Stunting, Salah Strategi Atau Data

  • Bagikan

Oleh Dr Nizamuddin, SE, MSi

Data stunting yang dikeluarkan SSGI bekerjasama dengan BPS, sangat menyentakan para steakholder, dengan beragam komentar yang miring, dan mencari-cari kebenaran, dan mengambinghitamkan para wali kota dan bupati yang tidak mau menerima hasil pendataan ini, yang sangat jauh dari persepsi mereka

Masalah anak pendek (stunting) merupakan salah satu permasalahan gizi yang dihadapi di dunia, khususnya di negara-negara miskin dan berkembang (Unicef, 2013), stunting menjadi permasalahan karena berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya kesakitan dan kematian, perkembangan otak suboptimal sehingga perkembangan motorik terlambat dan terhambatnya pertumbuhan mental (Lewit, 1997; Kusharisupeni, 2002; Unicef, 2013).

Beberapa studi menunjukkan risiko yang diakibatkan stunting yaitu penurunan prestasi akademik (Picauly & Toy, 2013), meningkatkan risiko obesitas (Hoffman et al, 2000; Timaeus, 2012) lebih rentan terhadap penyakit tidak menular (Unicef Indonesia, 2013) dan peningkatan risiko penyakit degeneratif (Picauly & Toy, 2013, WHO, 2013, Crookston et al 2013).

Karena itu stunting merupakan prediktor buruknya kualitas sumber daya manusia yang selanjutnya akan berpengaruh pada pengembangan potensi bangsa (Unicef, 2013; Unicef Indonesia, 2013).

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidak cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan (Hoffman et al,2000;Bloem et al, 2013). Keadaan ini diperparah dengan tidak terimbanginya kejar tumbuh (catch up growth) yang memadai (Kusharisupeni, 2002; Hoffman et al, 2000).

Di negara berkembang, kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak yang IUGR dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kondisi IUGR hampir separuhnya terkait dengan status gizi ibu, yaitu berat badan (BB) ibu pra-hamil yang tidak sesuai dengan tinggi badan ibu atau bertubuh pendek, dan pertambahan berat badan selama kehamilannya (PBBH) kurang dari seharusnya.

Ibu yang pendek waktu usia 2 tahun cenderung bertubuh pendek pada saat meninjak dewasa, apabila hamil ibu pendek akan cenderung melahirkan bayi yang BBLR, ibu hamil yang pendek membatasi aliran darah rahim dan pertumbuhan uterus, plasenta dan janin sehingga akan lahir dengan berat badan rendah (Kramer, 1987).

Kualitas dan kuantitas MP-ASI yang baik merupakan komponen penting dalam makanan karena mengandung sumber gizi makro dan mikro yang berperan dalam pertumbuhan linear (Taufiqurrahman et al, 2009). Pemberian makanan yang tinggi protein, calsium, vitamin A, dan zinc dapat memacu tinggi badan anak (Koesharisupeni, 2002). Pemberian asupan gizi yang adekuat berpengaruh pada pola pertumbuhan normal sehingga dapat terkejar (catch up).

Data Stunting Sumut

Data stunting Sumatera Utara hasil Study Status Gizi indonesia (SSGI) yang diselenggarakan dengan kerjasama BPS sangat memprihatinkan, Sumatera Utara dengan angka 25 % yang berarti ada kasus stunting 2-3 anak dari 10 orang anak, angka ini diatas dari angka Nasional sebesar 24 %.

Dari, 13 dari 33 kabupaten/kota yang berada di Sumut berstatus merah alias memiliki prevalensi stunting di atas angka 30 persen. Mandailing Natal dengan prevalensi stunting 47,1 persen memuncaki peringkat nomor 2 dari 246 kabupaten/kota pada 12 provinsi prioritas berdasar data SSGI 2021.

Sedangkan Padanglawas yang berprevalensi 42 persen, masuk dalam 10 besar daerah berstatus merah. Status merah selain disandang Mandailingnatal dan Padanglawas, juga mencakup Pakpak Bharat, Nias Selatan, Nias Utara, Dairi, Padang Lawas Utara, Nias, Kota Padangsidempuan, Langkat, Batubara, Labuhanbatu Utara serta Tapanuli Selatan.

Sementara yang berstatus kuning atau yang memiliki prevalensi stunting di kisaran 20 hingga 30 persen meliputi Samosir, Simalungun, Nias Barat, Labuanbatu, Labuhanbatu Selatan, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Kota Gunung Sitoli, Kota Tanjungbalai, Kota Sibolga, Tapanuli Tengah, Karo, Toba Samosir, serta Binjai, tepatnya daerah yang berstatus kuning di Sumut.

