Politik Identitas Politisasi Identitas

  • Bagikan
<strong>Politik Identitas </strong><strong>& </strong><strong>Politisasi Identitas</strong><strong></strong>

Oleh Zulkarnain Lubis

Di Eropa masih ditemukan partai berbasis agama seperti di Jerman ada Christian Democratic Union (CDU) yang merupakan partai politik berbasis agama Kristen dan membawa warna konservatif budaya dan politik Kristen

Identitas pribadi atau jati diri merupakan karakteristik unik yang membedakan seseorang dengan orang lain. Identitas sebagai pengakuan terhadap seorang individu atau suatu kelompok tertentu yang menjadi satu kesatuan menyeluruh, ditandai masuk atau terlibat dalam satu kelompok tertentu. Ini tentu tidak terlepas dari adanya rasa persamaan yang didasari identitas. Secara teoritis, istilah identitas atau jati diri melekat pada banyak aspek, seperti identitas gender, identitas budaya, identitas pribadi, identitas agama, identitas ideologi, identitas politik atau identitas nasional, serta berbagai identitas lainnya.

Secara sederhana politik identitas bisa dimaknai sebagai strategi politik yang memfokuskan pada pembedaan dan pemanfaatan ikatan primordial sebagai kategori utamanya. Politik identitas adalah sebuah cara berpolitik yang didasarkan pada kesamaan identitas dan mengacu kepada kepentingan pribadi dan atau kepentingan kelompok identitasnya, baik ras, agama, etnis, gender, hobbi, dan selera, maupun sosial atau budaya. Politik identitas merupakan alat politik suatu kelompok identitas untuk tujuan tertentu, baik sekedar sebagai alat untuk menunjukkan jati diri kelompok identitasnya ataupun sebagai wadah untuk memperjuangkan hak, suara, serta aspirasi anggota dan kelompoknya secara keseluruhan yang dicirikan oleh identitas yang melekat dengan kelompok tersebut.

Politik identitas sejatinya dapat dipandang sebagi bentuk perjuangan rakyat dalam mengaktualisasikan karakteristik khasnya sebagai bagian untuk saling memperkaya dialektika wacana dalam konteks kompetisi politik. Sejatinya juga setiap individu dipastikan terkait satu atau lebih kelompok identitas yang ada dan politik identitas adalah juga mestinya dipandang sebagai suatu pengejawentahan atas beragamnya identitas sebuah bangsa dalam hal suku bangsa, etnis, agama, atau identitas lainnya baik yang berkaitan dengan aspek sosial maupun budaya.

Dengan demikian, politik identitas dalam bentuk apapun dan berupa identitas apapun, sesungguhnya tidak akan membahayakan keutuhan suatu bangsa dan negara. Demikian juga halnya dengan di negara kita, politik identitas tidak akan membahayakan keutuhan bangsa dan negara ini, selama cita-cita para pendiri bangsa tentang persatuan dan integrasi nasional tetap terjaga dan terpelihara. Semangat Sumpah Pemuda mestinya mampu melebur sentimen kesukuan, sentimen agama, dan berbagai sentimen identitas lainnya. Pancasila sebagai dasar filosofi negara juga mestinya tidak dibiarkan tergantung di awang-awang, tetapi dihayati dan dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam perjalanan sejarah bangsa-bangsa, politik identitas bukanlah hal baru dan banyak ditemui di banyak negara. Sebut saja negara tetangga kita Malaysia, merujuk kepada defenisi tentang politik identitas di atas, mestinya UMNO (The United Malays National Organization) atau dalam Bahasa Melayu adalah Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu adalah partai yang menerapkan politik identitas yang secara terang-terangan mengakui bahwa partai tersebut mewakili kaum Melayu di Malaysia. Partai ini juga memiliki tujuan dalam melindungi tradisi Melayu sebagai budaya dan warisan negara, serta untuk menegakkan, membela, dan memperluas agama Islam di seluruh Malaysia.

