Status Keberlanjutan Ekosistem Mangrove Di Kawasan Konservasi Perairan Sawo

Ditinjau Dari Aspek Ekologi dan Metode Rapfish

  • Bagikan
Status Keberlanjutan Ekosistem Mangrove Di Kawasan Konservasi Perairan Sawo

Oleh  Dayun Ifanda

Kabupaten Nias Utara adalah kabupaten yang terletak di Kepulauan Nias, Provinsi Sumatera Utara, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias pada tahun 2008. Kabupaten Nias Utara sebagian besar wilayahnya berada di pesisir, sehingga memiliki garis pantai yang panjang. Wilayah pesisir pada Kabupaten Nias Utara terus mengalami proses abrasi pantai. Abrasi ini disebabkan oleh tragedi tsunami pada tahun 2004 dan gempa pada tahun 2005 yang menyebabkan beberapa wilayah pesisir di Kabupaten Nias Utara mengalami kenaikan daratan sehingga ekosistem mangrove mengalami kerusakan. Kecamatan Sawo merupakan wilayah yang terkena dampak akibat dari tragedi tersebut.

Kecamatan Sawo merupakan wilayah di Kabupaten Nias Utara yang memiliki ekosistem mangrove yang cukup luas, data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Nias Utara (2014) bahwa luas hutan mangrove Kabupaten Nias Utara adalah 178,96 ha dan tersebar di beberapa kecamatan. Lokasi penelitian ini adalah pada kawasan konsevasi perairan Kecamatan Sawo. Kecamatan Sawo merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Nias Utara dengan kawasan pesisir dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari beberapa desa yang ada di Kecamatan Sawo yang ditumbuhi oleh ekosistem mangrove, ada dua desa yang memiliki potensi mangrove yang sangat besar yaitu di Desa Lasara Sawo dan Desa Sisarahili Teluk Siabang. Kawasan mangrove di daerah ini merupakan kawasan teluk yang terlindung serta dialiri oleh sungai-sungai kecil yang merupakan faktor utama terhadap penyebaran mangrove.

Demikian hasil penelitian yang dilakukan oleh Dayun Ifanda Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara di bawah bimbingan Dr. Ir. Bejo Slamet, S.Hut, M.Si, IPM., (pembimbing I) Prof. Ir. Rahmawaty, S.Hut., Ph.D., IPM., (Pembimbing II), Dr. Yunasfi, M.Si (Pembanding I) dan Liana Dwi Sri Hastuti, S.Si., M.Si., Ph.D (pembanding II). Penelitian ini dilakukan dengan metode Rapfish. Analisis Rapfish dilakukan untuk mengidentifikasi variabel paling sensitif yang dapat mengganggu pengelolaan secara berkelanjutan.

Penilaian keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove dengan pendekatan Multidimensional scaling terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:

  1. Menetapkan indikator pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di Kawasan Konservasi Perairan Sawo Kabupaten Nias Utara  untuk aspek ekologi. 2.Penilaian setiap indeks (rangking) dilakukan dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan masing-masing faktor dan informan kunci antar pembuat score yang mencerminkan kondisi sebenarnya di lokasi penelitian. 3. Penetapan nilai indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Kawasan Konservasi Perairan Sawo Kabupaten Nias Utara, indeks keberlanjutan pengelolaan berkisar antara 0 sampai dengan 100%.  4. Lakukan analisis leverage dan analisis Monte Carlo. Analisis leverage berguna untuk menentukan nilai faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan aspek pengelolaan. Nilai faktor berkisar antara 2 sampai 8. Indeks dengan nilai koefisien >8 merupakan faktor dominan (sensitivitas) yang berkontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengelolaan mangrove. Analisis Monte Carlo berfungsi untuk memeriksa tingkat kepercayaan terhadap nilai indeks total dan setiap aspek, menguji pengaruh kesalahan pemeringkatan pada setiap atribut akibat kesalahan proses atau penafsiran atribut, variasi pemeringkatan akibat perbedaan pendapat atau penilaian  peneliti yang berbeda, kestabilan proses pemeringkatan pada analisis MDS,  nilai stress yang tinggi, pemasukan data kesalahan  atau  data yang hilang.

Berdasarkan analisis Rapfish pada dimensi ekologi menunjukkan nilai sebesar 64,37 yang termasuk dalam kategori cukup berkelanjutan pada ekositem mangrove di Nias Utara. Pada analisis leverage yang di tinjau dari 5 aspek seperti produksi perikanan tangkap, abrasi pantai, rehabilitasi mangrove, kerapatan mangrove dan tekanan lahan mangrove didapatkan bahwa rehabilitas mangrove merupakan atribut yang paling sensitif  dibandingkan dengan ke empat atribut lainnya dengan nilai 7,39. Atribut yang sensitif secara ekologis, khususnya rehabilitasi mangrove merupakan prioritas dalam pengembangan strategi berkelanjutan. Kegiatan rehabilitasi mangrove dapat dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi  mangrove yang rusak, namun kegiatan rehabilitasi mangrove tidak selalu berhasil. Keberhasilan rehabilitasi mangrove ditentukan oleh banyak faktor, termasuk partisipasi masyarakat pesisir. Tanpa upaya secara berkelanjutan untuk menjaga atau melindungi mangrove, upaya rehabilitasi mangrove tidak mungkin berhasil. Oleh karena itu, kegiatan rehabilitasi dan konservasi mangrove memerlukan pengawasan dan partisipasi masyarakat lokal dan pemeliharaan yang berkelanjutan.
 
Penulis Mahasiswa Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

  • Bagikan