PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM NUSANTARA

  • Bagikan


PEGIAT hukum pastilah sudah mengkaji lebih jauh tentang perkembangan hukum di Indonesia, khususnya Hukum Islam. Boleh kita menyebut beberapa tokoh misalnya L.W.C (1845-1927) Van den Berg, Van Vollenhoven (1874-1933), Snouck Hurgronje (1857-1936).

Yang memiliki peran penting menempatkan posisi Islam-adat dan hukum negara di Indonesia. Cerita ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah penajajahan Indonesia 350 tahun lamanya.

Penjajahan yang berkepanjangan di Indonesia bukan saja mengeruk kebebasan Indonesia secara fisik, namun tokoh-tokoh Belanda berhasil meneliti secara mendalam peran ajaran keislaman di Indonesia.

Bagaimana penerapan Islam sebagai agama dan hukum dengan adat tradisi yang sudah turun temurun. Inilah yang nantinya menjadi perjalanan panjang teori-teori yang berkembang di Indonesia menempatkan Hukum-agama dan budaya sebagai kegiatan kehidupan yang elastis dan ber-kausalitas.

Dalam beberapa literatur sejarah perkembangan hukum Islam di Indonesia, kita bisa membaca bagaimana pergolakan dan perkembangan teori-teori hukum yang di bawa mulai dari Van den Berg sampai teori Hazairin dan Sayuti Talib.

Kita mulai dari teori yang dikeluarkan oleh Van den Berg Receptie in Complexu, teori ini menegaskan bahwa di Indonesia hukum adat-tradisi boleh berlaku selama tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sehingga dalam penerapannya, umat beragama, khususnya Islam sebagai mayoritas boleh mendahulukan ajaran agamanya, boleh juga memakai adat budayanya selama keduanya tidak saling berbenturan.

Berikutnya, teori Van den Berg tersebut dipatahkan oleh Snouck Hurgonje dan di kuatkan juga oleh Van Vollenhoven, yang notabenenya merekam adalah Profesor di bidang Hukum, khususnya adat dan tokoh yang sangat disegani di Belanda.

Mereka menyebut teori yang berlaku di Indonesia adalah receptie. Hukum agama boleh dipakai sebagai kehidupan selama tidak bertentangan dengan adat-budaya. Beberapa pendekatan dipakai, misalnya bahwa adat-budaya sudah turun temurun ada sejak zaman leluhur, sedangkan ajaran agama boleh berlaku semenjak ada ajaran dan penganutnya.

Kedua teori tersebut berimplikasi besar terhadap pola fikir masyarakat dan pola kehidupan masyarakat ketika itu.

Menurut hemat penulis, dari sinilah model politik belah bambu belanda, dari sini pulalah lahir model ber-Islam yang beragam seperti yang disebut Clifford Geertz dalam the Religion of Java tentang Islam Abangan, Priyayi dan Santri. Menariknya, kita seolah meng-aminkan tesis Geertz tersebut sehingga mapanlah bagi kita tentang pengamalan-pengamalan ke-islaman yang beragam.

Meskipun demikian, belakangan setelah kedua teori tersebut, dimunculkanlah teori Receptie in Exit oleh Hazairin pasca kemerdekaan Indonesia, sebab prilaku hukum masyarakat tidak lagi berkiblat pada agama dan adat, tapi hukum negara. Dan teori ini juga diperkuat oleh Sayuti Thalib yang menyebut Receptie a Contrario. Islam Nusantara; Terjemahan Teori Van den Berg.

Secara awam, penulis melihat ada sisi yang tidak berhasil masyarakat Indonesia tinggalkan dalam berkehidupan. Bagaimana menempatkan dan memposisikan adat, agama dan hukum negara yang bergerak secara elastis. Hingga menarik apa yang di sebut Jhon R. Bowen dalam hasil penelitiannya yang berjudul Islam, Law and Equality in Indonesia. Masyarakat Indonesia dalam ber-kehidupannya cenderung memakai teori belanja (the Shopping Theory) dalam memilih hukum.


Dengan banyaknya pilihan hukum, maka masyarakat cenderung melihat kemanfaatan dari sebuah pilihan tersebut. The Shopping theory tersebut menjalaskan bahwa seseorang yang akan berbelanja pasti dia akan membeli sesuatu sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya dia ingin mandi, maka yang dibeli adalah peralatan mandi, meskipun di kedai tersebut menjual segala macam bentuk.

Yang menjadi analisis berikutnya, dalam pilihan-pilihan hukum tersebut, dimanakah posisi Islam sebagai hukum dalam praktek kehidupan masyarakat muslim?. Di satu sisi suasana modernitas tidak bisa terhindarkan, di sisi lain suasana rligiusitas yang humanis juga menjadi norma baru dalam kehidupan masyarakat. Kita sebut saja ber-kain dan berpeci jika hendak sholat dan banyak lagi contoh-contoh lainnya.

Analisa penulis secara sederhana, masyarakat Indonesia seperti kembali ke khittahnya, tidak mau kehilangan suasana modernitas, namun tidak juga meninggalkan peradaban kehidupan indonesia-wi.

Ingin kembali menguatkan peran adat-budaya sebagai bagian dari khazanah keislaman tanpa harus memperdebatkan cara dan nilai-nya. Tidak membenturkan ajaran budaya dengan perintah Syariah. Karena perintah melalui Syariah bisa diterjemahkan melalui peradaban yang terus berkembang yang embrionya adalah adat budaya keindonesia-an yang beragam.

Menurut penulis, Islam nusantara yang menghangat, seolah membalikkan ingatan kita tentang teori Receptie in Complexu, mungkin dengan pendekatan dan paradigma yang lebih profesional.

Penulis lebih suka menyebutnya dengan Neo Receptie in Complexu seperti yang penulis sebut dalam Disertasi penulis. Neo Receptie in Complexu berarti, masyarakat indonesia telah melakukan asimilasi hukum, dengan mencoba mengadaptasikan ajaran keislaman dengan adat budaya yang berlaku. Perbedaannya, masyarakat modern sudah mulai mampu menganalisa dan memberi pembedaan tentang prilakunya.

Dia berhasil memahami bahwa dia sedang mengamalkan adat, dia sedang mengamalkan hukum Islam, dan dia sadar pula sedangmengkombinasikan keduanya, sebagai bagian dari ketaatan beradat ber-Islam.

Islam nusantara yang humanis, kembali ke bacground adat budaya yang beragam, memulai ketaatan ber-Islam dengan khazanah budaya yang sangat beragam, membuat Islam berada dimana-mana.

Umat Islam Indonesia akan memahami dengan sadar bahwa ajaran Islam tetap di atas segalanya, meski mengamalkannya bisa dengan pendekatan yang humanis, pendekatan adat budaya serta tradisi yang sudah mengikat secara turun temurun.

Semoga Islam yang kaffah dan rahmatan lil alamin berhasil kita munculkan melalui pendekatan adat budaya.

Mengislamkan peradaban tanpa mengganggu dasar keislaman yang sudah di atur secara qathi dalam Alquran dan Sunnah. Wallahu alam. (Ka. Pusat Pengabdian Kepada Masyarakat UIN SU; Penulis Disertasi tentang Neo Receptie in Complexu)

  • Bagikan