Kesalahan Dilakukan Kebanyakan Sekolah

  • Bagikan
Kesalahan Dilakukan Kebanyakan Sekolah

Oleh Roy Martin Simamora

Siswa seringkali diajarkan bagaimana berpikir, tetapi jarang diajarkan bagaimana berempati, bersimpati, berkolaborasi, dan berkomunikasi efektif. Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan memahami perasaan mereka adalah keterampilan yang penting…

Tahun lalu, Adam Grant menulis sebuah artikel menarik berjudul What Most American Schools Do Wrong di The New York Times (22/10/23). Dalam artikel itu, Grant mengawali artikelnya dengan mengangkat prestasi Finlandia dan Estonia dalam ujian PISA (Program for International Student Assessment), di mana kedua negara tersebut secara konsisten mencapai peringkat tertinggi dalam tes matematika, membaca, dan sains, meskipun menghabiskan waktu belajar yang relatif sedikit. Ini merupakan poin penting yang membangkitkan pertanyaan tentang apa yang berhasil dilakukan oleh sistem pendidikan mereka.

Grant menyoroti praktik “looping” di Amerika Serikat, di mana guru tetap dengan kelompok siswa yang sama selama beberapa tahun. Artikel itu menggambarkan bahwa model “looping” memiliki manfaat signifikan dalam hal kinerja matematika dan membaca. Guru yang memiliki kesempatan lebih lama untuk mengenal siswa secara pribadi dapat memberikan dukungan instruksional dan emosional yang lebih baik. Hal ini menghasilkan pemahaman yang lebih mendalam tentang kekuatan dan tantangan setiap siswa.

Selain “looping,” Finlandia dan Estonia memiliki sistem pendidikan yang lebih profesional, yang memerlukan gelar master untuk guru dan memberikan tingkat otonomi yang tinggi kepada mereka. Mereka fokus pada pembelajaran yang menyenangkan dan berbasis bermain. Selain itu, mereka menawarkan intervensi dini dan dukungan tambahan kepada siswa yang mengalami kesulitan. Ini semua menciptakan budaya kesempatan untuk semua siswa, yang berarti mereka tidak hanya peduli pada siswa yang menunjukkan potensi tinggi.

Grant secara tegas mengkritik sistem pendidikan Amerika Serikat, yang dilihat sebagai mengejar gagasan “pemenang mengambil semua.” Sistem ini menciptakan kesenjangan besar antara siswa yang berprestasi tinggi dan rendah. Pendidikan Amerika Serikat cenderung lebih berfokus pada siswa berbakat dan meninggalkan siswa lain di belakang. Grant menekankan pentingnya menciptakan budaya kesempatan untuk semua siswa, di mana setiap siswa didorong untuk melampaui harapan mereka. Ini adalah pendekatan yang diadopsi oleh Finlandia dan Estonia, yang melihat nilai dalam investasi pada semua siswa, tanpa memandang tingkat kemampuan awal mereka.

Setelah membaca dan merenungkan artikel tersebut, saya pun mulai bertanya-tanya: Bagaimana kondisi sistem pendidikan kita saat ini? Apakah sekolah-sekolah kita telah beradaptasi dengan perubahan zaman? Bagaimana cara guru-guru mengelola kelas mereka? Apakah mereka mampu mengakomodasi potensi setiap siswa yang ada dalam kelas mereka? Adakah siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran? Apakah sistem pendidikan kita telah mengikuti perkembangan teknologi dan inovasi digital yang begitu pesat? Sadar atau tidak sadar, teknologi komputer, internet, dan berbagai aplikasi pintar telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari kita. Bagaimana kita memastikan bahwa siswa kita memiliki keterampilan yang relevan dan diperlukan dalam dunia yang terus berubah ini?

Kesalahan Klasik

Kita tahu, sekolah telah lama dianggap sebagai lembaga yang penuh dengan pengetahuan dan wawasan. Namun, sayangnya, dalam banyak hal, kesalahan yang dilakukan sebagian besar sekolah telah menciptakan sistem pendidikan yang kurang efektif dan tidak sesuai dengan tujuan sejati pendidikan. Dari pengamatan saya, ada beberapa kesalahan-kesalahan klasik yang umumnya dilakukan oleh sekolah kita, serta memberikan pandangan kritis tentang bagaimana pendidikan dapat ditingkatkan.