Hal yang sama juga dengan MCA (Malaysian Chinese Association) atau Persatuan Tionghoa Malaysia yang berasaskan etnis Tionghoa dan sudah berdiri sejak tahun 1949. Meskipun DAP (Democratic Action Party) atau Parti Tindakan Demokratis merupakan partai sekuler beraliran kiri dengan asas demokrasi sosialisme yang menekankan persamaan etnis di negara Malaysia yang multi-etnik, namun secara umum basis massa yang “dipelihara’ oleh partai tersebut adalah kaum urban dan non-muslim khususnya suku Tionghoa dan India di Malaysia. Partai MIC (Malaysian Indian Congress) atau Kongres India Malaysia dapat juga dikatakan sebagai partai yang mempraktekkan politik identitas yang berasaskan etnis India.

Organisasi dan partai politik yang menerapkan politik identitas juga turut serta berkontribusi dalam pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia termasuk dalam memperjuangkan kemerdekaan, khususnya organisasi dan partai politik berbasis Islam. Berkembangnya partai Islam tidak bisa dipisahkan dari aspek historis, sosiologis dan politis bangsa Indonesia. Awal berkembangnya organisasi Islam modern, dapat kita lihat pada Serikat Dagang Islam (SDI), yang masih bergerak di bidang ekonomi dan perdagangan, terutama batik, kemudian berubah menjadi Sarekat Islam yang merupakan partai Islam pertama di Indonesia, telah memberikan sumbangan dalam kehidupan politik Indonesia untuk pertama kali.

Selain partai politik berbasis Islam, partai berbasis Kristen dan Katolik adalah juga merupakan hal biasa dalam perpolitikan kita, sebut saja seperti Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Kristen Demokrat, Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia (PKDI), Partai Demokrasi Kristen Nasional, Partai Demokrasi Kasih Bangsa, Partai Anugerah Demokrat, Partai Kemerdekaan Rakyat dan Partai Kristen Nasional. Tentu jika merujuk kepada pengertian politik identitas di atas, susah untuk membantah bahwa partai-partai berbasis agama tersebut telah mempraktekkan politik identitas dan tentu saja hal tersebut bukanlah sesuatu yang salah, merupakan hal yang wajar dan biasa saja.

Di Eropah masih ditemukan partai berbasis agama seperti di Jerman ada Christian Democratic Union (CDU) yang merupakan partai politik berbasis agama Kristen dan membawa warna konservatif budaya dan politik Kristen. Di Belanda ada Lijst Pim Fortuyn (LPF), Partij voor de Vrijheid (PVV), dan Forum voor Democratie (FvD) yang sekalipun sekuler, namun mereka memanfaatkan sentimen agama dan budaya Kristen untuk meraup dukungan. Di India, BJP atau Partai Rakyat India merupakan partai nasionalis Hindu dan menjadi partai berbasis agama terbesar di dunia dengan jumlah anggota mencapai 180 juta orang. Tokoh-tokoh politik Amerika Serikat juga sering kali memanfaatkan isu agama saat kampanye. Mereka juga bergabung dalam suatu komunitas keagamaan atau gereja.

Selain cerita di atas, kita juga sering mendapatkan berita bagaimana sebuah organisasi dengan identitas tertentu seperti kelompok LGBT, komunitas pencinta lingkungan, organisasi pembela hak perempuan, atau kelompok identitas lainnya yang berafiliasi dengan partai tertentu di berbagai negara, dimana partai-partai ini memperjuangkan hak-hak dan kepentingan kelompok-kelompok identitas tersebut. Demikian juga sebaliknya, partai-partai mendatangi kelompok identitas tertentu menawarkan untuk menyalurkan aspirasi mereka dan tentu dengan imbalan dukungan suara.

Hanya saja, meskipun di satu sisi politik identitas dapat memunculkan toleransi dan kebebasan, namun di lain pihak, tidak dapat dipungkiri bahwa politik identitas juga dapat memunculkan pola-pola intoleransi, kekerasan verbal-fisik dan juga pertentangan etnik dalam kehidupan. Dalam kehidupan perpolitikan kita di Indonesia, politik identitas juga akan menimbulkan masalah jika SARA dan berbagai identitas yang ada disalahgunakan, yaitu dengan melakukan politisasi terhadap berbagai identitas yang berbeda.

