjadi kewajiban bagi para Nakes untuk bekerja memberikan pelayanan mengikuti Standar Operasional prosedur (SOP). Jadi semua rumah sakit, semua tenaga kesehatan, menjalankan SOP betul-betul dijalankan dengan baik

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial. Ini merupakan bentuk Pembangunan Nasional.

Perlindungan hukum bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali, dapat ditemukan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Untuk itu setiap produk yang dihasilkan oleh legislatif harus senantiasa mampu memberikan jaminan perlindungan hukum bagi semua orang, bahkan harus mampu menangkap aspirasi-aspirasi hukum dan keadilan yang berkembang di masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari ketentuan yang mengatur tentang adanya persamaan kedudukan hukum bagi setiap warga negara.

Dalam tahun-tahun terakhir sering terjadi tindakan kekerasan terhadap dokter dan Nakes yang lain baik kekerasan fisik maupun non fisik seperti verbal langsung dan pembullyan di medsos. Hal membuat cemas dan ketakutan para tenaga kesehatan sehingga membuat efek terhadap kualitas pelayanan kesehatan dan marwah tenaga kesehatan yang merupakan Nobile Officium (profesi mulia). Sebagai warga negara Indonesia wajib mendapatkan perlindungan hukum seperti dalam pembukaan UUD 1945 dan Pasal 28D (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

Pasal 28I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. (2) Setiap orang bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

Dalam UU No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 50 huruf a, juga  dokter mempunyai hak perlindungan hukum. Dalam pasal 4 huruf c UU No 36 tahun 2014 pemerintah wajib melindungi tenaga kesehatan dalam menjalankan profesinya. Dalam pasal 83 ayat 2 UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; Pemerintah wajib menjamin perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan. Bahkan didalam UU 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 86 ayat 1 juga menegaskan perlindungan hukum bagi pekerja.

Belakangan ini pekerjaan tenaga kesehatan memang rentan terjadi, Nakes sering disalahkan oleh pasien ataupun keluarga pasien namun tidak jarang yang merasa tidak puas atas pelayanan Nakes dilampiaskannya dengan tindakan fisik. Seharusnya masyarakat atau pasien yang mengeluhkan pelayanan sebaiknya disampaikan melalui kritik, saran yang baik ataupun mengadukan ke pimpinan instansi tersebut.

Contoh kasus yang baru saja terjadi, terkait soal penganiayaan yang dilakukan oleh keluarga pasien kepada salah seorang perawat di suatu Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di Sulawesi Selatan (Sulsel), harus ditindak tegas. Apapun alasannya pemukul Nakes RSUD tersebut harus ditindak tegas. Pihak kepolisian harus memproses secara hukum sesuai aturan yang berlaku berdasarkan data dan fakta yang ada.

Tindakan kekerasan merupakan permbuatan melawan tindak pidana kekerasan. Pasal 170 KHUP ayat (1) Barangsiapa yang dimuka umum bersama-sama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang, dihukum penjara selama-lamanya lima tahun enam bulan. Pasal 351 (1) Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,–(2) Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, sitersalah dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. (3) Jika perbuatan itu menjadikan mati orangnya, dia dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.. (4) Dengan penganiayaan disamakan merusak kesehatan orang dengan sengaja.

Tenaga kesehatan termasuk perawat dalam menjalankan pekerjaannya juga dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang keperawatan. Kalau Nakes ditindaki dengan kekerasan fisik maka ujungnya akan tersangkut pidana, Tindakan ini tidak boleh dibiarkan terjadi berulang kali, kasihan juga tenaga nakes, ia juga manusia, ia pekerja sama dengan pasien atau keluarga pasien sehingga pelaku harus ditindak tegas agar menjadi efek jera dan tidak semena-mena lagi kedepannya,

Apapun bentuk kekerasan terhadap tenaga kesehatan, merupakan pelanggaran hukum dan itu tidak boleh dilakukan. Apalagi, situasi tenaga kesehatan yang sedang ‘berjuang’ melayani masyarakat pada saat masa pandemi Covid-19 yang lalu.

