Pariwisata Dan Konten Lokal

  • Bagikan
Pariwisata Dan Konten Lokal

Oleh Khairullah

77% Wisatawan mancanegara mengunjungi Bali setiap tahunnya, 57% wisatawan domestik mengunjungi Jawa. Hal ini berdampak pada pemusatan pendapatan dan keuntungan pariwisata pada dua wilayah geografis saja. Perlu diversifikasi konten destinasi wisata, dan lembaga penyiaran daerah pasti mampu melakukannya!

Salah satu kekuatan Indonesia terletak pada sektor pariwisatanya. Hal ini berdasarkan pada data yang menyebutkan, bahwa pariwisata dan ekonomi kreatif memainkan peran penting, karena berkontribusi sekitar 10% dari PDB, dan memberikan lapangan kerja untuk lebih dari 45 juta orang (16% dari total penduduk Indonesia).

Artinya, banyak masyarakat kita yang bergerak pada sektor ini, mulai dari jasa angkutan umum, biro dan agen akomodasi/perjalanan, penyedia tempat tinggal/perhotelan/spa, penjaja makanan dan minuman/restoran, perdagangan valuta, cinderamata, penerbitan, atraksi hiburan, budaya, olahraga masyarakat, desa wisata, dan sebagainya. Hal ini tentu dapat mendorong perekonomian masyarakat, khususnya dari sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Artinya, negara kita memang sangat bergantung pada sektor ini.

Hal yang dapat dilakukan Lembaga Penyiaran dalam meningkatkan kunjungan wisatawan lokal maupun asing adalah dengan melakukan penguatan konten lokal, sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan terkait, seperti yang tercantum pada Pasal 68 SPS yang berbunyi: (1) Program siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan dengan durasi paling sedikit 10% untuk televisi dan paling sedikit 60% untuk radio dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari.

Penguatan konten lokal pariwisata, baik melalui program jurnalistik, program faktual maupun nonfaktual dapat menjadi strategi promosi lembaga penyiaran. Pun sebagaimana diketahui, tv, dan radio sebagai bentuk komunikasi massa mampu menjangkau pemirsa secara luas, termasuk pada wilayah-wilayah blank spot. Pun sejauh ini, tingkat penetrasi televisi masih ada dan nyata, meski terus bersaing ketat dengan keberadaan internet dan media sosial.

Namun, dalam upaya penguatan konten lokal tersebut masih memiliki kelemahan dan tantangan, sebagai berikut: Pertama, peningkatan SDM penyiaran melalui pelatihan-pelatihan dan bimbingan teknis terkait produksi konten kepariwisataan, sehingga siaran yang dihasilkan benar-benar ampuh dalam menarik perhatian (attention) hasrat (desire), keputusan (decision), bahkan keyakinan (conviction) untuk berkunjung ke daerah tersebut (action). Sebagaimana diketahui, komunikasi massa memiliki pengaruh secara moderat terhadap tingkat pengetahuan (kognitif), perasaan (afektif), dan perilaku (behavioral) masyarakat. Hal ini amat bergantung pada tingkat terpaan dan ketergantungan masyarakat terhadap media.

Kedua, lembaga penyiaran pada masing-masing wilayah perbatasan harus saling berkeja sama dalam upaya penguatan lokal, termasuk dalam hal berbagi konten (sharing content).

Ketiga, tidak lagi menayangkan konten lokal pada jam malam, atau sekadar memenuhi tanggung jawab lembaga penyiaran. Perlu adanya kesadaran insan penyiaran untuk turut serta dalam menggali berbagai potensi yang ada di daerahnya, termasuk pada sektor pariwisata. Sehingga konten pariwisata yang diproduksi benar-benar mampu memberikan alternatif destinasi wisata kepada masyarakat, sekaligus turut melestarikan budaya yang ada di sana.

Terlebih pada Pasal 68 SPS juga telah menyebutkan: (2) Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) di atas paling sedikit 30% di antaranya wajib ditayangkan pada waktu prime time waktu setempat; dan (3) Program siaran lokal sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) secara bertahap wajib ditingkatkan hingga paling sedikit 50% untuk televisi dari seluruh waktu siaran berjaringan per hari.

