Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu

  • Bagikan
<strong>Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu</strong><strong></strong>

Oleh Dr Aulia Akbar, ST, MDP (Adv)

Minimnya partisipasi aktif masyarakat dalam tahapan-tahapan Pemilu setidaknya mengindikasikan, bahwa dalam rangkaian Pemilu, partisipasi masyarakat masih dipandang sebatas obyek, yang diminta menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon-calon yang didukung Parpol di bilik suara pada saat Pemilu

Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilu. Belum lama ini, media massa diramaikan dengan diumumkannya Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta yang baru saja menyelesaikan masa jabatannya pertengahan Oktober ini, sebagai Calon Presiden dari partai Nasdem.

Langkah Nasdem ini langsung diikuti oleh PSI yang mengumumkan akan mengusung Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, sebagai Calon Presiden. Para elit dan petinggi Parpol seperti Golkar, PKS, Demokrat, PAN, dan lainnya pun segera merespon pengumuman tersebut dengan komunikasi intens antar Parpol guna menjajaki kemungkinan koalisi.

Beberapa lembaga survei pun turut menambah riuh suasana perpolitikan di tanah air, yang menyampaikan hasil survei tentang tingkat elektabilitas para calon dan kandidat.

Tak ketinggalan, publik pun disuguhi beragam analisis pakar-pakar politik yang membahas kekuatan dan kelemahan para calon yang akan bertarung di ajang Pemilu, termasuk memprediksi berbagai skenario koalisi antar calon dan antar Parpol yang mungkin bisa terjadi.

Seluruh manuver politik ini kontan langsung menyedot perhatian publik. Padahal, Pemilu sebenarnya baru akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024. Dalam tahapan Pemilu 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat ini baru sampai pada tahap pendaftaran dan verifikasi Parpol peserta Pemilu, untuk kemudian ditetapkan sebagai Parpol peserta pada tanggal 14 Desember 2022 mendatang.

Meskipun demikian, eskalasi politik kali ini sepertinya bergulir lebih cepat. Meskipun resminya pencalonan calon presiden dan wakil presiden baru akan dilakukan Oktober-November 2023 mendatang, beberapa nama Capres sudah bermunculan bahkan dideklarasikan oleh parpol-Parpol yang akan jadi kendaraan utama para calon.

Aspirasi Politik Masyarakat Terpinggirkan?

Menyikapi fenomena tadi, muncul pertanyaan yang cukup menarik untuk ditanyakan: apakah masyarakat memiliki peran pada berbagai manuver politik tersebut? Pertanyaan selanjutnya adalah: sejauh mana partisipasi masyarakat dalam penentuan calon presiden, wakil Presiden, kepala daerah dan anggota legislatif? Hal-hal mendasar ini sangat perlu dipertanyakan. Karena jika kita cermati bersama, peranan Parpol sangat dominan di setiap aktivitas politik tanah air.

Hampir seluruh keputusan, kebijakan, bahkan pemilihan dan penetapan calon presiden/Wapres, hingga anggota DPR dan DPRD dilakukan oleh para petinggi dan pengurus partai. Bagaimana dengan suara dan aspirasi masyarakat yang berada di akar rumput? Masyarakat di akar rumput seolah tidak memiliki ruang untuk berpartisipasi aktif menyuarakan aspirasi ataupun menyodorkan calon-calon mereka, alih-alih untuk menggalang kekuatan bersama dan mengusung calon sendiri.

Menurut Sherry Arnstein (1969), ada delapan tingkatan dalam partisipasi masyarakat, mulai dari tingkat yang paling rendah, manipulasi (manipulation), terapi (therapy), pemberian informasi (informing), konsultasi (consultation), perujukan (placation), kemitraan (partnership), pelimpahan kekuasaan (delegated power), sampai dengan tingkat yang paling tinggi pengawasan masyarakat (citizen control). Penulis belum menemukan penelitian atau jurnal ilmiah yang menggunakan pendekatan Arnstein ini dalam mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam proses Pemilu.

Tetapi berdasarkan pengamatan awam, publik mungkin bisa menilai bahwa tingkat partisipasi masyarakat kita pada perhelatan Pemilu mungkin masih berada pada level ketiga, yakni pemberian informasi, dimana partisipasi masyarakat sekedar menerima informasi tentang para kandidat sebelum Pemilu, kemudian berpartisipasi memberikan suaranya di bilik suara. Masih sebatas itu.

