Perubahan Tutupan Lahan Di Ekositem Batangtoru

Dan Perubahan Nilai Potensi Serapan Karbon Dalam Kurun Waktu 20 Tahun Terakhir

  • Bagikan
Perubahan Tutupan Lahan Di Ekositem Batangtoru

Oleh Denizen Banurea

Kebutuhan lahan untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan semakin meningkat seiring dengany peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya. Dampak negatif dari perubahan penggunaan lahan yang disebabkan oleh tekanan arus urbanisasi dan pembangunan yang semakin cepat akan mempengaruhi jumlah stok karbon di daratan.

Pada sisi lain, perubahan iklim dan pemanasan global yang kini sedang dihadapi oleh manusia di bumi menjadi pemicu meningkatnya perhatian para pihak terkait dengan masalag ini, termasuk dari kalangan akademisi di seluruh dunia yang tergerak untuk melakukan penelitian, sehingga kebutuhan informasi tentang upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dan Upaya menjaga besaran serapan karbon oleh berbagai tutupan lahan adalah salah satu elemen penting dalam upaya memitigasi perubahan iklim.

Salah satu blok hutan yang memiliki potensi besar dalam penyerapan karbon adalah blok hutan Batangtoru. Blok  Hutan Batang Toru atau yang akrab disebut dengan Ekosistem Batangtoru memiliki luas sekitar  105.808  ha; yang  terdiri atas kawasan suaka  alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA) seluas 15.020 ha, HL seluas 17.737 ha, HPT seluas 1.483   ha, HP seluas 57.171   ha,   dan   areal penggunaan lain (APL) seluas ±14.397 ha (Kuswanda, 2014).

Kawasan hutan alam Batang Toru mempunyai  tingkat keunikan, dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan  hutan ini bernilai HCVF (High concervation value forest) dan dapat dinyatakan sebagai kawasan yang penting  bagi pelestarian   keanekaragaman hayati (key  biodiversity area) di   Provinsi Sumatra Utara (Kuswanda 2014).

Dalam Sidang Meja Hijaunya pada tanggal 05 January 2024, Denizen Banurea mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa telah terjadi perubahan tutupan lahan di Kawasan Ekosistem Batang Toru dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Hasil tersebut diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Denizen Banurea bersama dengan Dr. T. Alief Aththorick, S.Si, M.Si dan Prof. Ir. Rahmawaty, S. Hut, M.Si, Ph.D, IPU. Dalam kesempatan tersebut juga hadir Dr. Kansih Sri Hartini S.Hut., MP dan Dr. Erni Jumilawaty M.Si selaku dosen penguji.

“Dengan melakukan analisis spasial dengan metode Remote Sensing dengan Tingkat akurasi sebesar 89%, saya mendapatkan data bahwa selama kurun waktu 20 tahun terakhir, setidaknya terdapat 1900 ha Hutan Primer yang mengalami perubahan tutupan lahan di Ekosistem Batangtoru. Sementara itu, tutupan lahan kebun campuran mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 3783 Ha dan Tutupan lahan berupa bangunan mengalami peningkatan sebesar 40 ha”.

“Perubahan tutupan lahan yang terjadi di Ekosistemj Batang Toru juga menyebabkan adanya perubahan nilai potensi serapan karbon. Misalnya pada Hutan Primer mengalami kehilangan potensi serapan karbon sebesar 12.737 ton C/tahun. Namun pada tutupan Hutan Sekunder, saya menemukan adanya penambahan serapan karbon sebesar 36.875 ton C/tahun .“

Menerapkan perencanaan tata ruang yang baik untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang sebaiknya dijaga agar tidak mengalami perubahan tutupan lahan di kawasan Ekosistem Batangtoru sangat perlu dilakukan dengan teliti dan menyeluruh.

Menggunakan teknologi modern, seperti pemantauan satelit dan sistem informasi geografis (SIG) akan sangat membantu dalam memantau perubahan tutupan lahan secara real-time dan memberikan data yang akurat untuk pengambilan keputusan pengelolaan di Ekositem Batangtoru. Selain itu, penyadartahuan Masyarakat tentang pentingnya pelestarian Ekosistem Batang Toru dan dampak perubahan tutupan lahan juga perlu untuk dilakukan serta para pihak yang berkepentingan bergerak bersama untuk memberikan alternatif yang mengedepankan keselarasan alam dengan manusia.


 Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara

  • Bagikan