Medan, Polandia Dan Polonia

  • Bagikan
Medan, Polandia Dan Polonia

Oleh Budi Agustono

Nama Polonia yang menyejarah dan akrab di telinga masyarakat berangsur-angsur tertelan perkembangan di masa mendatang hanya tinggal kenangan jika bekas konsesi Polonia, lapangan terbang Polonia dan aktivitas bisnis tembakau dan peran sang baron Ludwik Michalsky di kota Medan tidak ditulis dan tidak terdokumentasi

Medan adalah ibu kota Sumatera Utara. Sebagai ibukota provinsi Medan merupakan kota tua karena berdiri lebih dari seratus dua puluh lima tahun lalu. Mulanya Medan hanya kampung kecil dan sepi. Kampung kecil ini mulai berubah sewaktu Belanda menaklukkan penguasa lokal (Melayu) satu demi satu di Sumatera Timur (Sumatera Utara sekarang) tahun 1860-an. Sebelum kedatangan Belanda penguasa lokal (Melayu) mempunyai pemimpinnya disebut Sultan atau Raja. Wilayah sultan dan raja ada besar dan ada yang kecil. Sultan dan Raja mempunyai kekuasaan otonom dan berdaulat di wilayahnya masing-masing. Kedaulatan penguasa lokal Melayu perlahan melemah sesudah Belanda menganeksasi seluruh Sumatera Timur.

Belanda tidak hanya menganeksasi dan membuat penguasa lokal mengakui kedaulatannya melalui perjanjian dan kontrak politik, juga mengubah landskap masyarakat, ekonomi dan politik Sumatera Timur. Medan yang berkampung kecil tetapi strategis dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan ibukota Keresidenan Sumatera Timur tahun 1887. Sebelum Medan menjadi ibukota Keresidenan Sumatera Utara, Belanda menarik dan mengundang pemilik modal Belanda dan Eropa menanam modalnya dalam tanaman ekspor, cash crops, tembakau, sawit, karet, teh, kakao, kelapa dan sebagainya. Dalam waktu singkat pemodal besar Belanda, Polandia, Inggris, Swiss, Belgia, Amerika, dan sebagainya berdatangan berlomba berinvestasi dalam tanaman ekspor (tembakau) di Medan dan wilayah satelit kolonial lainnya.

Beroperasinya tanaman ekspor memerlukan lahan, material bangunan, teknologi modern, keahlian (ekspertis), dan tenaga kerja. Pabrik, laboratorium, transportasi, gudang dan tenaga kerja dipersiapkan. Tenaga kerja didatangkan dari Semenanjung Malaya, Cina, Jawa, Bawean dan Tamil dikerahkan tenaganya menyiapkan infrastruktur perkebunan tembakau modern. Dalam waktu pendek tenaga kerja yang kemudian dikelola sindikat-sindikat perkebunan mengalir ke Medan dan wilayah satelit kolonial Sumatera Timur. Berbarengan dengan mengalirnya buruh, pemodal Belanda dan Eropa kian membesar jumlahnya karena kian banyak industri perkebunan berdiri di tanah-tanah subur Medan dan sekitarnya.

Meningkatnya jumlah perkebunan memerlukan ribuan tenaga kerja membuka lahan, menanam, merawat, memetik dan memproses tembakau setelah panen. Juga peralatan teknologi modern yang menggerakkan mesin-mesih pabrik membutuhkan tenahga kerja guna menghasilkan produk tembakau terbaik dan bermutu tinggi sehingga mudah dijual ke pasar dunia. Namun di atas semua ini berfungsinya mesin-mesin industri tembakau ini karena tersedianya tanah subur di Medan dan kantong satelit perkebunan di Sumatera Timur. Pemodal Belanda dan Eropa tidak akan bisa memutar mesin industri perkebunan tanpa ada ketersediaan tanah.

Penguasa lokal (Melayu) sebagai pemuka adat dan pemimpin puncak menganggap tanah subur di wilayah kekuasaannya sebagai miliknya sehingga siapa saja yang hendak memakai dan menggunakan tanah harus bertemu dan beroleh izin Sultan dan Raja. Sultan memberi tanah subur seluasnya kepada pemodal modal Belanda dan Eropa. Pemerintah kolonial bersama pemilik modal Belanda dan Eropa menyulap Medan yang masih terbelakang itu diisi gedung maskapai asing, pemerintahan, perhotelan, pedagangan, hiburan, Pelabuhan, transportasi dan telekomunikasi yang sentrumnya berada di sekitar Lapangan Merdeka. Tidak jauh dari Lapangan Merdeka dibangun Kesawan kawasan pecinan Medan.

Pendiri Kesawan adalah dua Tjong bersaudara, Tong Yong Hien dan Tjong A Af ie. Kedua Tjong bersaudara tidak saja taipan Tionghoa, kolonial juga pemilik perkebunan seperti halnya pemodal Belanda dan Eropa. Cara mendapatkan tanahnya juga sama seperti yang dikerjakan pemodal asing internasional lainnya. Kedatangan pemodal Belanda dan Eropa bertujuan menginvestasikan uang untuk mengkapitalisasi modalnya dengan mendirikan perkebunan di Medan dan wilayah satelit kolonial lainnya.