UU Pemilu

UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memosisikan Parpol sebagai satu-satunya peserta Pemilu dalam pemilihan anggota DPR, DPRD dan Capres/Cawapres, di luar DPD dan Kepala Daerah yang dapat dicalonkan atau mencalonkan diri secara perorangan. Dengan demikian, mau tidak mau, masyarakat harus menggunakan Parpol sebagai sarana utama untuk menyalurkan aspirasi politik mereka.

Minimnya partisipasi aktif masyarakat dalam tahapan-tahapan Pemilu setidaknya mengindikasikan, bahwa dalam rangkaian Pemilu, partisipasi masyarakat masih dipandang sebatas obyek, yang diminta menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon-calon yang didukung Parpol di bilik suara pada saat Pemilu. Masyarakat belum bisa menjadi subyek aktif yang menentukan pendulum politik, sehingga suara dan aspirasinya betul-betul didengar dan diperhatikan oleh para Parpol peserta Pemilu.

Tingkat Partisipasi Masyarakat

Pasca reformasi, revisi terhadap UU Politik dan UU Pemilu sebenarnya telah memberi ruang untuk demokrasi multi-partai, yang artinya memberikan ruang yang lebih luas pula bagi partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Sistem multi-partai memberikan opsi yang cukup banyak bagi masyarakat untuk memilih bahkan mendirikan Parpol yang visinya betul-betul sejalan dengan aspirasi mereka.

Meskipun demikian, secara umum tingkat partisipasi pemilih pasca reformasi trennya justru mengalami penurunan. Pada Pemilu 1999, tingkat partisipasi pemilih mencapai 92,6 persen. Pada Pemilu 2004, angka partisipasi pemilih turun menjadi 84,1 persen.

Pada tahun 2004 ketika pertama kali diadakan Pilpres secara langsung, partisipasi pemilih mencapai 78,2 persen pada putaran pertama dan turun menjadi 76,6 persen pada putaran kedua. Pada Pemilu legislatif tahun 2009, partisipasi pemilih menurun hingga 70,9 persen, dan pada Pilpres 2009, partisipasi pemilih 71,7 persen. Pada Pemilu legislatif 2014, partisipasi pemilih mencapai 72 persen, dan pada Pilpres 2014, partisipasi pemilih mencapai 69,58 persen. Tingkat partisipasi pemilih baru mengalami kenaikan pada Pemilu 2019 yang lalu, yaitu Pemilu legislatif mencapai 81,69 persen, sedangkan Pilpres mencapai 81,97 persen.

Pemilu terakhir inilah yang berkontribusi pada kenaikan Indeks Demokrasi Indonesia dari 6,30 pada 2020 menjadi 6,71 pada 2021, yang menempatkan demokrasi Indonesia pada peringkat 52 dunia. Penilaian indeks demokrasi ini dilakukan oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), sebuah  lembaga observer dan analis politik-ekonomi global yang berbasis di London dan telah melakukan pemeringkatan sejak 2006.

Penilaian dilakukan berdasarkan hasil observasi atas lima indikator demokrasi, yakni proses pemilihan umum dan pluralisme, kebebasan sipil, berfungsinya pemerintahan dan partisipasi politik, serta budaya politik. Kita berharap kenaikan indeks demokrasi ini bukan sekedar capaian angka semu belaka. Namun diimbangi dengan semakin baiknya kualitas pelaksanaan Pemilu serta makin luasnya ruang bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam Pemilu.

Sebagai negara demokrasi yang berprinsip kedaulatan berada di tangan rakyat, sudah saatnya rakyat diberikan peran yang lebih besar dalam pelaksanaan Pemilu. Parpol sebagai saluran utama politik rakyat semestinya bisa menjadi sentral pendidikan politik rakyat, sehingga rakyat semakin cerdas dan teredukasi ketika menggunakan hak politiknya.

Di samping itu, fungsi Parpol dalam menyerap aspirasi politik masyarakat harus lebih dioptimalkan. Beberapa kebijakan dan langkah-langkah politik yang akan ditempuh Parpol sebaiknya tidak hanya menjadi domain segelintir elitnya saja. Keterlibatan masyarakat selaku pemilik hak suara juga perlu dipertimbangkan.

Apalagi di era digital saat ini, berbagai media dan platform bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat meramaikan pesta demokrasi di tanah air. Sehingga tidak alasan suara masyarakat dikesampingkan karena Parpol kesulitan untuk menampung aspirasi mereka. Apabila dua hal ini bisa dilakukan, Insya Allah adagium ‘Vox Populi, Vox Dei’, suara rakyat suara Tuhan, dapat benar-benar menemukan konteksnya.

Penulis adalah Pegawai Bappedalitbang Kab. Deliserdang.

  • Bagikan