Kini Belanda Pun Melarang Siswa Membawa Telepon Genggam Ke Sekolah

  • Bagikan
Kini Belanda Pun Melarang Siswa Membawa Telepon Genggam Ke Sekolah

Oleh Tabrani Yunis

Ketika mengambil rapor anak di sekolahnya di MTsN 1 Model, Banda Aceh, penulis mendengar percakapan wali kelas dengan seorang Orangtua siswa yang mengambil rapor anaknya. Ibu wali kelas menjelaskan pada orangtua tersebut kalau nilai anaknya ada yang turun. Sang wali kelas pun bertanya, bagaimana sang anak di rumah. Bagaimana kegiatan belajarnya. Sang Orangtua pun menjelaskan bahwa anaknya sekarang semakin asyik dengan HP.

Mendengar cerita itu, penulis yang juga sedang mengambil rapor semester ganjil di kelas III atau kelas IX itu langsung teringat dengan aktivitas anak sendiri yang sekarang semakin malas belajar, malas membaca, dan segala aktivitas edukasi lainnya yang mendukung proses pembelajaran di sekolah. Padahal sebelumnya, penulis sudah membiasakan anak-anak membaca. Cara yang membuat anak bukan hanya atau membaca pada tataran reseptif, tetapi juga sangat produktif.

Apa yang penulis praktikan terhadap dua anak yang sudah usia sekolah, yakni Ananda Nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis adalah melakukan kegiatan pembiasaan membaca dan menceritakan kembali isi bacaan, secara lisan. Kepada mereka, penulis sediakan bacaan dalam bahasa Inggris, dati buku Children encyclopedia yang sangat kaya informasi dan pengetahuan. Pertama, Penulis membaca bacaan itu dengan bersuara, lalu meminta Ananda Nayla membacanya dengan bersuara. Dengan membaca bersuara, akan membantu ia mengucapkan bahasa Inggris dengan benar, sekaligus memperlancar dan meluruskan pronunciation. Kemudian dilanjutkan dengan membaca diam atau dalam hati, dengan maksud ia bisa memahami isi bacaan. Setelah ia mengerti apa yang ia baca, maka dilanjutkan dengan tugas menceritakan isi bacaan kepada penulis dalam bahasa Inggris.

Untuk memotivasi mereka membaca, penulis membuat kegiatan itu live di Facebook dan juga di YouTube, Anakcerdasmagazine. Sehingga, setiap malam kegiatan membaca dan menjelaskan isi bacaan berjalan lancar dan sangat membantu mereka dalam belajar. Ada banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan kegiatan tersebut. Misalnya, tumbuh minat membaca. Kedua, bisa melatih kemampuan memahami bacaan. Ke tiga, melatih rasa percaya diri atau self confidence. Ke empat, membangun kemampuan komunikasi dan ke lima, sekaligus membuat mereka popular dengan kemampuan dan penampilan di depan kamera. Hasilnya sangat menggembirakan, karena banyak hal yang bisa dikembangkan.

Namun, ketika daya tarik gadgets yang begitu kuat terhadap generasi sekarang, mengalahkan daya tarik membaca, menarik keinginan anak untuk menggunakan gadgets. Walau mereka belum diberikan kepemilikan gadgets, kebiasaan meminta pinjam. HP atau gadgets orang tua, membuat mereka semakin sulit lepas dari aktivitas menggunakan HP atau gadgets. Maka kemudian ketika mereka mulai sering menggunakan handphone atau gadgets, ditambah dengan kesibukan Orangtua dengan hal lain seperti mengerjakan pekerjaan, kegiatan itu terputus. Maka, kondisi ini, membuat usaha-usaha dengan strategi jitu membangun budaya belajar, membangun kemampuan literasi lewat kegiatan membaca terganggu dan bahkan bisa terhenti. Buktinya, mereka sudah tidak lagi membaca bacaan yang ada di dalam ensiklopedia yang biasa mereka gunakan. Mereka semakin sibuk dengan HP dan semangat membaca pun hilang.

Nah, kemalasan anak-anak untuk belajar, membaca, menulis dan juga berhitung atau mengerjakan tugas -tugas sekolah yang disebabkan oleh candunya atau mabuknya anak-anak dengan gadget sepulang sekolah. Sudah bukan hal yang aneh lagi kalau yang namanya gadget selalu lengket di tangan anak-anak kita. Sehingga tidak ada waktu bagi layar HP atau gadget tertutup, hingga tidak ada waktu untuk membaca, berlatih matematika, berlatih menulis dan segala aktivitas berkaitan dengan itu. Perhatian dan waktu terkuras untuk hal-hal yang menghibur atau entertainment. Itulah salah satu dari banyak masalah yang dihadapi oleh orangtua dan guru saat ini.

Jadi wajar saja, kalau selama ini semakin banyak orang tua dan pihak sekolah yang kewalahan mengatur atau mengajak anak-anak untuk belajar, walau dengan menggunakan gadgets untuk belajar atau menyimpan sejenak HP atau gadgets, kepentingan belajar pelajaran sekolah, aktivitas membaca semakin diabaikan. Sementara anak dengan berbagai alasan lebih memilih konten-konten yang disajikan di TIK Tok, IG, YouTube dan game online atau yang lainnya yang bersifat hiburan dan melalaikan.