Dengan kata lain, bukan politik identitas yang salah melainkan politisasi terhadap identitaslah yang salah dan merusak yaitu yang mempertentangkan antar kelompok identitas seperti mempertentangkan antar etnis, mempertentangkan antar suku, dan mempertentangkan antar agama. Kelompok identitas dijadikan sebagai senjata yang ampuh untuk menurunkan popularitas dan keterpilihan rival politik dalam upaya untuk mendapatkan dukungan politik dari publik, apalagi berusaha memicu dan memancing kemarahan dan sentimen massa dengan menyebarkan isu-isu dan berita yang mengadu domba antar etnis, suku, kedaerahan, agama dan antar kelompok.

Agama – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dampak negatif dari politisasi identitas semakin rawan akibat dari kondisi masyarakat Indonesia yang masih kental dengan primordialisme dan sektarianisme sehingga memunculkan ajang saling mengunggulkan dominasi kelompoknya atas kelompok lainnya. Kontestasi yang semestinya merupakan saling adu gagasan dan konsep yang konstruktif, namun yang terjadi adalah saling menjatuhkan dengan isu SARA yang berakibat pada terjadinya polarisasi di masyarakat yang berdampak negatif bagi kehidupan sosial. Munculnya narasi sentimen agama, ras, dan etnik yang berpotensi menyulut kegaduhan tentunya sangat bersifat destruktif bagi pembangunan dan kemajuan bangsa ini ke depannya.

Persoalan politik identitas belakangan semakin mengkhawatirkan ketika antar elit politik kita yang sesungguhnya belum paham betul akan pengertian politik identitas atau setidaknya tidak memiliki pemahaman yang sama terhadap politik identitas, mereka saling menuding bahwa pihak lawan politiknya menggunakan politik identitas dan saling merasa bahwa kelompoknya yang bersih dari politik identitas. Padahal hampir semua pihak yang menuduh pihak lain sebagai pengguna politik identitas justru juga tidak terlepas dari pengguna praktek politik identitas. Sesuai pengertian tentang politik identitas di atas, mereka yang memiliki partai yang berlandaskan sekuler adalah juga mempraktekkan politik identitas yaitu identitas sekuler, sama dengan partai yang berbasis agama.

Jadi silahkan saja para partai mendatangi organisasi keagamaan untuk menampung aspirasi ummat atau jemaat dan memperjuangkan kepentingan mereka, silahkan saja mendatangi kelompok marjinal untuk mencari tahu apa yang ingin diperjuangkan untuk mereka, silahkan saja mendatangi kelompok etnik tertentu untuk menginventarisir hak dan keinginan mereka yang perlu diperjuangkan, silahkan para partai politik mendatangi komunitas perempuan untuk mendata apa saja yang mereka tuntut, serta silahkan mendatangi komunitas profesi dan berbagai kelompok identitas lainnya untuk menampung aspirasi mereka.

Kesimpulannya, di satu sisi, politik identitas dapat memunculkan toleransi dan kebebasan, namun di lain pihak, tidak dapat dipungkiri politik identitas juga akan memunculkan pola-pola intoleransi, kekerasan verbal-fisik dan juga pertentangan etnik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Silahkan menggunakan politik identitas, jangan menuding apalagi menyalahkan mereka yang menggunakan politik identitas, tetapi jangan mempolitisasi identitas yang memunculkan benih pertikaian dan pertengkaran antar sesama anak bangsa yang akhirnya akan membuat kita terpecah belah. Jika ingin persatuan Indonesia tetap terjaga, diperlukan sikap moderat dan moderasi dalam bernegara yang mestinya menjadi prinsip dan sifat para elit kita, sehingga politik bisa menjadi salah satu pilar pemersatu, bukan menjadi penyebab pecah belah.

Penulis adalah Ketua Program Doktor Ilmu Pertanian UMA dan Rektor Institut Bisnis IT&B.

  • Bagikan