Para pemilik modal besar internasional ini populer disebut baron. Kekuasaan seorang baron sangat berpengaruh dan kuat di wilayahnya masing-masing bahkan pengaruh kekuasaannya melebihi pejabat tinggi pemerintah kolonial. Para baron perkebunan yang sangat kuat posisinya di tengah masyarakat kolonial yang rasis disebut plantocracy.

Mempererat

Salah satu baron perkebunan terkemuka dari Polandia, negara yang terletak di Eropa Tengah, adalah Ludwik Michalsky. Ia seorang tentara dan berperang membela negaranya Polandia dengan Rusia. Polandia kalah perang, Ludwik Michalsky melarikan diri ke Swiss. Di negeri ini ia belajar di Politeknik. Setelah tamat dari Politeknik ia berkenalan dengan pengusaha Swiss dan disarankan ke Medan. Setiba di Medan ia bekerja di Kesultanan Deli. Selesai tugasnya ia mendapat konsesi dari Sultan Deli di sekitar Medan. Karena pemegang konsesi tanah dan berasal dari Polandia Ludwik Michalsky menamakan wilayah konsesinya Polonia tahun 1872. Pada periode ini baron-baron perkebunan mendirikan dan membuka perkebunan tembakau dan mengisi ruang publik kota Medan dengan fasilitas modern layaknya kota-kota modern di Belanda dan Eropa.

Wilayah konsesi Ludwik Michalsky, Polonia, berkembang cepat dengan fasilitas modern. Wilayahnya strategis karena tidak jauh dari pusat kota Medan. Memasuki abad kedua puluh berdiri pemukiman Belanda dan Eropa di wilayah Polonia. Di awal abad ke dua puluh dibangun rumah sakit Elisabeth yang dirancang arsitektur Belanda. Sebagai wilayah pemukiman Eropa Polonia terus berkembang dan berikutnya dibangun lapangan terbang (bandara udara) di sekitar Polonia yang kemudian bernama Lapangan Terbang Polonia. Pada paruh ketiga abad kesembilan belas pesawat terbang dari Belanda mendarat di Lapangan Terbang Polonia. Inilah pertama kali pesawat terbang mendarat Medan. Pada tahun 1920-an Lapangan Terbang Polonia diperluas dan direnovasi kembali tahun 1930-an. Fasilitas Lapangan Terbang Polonia semakin membaik sesudah masa kemerdekaan.

Setelah tahun 1960-an Lapangan Terbang Polonia semakin banyak pesawat komersial mendarat dan terbang dari dan ke Polonia. Sepuluh tahun lalu tepatnya tahun 2013 Lapangan Terbang Polonia tidak beroperasi lagi karena dibangun bandara udara Kualanamu International Airport (KNIA) di Kabupaten Deli Serdang. Tidak ada lagi fasilitas penerbangan modern dan tidak ada lagi penerbangan komersial di Polonia. Di bekas Lapangan Terbang Polonia hanya terlihat bekas gedung administrasi penerbangan di hamparan tanah luas.

Hamparan tanah luas mengingatkan tahun-tahun 1870-an saat bekas lapangan terbang ini dipenuhi hutan belantara yang pohon-pohonnya ditebangi dan batang pohon yang besar itu ditarik dan dibersihkan dari lahan tanah sehingga tampak hamparan tanah luas yang di sekelilingnya hutan. Bedanya sekarang hutan yang meranggas tidak ada lagi dan menghilang dari atas tanah kota Medan. Bekas Lapangan Terbang Polonia dijepit perumahan mewah, pusat bisnis, perkantoran dan pemukiman masyarakat.

Bekas tanah konsesi Polonia milik baron Ludwik Michalsky saat ini bernama Medan Polonia. Medan Polonia telah menyejarah di kota Medan. Nama Polonia sangat akrab bagi masyarakat Medan. Namun nama Polonia yang menyejarah dan akrab di telinga masyarakat berangsur-angsur hilang karena tertelan perkembangan di masa mendatang hanya tinggal kenangan jika bekas konsesi Polonia, lapangan terbang Polonia dan aktivitas bisnis tembakau dan peran sang baron Ludwik Michalsky di kota Medan tidak ditulis dan tidak terdokumentasi.

Menyadari pentingnya peran baron Ludwik Michalsky dalam pembangun awal berdirinya kota Medan Kedutaan Polandia melalui Deputy Head of Mission melakukan rangkaian kunjungan ke beberapa tempat termasuk ke Medan Polonia menelusur jejak sejarah Polonia untuk keperluan penulian sejarah Polonia. Dengan adanya penulisan sejarah Polonia ingatan publik tentang Polonia dan Lapangan Terbang Polonia terpanggil kembali dan bila membacanya menjadi pengetahuan sejarah masyarakat.

Lebih dari itu bila ada sejarah Polonia, Lapangan Terbang Polonia dan tentu saja Ludwik Michaesky akan terlacak kembali hubungan sejarah negara Polandia dengan Medan – Sumatera Utara yang telah terjalin dan dirintis sejak pertengahan abad kesembilan belas. Dengan penulisan sejarah Polonia ini akan mempererat hubungan antara Polandia – Indonesia, terutama Polandia dengan Medan, Sumatera Utara.

Penulis adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

  • Bagikan