Salah satu kesalahan utama yang sering dilakukan oleh sekolah adalah penekanan berlebihan pada penghafalan dan penilaian hasil ujian. Sistem pendidikan kita terlalu berfokus pada ujian dan cenderung menghasilkan siswa yang pandai dalam mengingat fakta-fakta sementara kurang mampu untuk berpikir kritis dan kreatif. Lebih dari itu, kesalahan ini menciptakan tekanan yang tidak perlu pada siswa, yang sering kali merasa terdesak untuk mengingat informasi sebanyak mungkin, bukan untuk memahami dan mengaplikasikannya. Ini adalah upaya yang sia-sia, karena ingatan sementara tidak akan membantu siswa menjadi individu yang bijak dan terampil dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Beberapa sekolah berfokus pada nilai sebagai ukuran keberhasilan, yang dapat mengarah pada budaya kompetisi dan kecemasan, daripada menumbuhkan kecintaan belajar dan pertumbuhan pribadi. Belum lagi, sebagian sekolah sering kali mengadopsi pendekatan satu ukuran untuk semua untuk pendidikan, di mana semua siswa diharapkan untuk maju dengan kecepatan yang sama dan mempelajari materi yang sama, terlepas dari kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Tidak semua siswa belajar dengan kecepatan yang sama atau dengan cara yang sama. Banyak sekolah tradisional yang kesulitan untuk memberikan pengajaran individual dan dukungan untuk kebutuhan belajar yang beragam.

Selain itu, sebagian besar sekolah kita masih mengikuti pendekatan kurikulum yang sangat kaku dan terlalu spesifik. Mereka cenderung mengajarkan materi yang memiliki manfaat terbatas dalam kehidupan sehari-hari, sementara kurang memberikan penekanan pada keterampilan esensial seperti pemecahan masalah, komunikasi, dan pemikiran kritis. Sistem pendidikan yang efektif harus memberikan ruang untuk eksplorasi dan pengembangan minat serta bakat individu. Setiap siswa adalah individu unik dengan potensi yang berbeda, dan sekolah harus memfasilitasi perkembangan potensi ini.

Kesalahan lain yang sering terjadi adalah pengabaian terhadap aspek sosial dan emosional dalam pendidikan. Siswa seringkali diajarkan bagaimana berpikir, tetapi jarang diajarkan bagaimana berempati, bersimpati, berkolaborasi, dan berkomunikasi efektif. Kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan memahami perasaan mereka adalah keterampilan yang penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dan sekolah harus memberikan perhatian yang lebih besar pada aspek ini.

Tak hanya itu, sebagian besar sekolah kita cenderung mengabaikan pengajaran etika dan moral dalam kurikulum mereka. Pendidikan seharusnya tidak hanya tentang memasukkan informasi ke dalam pikiran-pikiran siswa, tetapi juga tentang membentuk karakter mereka. Siswa perlu diajarkan nilai-nilai seperti kejujuran, toleransi, dan empati. Tanpa dasar moral yang kuat, pengetahuan yang diperoleh di sekolah dapat disalahgunakan, dan ini bisa berdampak buruk pada masyarakat ke depannya.

Kesalahan terakhir yang ingin saya soroti adalah ketidakmampuan sistem pendidikan kita dalam mengikuti perubahan yang terus berlangsung di dunia. Dunia terus berubah, dan pendidikan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan tersebut. Sekolah-sekolah, baik yang berlokasi di perkotaan maupun di daerah, perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam pembelajaran sepanjang hidup, sehingga mereka dapat terus beradaptasi dengan perubahan dan memperbarui pengetahuan mereka tanpa kehilangan identitas budaya daerah mereka.

Penutup

Penting untuk dicatat bahwa isu-isu di atas bervariasi dari satu sekolah ke sekolah lainnya, dan banyak pendidik dan institusi yang secara aktif bekerja untuk mengatasi tantangan-tantangan ini dan meningkatkan kualitas pendidikan kita. Reformasi pendidikan adalah proses berkelanjutan yang melibatkan kolaborasi antara guru, administrator, pembuat kebijakan, dan masyarakat untuk menciptakan lingkungan belajar yang lebih efektif dan adil.

Karena itu, untuk meningkatkan sistem pendidikan, kita perlu mengubah fokus kita dari mengingat fakta-fakta ke pemahaman yang mendalam, dari kurikulum yang kaku ke pengembangan keterampilan esensial, dan dari pengetahuan semata ke pembentukan karakter. Pendidikan harus menjadi sarana untuk membentuk individu yang bijak, kreatif, dan bertanggung jawab, yang siap menghadapi perubahan dunia dengan keyakinan dan pemahaman yang mendalam.

Penulis adalah Dosen Filsafat Pendidikan PSP ISI Yogyakarta.

  • Bagikan