Keempat, memperbanyak kuantitas produksi konten lokal, baik dari segi format program, genre dan sebagainya, sehingga tetap berhasil dalam menarik minat masyarakat. Tentu dengan menyesuaikan pada tren-tren yang sedang berkembang, sehingga tidak terkesan ketinggalan zaman. Karena itu, Pemerintah Daerah setempat juga perlu berkolaborasi dengan Lembaga Penyiaran yang ada dalam hal anggaran produksi, sehingga masyarakat mengetahui bahwa destinasi wisata di Indonesia tidak hanya Bali ataupun Pulau Jawa saja, melainkan juga tersebar pada berbagai titik yang ada di Pulau Sumatera.

Berdasarkan data, sebanyak 77% wisatawan mancanegara mengunjungi Bali setiap tahunnya, sementara 57% wisatawan domestik mengunjungi Jawa. Hal ini berdampak pada pemusatan pendapatan dan keuntungan pariwisata pada dua wilayah geografis saja. Artinya perlu adanya diversifikasi konten destinasi wisata, dan lembaga penyiaran daerah pasti mampu melakukannya!

Kelima, KPI dan Lembaga Penyiaran pada level pusat maupun daerah juga perlu menjalin kerja sama lintas sektor, seperti dengan Kementerian Perhubungan; Kementerian Koperasi dan UKM; Kementerian Pariwisata; Pemerintah Daerah; Pekerja Desa Setempat; E-Commerce; Perusahaan Logistik dan Pengiriman Swasta dalam rangka penguatan konten lokal berbasis pariwisata, baik itu dalam bentuk pemberitaan, penyiaran maupun iklan komersial/iklan layanan masyarakat.

Kolaborasi dan kerja sama lainnya juga dapat dilakukan dengan: Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI); Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita); Gabungan Pengusaha Wisata Bahari Indonesia (Gahawisri); Asosiasi Kawasan Pariwisata (AKPI); Asosiasi Wisata Alam dan Margasatwa (Wisatwari); Society of Indonesia Professional Convention Organization (SIPCO); Himpunan Pendidikan Tinggi Pariwisata (HILDIKTIPARI); Asosiasi Perusahaan Impresariat Indonesia (Aspindo); Jakarta Promotion Board (Jakprom); Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI); Asosiasi Perusahaan Penyelenggara Pameran dan Kovensi Indonesia (ASPERAPI); Indonesia Air Transport and Travel Association; Asosiasi Perusahaan Agen Penjualan Tiket Penerbangan (Astindo); Asosiasi SPA Indonesia (Aspi);

Jakarta Convention Bureau; Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI); Ikatan Ahli Perhotelan Indonesia; Indonesian Subaquatic Sport Association (Possi); Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI); Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI); Komite Sepeda Indonesia (KSI); Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI); Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia (ARKI); Indonesia Creative Cities Network (ICCN); dan sebagainya.

Keenam, KPI Pusat perlu menyusun regulasi terkait pengaturan khusus konten lokal dan pariwisata, sehingga setiap insan penyiaran di daerah memiliki petunjuk teknis yang jelas terkait dengan pengelolaan konten lokal di daerah, termasuk reward dan punishment-nya.

Pada akhirnya, pariwisata harus dipandang sebagai peluang dalam upaya penguatan konten lokal, yang pada hilirnya akan mampu menggeliatkan perekonomian di daerah pasca pandemi lewat peningkatan kontribusi pariwisata, sebagaimana negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan. Sekaligus juga sebagai upaya menjaga tradisi nenek moyang agar tidak punah, sehingga generasi muda saat ini (Generasi Milenial, Generasi Z, hingga Generasi Alpha) tetap mencintai budaya, termasuk makanan lokal kita yang memang telah ada sejak turun-temurun dari gempuran imperialisme budaya Barat hingga Korean Wave. Sekian.

Penulis adalah Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Fisip UMA.

  • Bagikan