Pasien yang masuk rumah sakit, jumlahnya kian bertambah banyak. Beban kerja tenaga kesehatan pun menjadi tidak imbang dengan jumlah pasien yang harus mendapatkan pelayanan di rumah sakit. Pasien yang masuk rumah sakit, jumlahnya kian bertambah banyak. Beban kerja tenaga kesehatan pun menjadi tidak imbang dengan jumlah pasien yang harus mendapatkan pelayanan di rumah sakit.

Semua masyarakat harus saling sabar dan bisa menjaga diri. Tidak ada niat sedikit pun rumah sakit maupun tenaga kesehatan untuk tidak memberikan pelayanan yang terbaik. Semua rumah sakit dan tenaga kesehatan punya komitmen yang sama, karena semua dokter dan perawat terikat dengan sumpah profesinya masing masing dan itu tidak bisa diingkari.

Masyarakat terlalu banyak menerima informasi yang tidak jelas, hingga mengakibatkan emosinya tinggi, tidak terkontrol perilakunya sehingga membahayakan keselamatan orang lain. Khususnya tenaga kesehatan yang sedang bekerja di rumah sakit. Ini pembelajaran penting, semua bisa paham kalau rumah sakit ini bisa memahami situasi saat insiden terjadi. Tapi ini situasi yang menyakitkan bagi tenaga kesehatan dan tidak boleh terjadi di kemudian hari

Keselamatan kerja tenaga kesehatan menjadi bagian penting. Karena semua sudah tahu beban kerja tenaga kesehatan. Bahkan masih banyak Nakes yang mendapat gaji yang masih di bawah standar sata-rata, beban kerjanya tinggi, akan tetapi di saat yang bersamaan kadang-kadang ada perlakuan masyarakat yang sangat menyakitkan.

Namun begitu, untuk menghindari kesalahpahaman yang berujung kekerasan, sudah menjadi kewajiban bagi para Nakes untuk bekerja memberikan pelayanan mengikuti Standar Operasional prosedur (SOP). Jadi semua rumah sakit, semua tenaga kesehatan, menjalankan SOP betul-betul dijalankan dengan baik. Komunikasi dengan pihak keluarga pasien juga dijaga dengan baik. Karena semua berpangkal dari miskomunikasi. Kadang bekerja menangani orang banyak ada hal-hal yang tertinggal sedikit, tetapi yang sedikit bisa memicu penyebab permasalahan. “Maka kalau SOP dilaksanakan dengan baik, tentu akan meminimalkan insiden- insiden semacam ini

Fiat justisia ruat coelum, pepatah latin ini memiliki arti “meski langit runtuh keadilan harus ditegakkan”. Pepatah ini kemudian menjadi sangat populer karena sering digunakan sebagai dasar argumen pembenaran dalam pelaksanaan sebuah sistem peraturan hukum. Dalam penerapannya, adagium tersebut seolah-olah diimplementasikan dalam sebuah kerangka pemikiran yang sempit bertopeng dalih penegakan dan kepastian hukum.

Menindaklanjuti kejadian-kejadian kekerasan terhadap nakes, selain melalui jalur pidana, juga ada konsep pendekatan restorative justice, yang merupakan suatu pendekatan yang lebih menitik-beratkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana serta korbannya sendiri. Mekanisme tata acara dan peradilan pidana yang berfokus pada pemidanaan  diubah menjadi proses dialog dan mediasi untuk menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana yang lebih adil dan seimbang bagi pihak korban dan pelaku.

Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tertanggal 21 juli 2020 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2021  tertanggal 19 Agustus 202. Peraturan ini menjadi dasar hukum bagi aparat penegak hukum untuk melaksanan pengusutan tindak pidana berdasarkan keadilan restoratif.

Dan apapun penangannya, semoga masyarakat bisa terus menjadi lebih dewasa, dalam menyikapi setiap konflik yang terjadi, sehingga tidak terjadi kekerasan yang tidak perlu. Dan para Nakes bisa lebih tenang dan konsentrasi dalam memberikan pelayanan Kesehatan kepada masyarakat.

Penulis adalah Dosen dan Mahasiswa Universitas Pembangunan Panca Budi Medan.

  • Bagikan