Widyaiswara Kemendagri Ikuti Kegiatan Literasi Digital

  • Bagikan
Widyaiswara Kemendagri Ikuti Kegiatan Literasi Digital

JAKARTA (Waspada): Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bekerja sama dalam kegiatan literasi digital sektor pemerintahan untuk Widyaiswara PPSDM Regional Kementerian Dalam Negeri di Kabupaten Bogor. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2022 di Hotel Harris, Sentul, Kabupaten Bogor dan diselenggarakan secara tatap muka dengan dihadiri oleh 30 peserta yang berasal dari empat regional berbeda.

Kegiatan ini dibuka oleh Direktur Pemberdayaan Informatika Kemenkominfo, Bonifasius Wahyu Pudjianto. Dalam sambutannya, Bonifasius menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi bukti bahwa kerja sama antara Kemenkominfo dan Kemendagri sudah sampai pada titik yang lebih masif.

“Boleh dikatakan tahun depan kita akan masuk ke tahun politik dan ASN punya tugas penting. ASN harus netral, tidak boleh terseret ke kiri-kanan agar suasana pemilu tidak memanas. Netralitas ASN sangat penting, kita harus mengisi media sosial dengan konten yang menyejukkan karena media sosial biasanya menjadi tempat munculnya konflik horizontal,” ujarnya.

Teknologi informasi internet saat ini memang bisa dilihat dari perkembangan aplikasi. Akan tetapi, lanjut Boni, kita sebagai manusia di belakang layar sebenarnya menjadi sosok yang bisa mengatur dunia digital menjadi lebih positif. Semoga dengan adanya kegiatan ini dapat dimanfaatkan secara maksimal dan dapat dijalankan manfaatnya pada pelatihan regional masing-masing.

Berdasarkan Survei Indeks Literasi Digital Nasional Indonesia yang diselenggarakan oleh Kemenkominfo dan Katadata Insight Center pada tahun 2021, disebutkan bahwa Indonesia masih berada dalam kategori “sedang” dengan angka 3.49 dari 5,00. Berdasarkan data tersebut, literasi digital sangat diperlukan bagi masyarakat. Dengan pengetahuan dan kemampuan literasi digital yang baik, setiap orang akan lebih kritis terhadap penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Kegiatan literasi digital di sektor pemerintahan merupakan salah satu inisiasi Kemenkominfo dalam mempercepat transformasi digital di Indonesia.

Kepala BPSDM Kemendagri, Dr. Sugeng Hariyono turut menyampaikan bahwa ASN memiliki kesempatan dan hak untuk dikembangkan kompetensinya. “Kita ada target 50 juta masyarakat terliterasi digital pada tahun 2024. Saya yakin kita tidak bicara hanya sekedar kuantitas, tapi yang terpenting adalah kualitas. Oleh karena itu, pelatihan tidak hanya sekedar mengarah pada target peserta. Namun, yang jauh lebih penting adalah kita menitik beratkan pada hasilnya.

“Nah, tahun ini suasana politik mulai hangat, oleh karena itu forum kali ini sangat strategis bagi para calon mentor untuk memikirkan strategi guna melakukan literasi, yang mana masyarakat perlu memahami empat pilar literasi digital. Tugas kita semua saat ini adalah kemampuan mendengarkan dan menjelaskan, tidak hanya sekedar memberikan wawasan pengetahuan, namun kita harus menganalisis dan mengintegrasikan berbagai pengetahuan,” ujar Sugeng.

Selain itu, tujuan lainnya adalah adanya pola perilaku yang berubah, dari yang semula belum memahami tindakan yang benar, menjadi pribadi yang cakap dalam konteks pemanfaatan digital.

“Kita berharap melalui program ini, para calon mentor akan dapat mewujudkan apa yang kita harapkan,” ujarnya.

Kegiatan ini dibagi menjadi lima sesi yang diisi dengan materi mengenai Transformasi Digital Pemerintahan, Peraturan Perundang-undangan, Core Value ASN Berakhlak, Budaya Digital, dan Etika Digital. Sesi pertama mengenai Transformasi Digital Pemerintahan disampaikan oleh Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Koordinasi Penerapan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), Cahyono Tri Birowo. Dalam materinya, Cahyono menyampaikan bahwa perlu adanya transformasi digital pemerintahan yang memudahkan kinerja ASN.

