Rakyat Dalam Cerita Kepahlawanan

  • Bagikan
<strong>Rakyat Dalam Cerita Kepahlawanan</strong>

Oleh M Ridwan Lubis

Begitu perjuangan berhasil maka rakyat menyambutnya dengan luapan rasa gembira tetapi tidak sedikit di antara mereka yang kemudian dimakamkan di makam kusuma bangsa. Sudah selayaknya, generasi penerus tidak memandang jasa mereka sekedar catatan kesejarahan. Tetapi sewajarnya menjadi renungan untuk diteladani…

Beberapa hari yang lalu, bangsa kita telah memperingati Hari Pahlawan. Keunikan dari peringatan ini karena locus peristiwanya terjadi di daerah yaitu Kota Subaraya yang terjadi pada tanggal 10 November 1945. Apabila dirunut latar kesejarahan yang menjadi penyebab terjadinya pertempuran besar-besaran menghadapi kekuatan penjajah karena masyarakat merasakan pernyataan proklamasi 17 Agustus 1945 menjadi pertanda terbukanya lembaran baru dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.

Hal tersebut setelah bangsa Indonesia didera penderitaan akibat penjajahan. Tetapi kenyataannya sisa-sisa tentara kolonial membonceng NICA untuk kembali menghimpun kekuatan lama sehingga terus berlangsung cita-cita mereka meneruskan penjajahan. Rakyat tidak bisa menerima landasan argumen kolonial melanjutkan warisan kolonialisme sebagai upayapencerdasan bangsa melalui kebijakan asosiatif.

Tidak dapat dibendung lagi kekuatan rakyat tampil bergerak memanggul senjata yang secara teknis amat sederhana namun didasari semangat pantang menyerah. Akan tetapi menjadi tidak sederhana karena senjata bambung runcing dan lainnya hanya sekedar simbol.

Sementara dibalik simbol itu tersimpan sebuah tekad perjuangan yang disebut jihad sebagai akumulasi dari semangat perjuangan kebeangsaan melalui Resolusi Jihad yang dideklarasikan pada tanggal 22 Oktober 1945. Tekad jihad yang dibuhulkan dalam semangat perlawanan itu berangkat dari tekad bahwa perjuangan melawan kolonialisme bukan hanya sekedar perjuangan yang bersifat kasat mata (tangible assets) akan tetapi perjuangan semesta dengan kekuatan yang tidak tampak (intangible assets) yaitu kedekatan kepada pemilik semesta yaitu Allah SWT.

Pada saat itulah jiwa dan raga rakyat menjadi tergugah akhirnya bahu membahu melalui kesadaran etos kejuangan yang tidak memilah-milah rekan seperjuangan baik ras, suku, budaya maupun agama berjuang melawan tentara kolonial yang jauh lebih siap kekuatannya dilihat dari taktik dan strategi dengan dukungan aset yang nyata di hadapan mata. Akan tetapi, keadaan berkata lain.

Allah SWT menakdirkan bahwa para mujahid yang memiliki perlengkapan yang amat sederhana akan tetapi melalui dukungan karomah, ma’unah dan irhas para ulama dan akhirnya perjuangan tersebut dimenangkan para mujahid bangsa. Bersatunya tekad keimanan dengan patriotisme tergambar dari simbol monumen perjuangan di tempat ibadah antara lain Mesjid Perjuangan di Medan dan Mesjid Syuhada di Yogyakarta.

Makna yang dapat dikutip dari rangkaian perjuangan tersebut adalah bahwa rakyat yang melebur pada semangat perjuangan kebangsaan tanpa dipilah oleh berbagai sterotip maupun stigma berhasil menghimpun kekuatan yang dahsyat. Pada saat itu, musuh bersama hanya satu yaitu penjajahan. Oleh karena itu, menjadi bukti dalam catatan kesejarahan bahwa rakyat tidak boleh ditunggu sampai mereka marah.

Karena kemarahan rakyat akan mendorong munculnya berbagai kekuatan baik yang tampak maupun yang tidak tampak di permukaan. Dan apabila kemarahan telah mencapai puncaknya, pada akhirnya akan datang pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.

Demikianlah perjuangan semesta yang digerakkan oleh nilai yang paling mendasar dalam setiap kalbu manusia yang disebut dengan idiologi keimanan. Tekad yang muncul di kalangan para pejuang yang ikut dalam pertempuran di Surabaya itu hanya tersedia dua pilihan ‘isy kariman au mut syahidan yaitu hiduplah mulia atau mati dalam keadaan syahid.

Begitu perjuangan berhasil maka rakyat menyambutnya dengan luapan rasa gembira tetapi tidak sedikit di antara mereka yang kemudian dimakamkan di makam kusuma bangsa sebagai pertanda bagi generasi kemudian bahwa mencapai kemerdekaan memakan ongkos yang besar. Dan sudah selayaknya, generasi penerus masa depan bangsa tidak memandang jasa yang mereka torehkan sekedar sebagai catatan kesejarahan.

Tetapi pengorbanan mereka sewajarnya menjadi renungan untuk diteladani oleh generasi pelanjut perjuangan bangsa. Atas dasar itu, selayaknya generasi penerus perjuangan bangsa meneladani etos kejuangan yang telah mereka tulis menjadi tinta emas dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dua hal sebagai hal penting dalam meneladani pengorbanan para pejuang bangsa yaitu memperkuat persatuan seluruh elemen bangsa tanpa kecuali serta peningkatan kualitas pendidikan. Melalui persatuan akan menumbuhkan kekuatan bangsa karena semuanya secara bersama mengarahkan pandangan kepada titik universal sebagai tempat bertemunya semua keragaman yang menjadi kekuatan yang mempersatukan.

Hal tersebut akan diperoleh manakala anak-anak bangsa memiliki pendidikan yang dapat memperluas cakrawala pemikiran sehingga lahir generasi yang produktif dan  optimis menghadapi perkembangan masa depan bangsa.

Penulis adalah Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

  • Bagikan