Kiranya, sudah banyak pihak yang meneliti dan menulis terkait eksistensi HP maupun gadgets lainnya dengan segala bentuk aplikasi dan fiturnya, dampak positif dan negatif yang menyertai kehadiran teknologi internet selama ini dalam semua sektor kehidupan, termasuk di sektor pendidikan. Ada banyak catatan yang bisa kita simak dari tulisan atau hasil penelitian banyak pihak. Namun dalam tulisan ini, lebih mengerucut pada masalah hasil belajar para siswa atau bahkan mahasiswa. Pengalaman orang tua di rumah sejak menjamurnya smartphone atau gadgets yang semakin canggih, memaparkan banyak masalah dengan masalah belajar anak, ketika anak semakin asyik dengan smartphone atau pun gadgets selama ini. Ada banyak masalah yang terjadi. Beberapa di antaranya, pertama adalah berkurangnya minat anak untuk membaca. Bukan saja membaca buku, tetapi juga membaca bacaan-bacaan yang banyak tersedia di smartphone tersebut. Padahal, dengan tersedianya smartphone atau gadgets yang begitu canggih, sangat banyak bacaan menarik dan penting dibaca. Sayangnya, sajian video yang sangat entertaining itu, mengalahkan minat membaca.

Kedua, penggunaan smartphone maupun gadgets oleh para siswa di sekolah atau pun di rumah, telah membuat anak atau para siswa sulit berkonsentrasi. Hal ini disebabkan oleh daya tarik smartphone yang begitu kuat. Ke tiga, adanya smartphone atau gadgets dengan kemudahan akses internet itu, anak-anak menjadi tidak terbiasa lagi menyimpan segala informasi di otak mereka sendiri, tetapi semua disimpan di Google dan bila guru mengajukan pertanyaan -pertanyaan, jawabannya ada di Google. Tentu masih banyak hal lain, sebagai akibat dari penggunaan smartphone secara tidak bijak. Misalnya, perubahan sikap anak menjadi semakin lalai dengan smartphone atau gadgets. Akibatnya kemampuan literasi anak atau siswa, semakin lama, semakin rendah. Jelas ini membahayakan.

Menyikapi kondisi ini, sebenarnya selama ini banyak sekolah di Indonesia, termasuk Aceh yang melarang pelajar atau siswa membawa HP atau gadgets ke sekolah. Bahkan sebelum pandemi Covid 19, banyak sekolah membuat aturan khusus tentang pelarangan membawa HP atau gadgets, kecuali HP yang tidak menggunakan kamera untuk kepentingan menelpon dan menerima telpon dari dan kepada orangtua. Namun, ketika Covid 19 mewabah, penggunaan HP menjadi pilihan satu-satunya untuk menjalankan proses belajar yang mengharuskan para siswa belajar dari rumah dengan menggunakan HP atau gadgets. HP atau gadgets yang sebelumnya termasuk piranti yang dilarang untuk dibawa di sekolah, kemudian menjadi keharusan kala pandemi Covid 19 menerpa. Akibatnya, apa yang dilarang, harus berubah menjadi kebutuhan belajar.

Lalu setelah Covid 19 berlalu dan proses belajar mengajar dengan sistem tatap muka kembali bisa dilakukan, penggunaan HP untuk kegiatan zoom pun berkurang sejalan dengan semakin kondusifnya proses belajar tatap muka. Sekolah -sekolah kembali melarang siswa membawa HP smartphone atau gadgets ke sekolah, mengingat dampaknya terhadap proses belajar serta kualitas pendidikan yang ikut melorot. Jadi, ada kekhawatiran pihak sekolah dan para Orangtua, sehingga memang harus ada upaya pembatasan atau larangan membawa Smartphone ke sekolah.

Nah, terkait dengan larangan membawa HP, smartphone atau gadgets ke sekolah ternyata tidak hanya ada di negeri kita di Indonesia. Kini, Belanda pun di bulan Januari 2024 ini mulai melarang para siswa membawa HP, smartphone atau gadgets ke sekolah. Kompas.id edisi 19 Desember 2023 menukilkan bahwa “ Belanda larang telepon genggam di sekola”. Masalahnya, prihatin pada kualitas kualitas belajar yang menurun, Pemerintahan Belanda akan memperketat penggunaan perangkat keras digital di sekolah. Merujuk Euronews.com, 16/12/23 aturan itu akan diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2024. Lebih lanjut disebutkan pula bahwa ketentuan itu antara lain melarang siswa membawa telepon genggam atau HP ke dalam kelas. Bahkan peralatan lain yang juga turut dilarang adalah tablet dan jam tangan pintar.

Selain Belanda, beberapa negara di Eropa seperti Finlandia, Perancis dan Inggris juga mengambil langkah serupa. Padahal mereka adalah negara-negara maju yang kita kenal sudah selesai atau tidak memiliki masalah dasar seperti di Indonesia. Sebagaimana kita kenal bahwa di Finlandia anak-anak usia 15 tahun sudah tidak bermasalah dengan masalah literasi, numerasi dan sains, sehingga selama ini memudahkan mereka belajar segala hal. Oleh sebab itu, kita sebagai bagian dari negara yang masih memiliki kemampuan literasi, numerasi dan sains yang rendah, memang harus lebih bijak dalam menggunakan segala perangkat smartphone dan gadgets di sekolah dan di rumah. Selayaknya kita belajar lebih banyak dari pengalaman kita dan pengalaman dari negara -negara maju di dunia.

Penulis adalah Pemerhati Pendidikan, Pegiat Literasi dan Pensiunan Guru

  • Bagikan