“Salah satu hal yang perlu patut diperhatikan adalah persoalan aplikasi pemerintahan. Contohnya adalah aplikasi persuratan kita sudah mudah dan bisa akses kapanpun, tetapi pihak yang ingin mengirim surat antar kementerian, masih harus mengirim surat melalui aplikasi pihak ketiga seperti WhatsApp, padahal kita memiliki aplikasi sendiri. Seharusnya aplikasi-aplikasi pemerintah yang sudah ada tidak boleh berdiri sendiri-sendiri melainkan harus saling terhubung,” tambahnya.

Kemudian materi berikutnya dilanjutkan oleh Tenaga Ahli Kemenkominfo, Theodoor Sukardi, yang mengenai Peraturan Perundang-undangan yakni UU ITE dan UU PDP. Dalam pemaparannya, Theodoor menyampaikan bahwa UU No. 5 tahun 2014 tentang ASN merupakan dasar yang perlu dipahami oleh ASN sebelum memahami lebih lanjut mengenai UU ITE dan UU PDP.

“Walaupun UU No. 5 tahun 2014 kerap dianggap sebagai basic oleh para ASN, tetapi inilah yang kemudian akan beririsan dengan UU ITE serta UU PDP. Banyak ASN yang kerap disebut oleh media sebagai korban UU ITE karena kasus pencemaran nama baik dan lain sebagainya, padahal tidak ada yang namanya korban UU ITE. Mungkin ASN tersebut memang melakukan kesalahan karena kurangnya pengetahuan mengenai peraturan yang ada. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman lebih lanjut agar hal tersebut tidak kembali terjadi,” tegasnya.

Pemaparan materi kemudian dilanjutkan oleh Widyaiswara Ahli Madya BPSDM Kemendagri, Wawan Hermawan mengenai core value ASN Berakhlak. Wawan menekankan bahwa saat ini ASN sedang dipersiapkan untuk menjadi talenta digital yang kemudian bisa menambah wawasan bagi rekan-rekannya. “Berkat kesempatan ini, kita bisa berpartisipasi lebih maksimal. Core Value ASN berakhlak memiliki irisan dengan literasi digital, terutama dengan budaya digital dan etika digital. Mudah-mudahan sinergitas kita dapat terjalin dengan baik, agar bapak/ibu turut bisa menjadi mentor untuk mendukung literasi digital,” jelasnya.
Materi berikutnya mengenai Budaya Digital dipaparkan oleh Kepala Lab Psikologi Binus University, Dr. Istiani dan Direktur Pengkajian Implementasi Pembinaan Ideologi Pancasila, Dr. Irene Camelyn Sinaga. Dalam pemaparannya, Dr. Istiani menyebutkan bahwa ASN bisa disebut memahami budaya digital adalah pada saat pribadi tersebut memiliki beberapa kemampuan. “individu yang mampu membaca, menguraikan, membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan, nilai pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Selain itu Dr. Irene juga menambahkan bahwa semua peserta yang hadir sebenarnya merupakan pelaku budaya atau budayawan semuanya. Ketika semua ASN melakukan kegiatannya menjadi manifestasi, itulah yang membuat kita sebagai pelaku budaya.

Sesi terakhir mengenai Etika Digital dibawakan oleh Direktur Utama PT. Kombas Digital Internasional, Cahyo Edhi. Menurut Cahyo, ruang digital yang bisa diakses semua orang dengan sebebas mungkin tidak berarti boleh digunakan secara egois dan melanggar hak-hak orang lain. Pemanfaatan digital tersebut perlu didasari dengan kesadaran bahwa kita tidak sendirian di ruang digital, sehingga kita harus saling menghormati layaknya di dunia nyata.

“ASN yang hadir disini sebagai calon mentor harus bisa menjadi role model untuk masyarakat, bukan hanya dari sisi kecakapan digitalnya saja tetapi juga dari etika penggunaannya. ASN juga bisa menjadi sosok yang punya andil untuk mengedukasi masyarakat mengenai gangguan komunikasi, seperti hoaks, ujaran kebencian, dan lain sebagainya,” tegas Cahyo.

  • Bagikan