Daerah berstatus hijau yang memiliki prevalensi stunting di kisaran 10 hingga 20 persen mencakup 6 daerah. Keenamnya terdiri atas Serdangbedagai, Kota Medan, Asahan, Kota Tebingtinggi, Kota Pematangsiantar dan Deliserdang.

Strategi Stunting

Intervensi pada penanggulangan stunting intervensi efektif dibutuhkan untuk mengurangi stunting, defisiensi mikronutrien, dan kematian anak, jika diterapkan pada skala yang cukup maka akan mengurangi (semua kematian anak) sekitar seperempat dalam jangka pendek.

Dari intervensi yang tersedia, konseling tentang pemberian ASI dan fortifikasi atau suplementasi vitamin A dan seng memiliki potensi terbesar untuk mengurangi beban morbiditas dan mortalitas anak.

Peningkatan makanan pendamping ASI melalui strategi seperti penyuluhan tentang gizi dan konseling gizi, suplemen makanan di daerah rawan pangan secara substansial dapat mengurangi stunting dan beban terkait penyakit, intervensi untuk gizi ibu (suplemen folat besi, beberapa mikronutrien, kalsium, dan energi dan protein yang seimbang) dapat mengurangi risiko berat badan lahir rendah sebesar 16%.

Direkomendasikan pemberian mikronutrien untuk anak-anak seperti suplementasi vitamin A (dalam periode neonatal dan akhir masa kanak-kanak), suplemen zinc, suplemen zat besi untuk anak-anak di daerah malaria tidak endemik, dan promosi garam beryodium.

Untuk intervensi pengurangan stunting jangka panjang, harus dilengkapi dengan perbaikan dalam faktor-faktor penentu gizi, seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah, beban penyakit, dan kurangnya pemberdayaan perempuan (Bhutta, 2008).

Intervensi penanggulangan stunting juga difokuskan pada masyarakat termiskin. Hal ini penting dilakukan untuk mencapai target yang diusulkan WHO. Perhatian khusus diberikan kepada 36 negara high burden (Cobham, 2013).

Kebijakan gizi nasional dan organisasi internasional harus memastikan bahwa kesenjangan yang terjadi ditangani dengan mengutamakan gizi di daerah pedesaan dan kelompok-kelompok termiskin dalam masyarakat.

Kebijakan yang mendukung distribusi yang lebih adil dari pendapatan nasional, seperti kebijakan perlindungan sosial, memainkan peranan penting.

Kesalahan Data?

Data stunting yang dikeluarkan SSGI yang bekerjasama dengan BPS, sangat menyentakan para steakholder yang terkait, dengan beragam komentar yang miring, dan mencari-cari kebenaran, dan mengambinghitamkan para wali kota dan bupati yang tidak mau menerima hasil pendataan ini, yang sangat jauh dari persepsi mereka.

Jika kita berbicara tentang data yang dirilis, dan tidak percaya akan data rilies tersebut maka kita layak mencari tau metodologi, konsep dan definisi pengumpulan data di lapangan, sepanjang data yang dikumpulkan mempunyai metodologi konsep dan definisi yang jelas dan dapat diuji kebenaranya.

Maka mau tidak mau, senang atau tidak senang data tersebut harus diterima dengan lapang dada, kebiasaan para steakholder menolak suatu data yang tidak sesuai dengan persepsi, hal ini disebabkan intrest dari proyek tersebut cukup tinggi.

Penutup

Masalah stunting merupakan permasalahan gizi yang dihadapi dunia khususnya negara-negara miskin dan berkembang, dan tidak terlepas dari Sumatera Utara, stunting merupakan kegagalan pertumbuhan akibat akumulasi ketidak cukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai dengan usia 24 bulan. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian stunting pada Balita.

Masyarakat belum menyadari stunting sebagai suatu masalah dibandingkan dengan permasalahan kurang gizi lainnya. Secara global kebijakan yang dilakukan untuk penurunan kejadian stunting difokuskan pada kelompok 1000 hari pertama atau yang disebut dengan scaling up nutrition.

Presiden Jokowi sudah menetapkan target stunting sebesar 14% tahun 2024, target ini bukanlah hal yang gampang seperti membalikan telapak tangan, tetapi harus bekerja ekstra keras, membuat strategi yang jitu dan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten seperti para akademisi, tidak mencari-cari kebenaran dengan sesuatu yang salah, data yang sudah dirilis jadikan sebagai data dasar dalam menentukan strategi.

Penulis adalah Dosen Pasca Universitas Pembangunan Panca Budi, Kepala Bidang Data, Monev, Asosiasi Pendidik Antikorupsi Indonesia (Adpaki), Penyuluh Antikorupsi Bersertifikat LSP-KPK, Pengurus KKI Kota Medan.

  • Bagikan