Ironi Kesejahteran Tenaga Pendidik di Aceh

  • Bagikan
Ironi Kesejahteran Tenaga Pendidik di Aceh

Oleh Tabrani Yunis

Malam Selasa atau Senin malam, tanggal 2 Oktober 2023, seperti biasa sambil melayani pembeli di POTRET Gallery yang berlokasi di Jalan Prof. Ali Hasyimi, Pango Raya Banda Aceh, penulis melakukan aktivitas yang menjadi kebutuhan hidup, yakni menulis. Ya, menulis menggunakan teknologi telepon genggam alias HP. Karena dengan HP bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, tanpa harus memberi banyak alasan yang menguatkan kebiasaan buruk “ tidak bisa menulis”. Di Gawai atau handphone tersedia notes yang memudahkan kita menulis. Malam ini kebetulan penulis sedang menulis sebuah artikel atau tulisan mengenai skripsi yang akan dikirim ke Waspada Medan, walau isu itu sudah tidak sehangat pada waktu Kemendikbudristek menyampaikan hal itu ke publik.

Nah, kala melakukan aktivitas menulis tersebut, saat bahan yang akan ditulis tiba-tiba hilang, penulis mencoba mencari bacaan pendukung, lalu membaca berita-berita yang ada di Google. Saat itu, terbaca sebuah berita yang berjudul, Menunggak 6 bulan, DPRA Sahkan anggaran Rp136 M untuk Gaji Guru Non PNS. Berita pelipur lara atau pengobat luka yang lama menganga dialami oleh para guru non PNS sering kita kenal dengan guru honorer, guru bakti atau bahkan guru kontrak. Mengapa disebut berita pelipur lara atau pengobat luka yang lama menganga?

Untuk menjawab pertanyaan itu, ingatan penulis berkelana ke sebuah masa. Ya, sore itu, ketika sedang berselancar di dunia maya, mencari berita-berita aktual tentang pendidikan, penulis mendapat berita yang menyentuh dan mengusik rasa ingin tahu (curiosity) penulis untuk membaca sampai tuntas berita itu.

Berita itu, tentang nasib guru yang teranianya. Siapakah mereka? Dari mana mereka datang? Mengapa mereka datang ke gedung dewan? Ternyata, sejumlah guru honorer hari itu, Sabtu 28 Maret 2023 mendatangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) di ruang komisi VI yang berada di kawasan Jalan Tgk. Haji Muhammad Daud Beureueh, Banda Aceh. Mereka yang berjumlah sebanyak 50 orang perwakilan guru SMA/SMK dan SLB swasta di Aceh. Kedatangan mereka didampingi oleh Pengurus Kobar – GB, Dra. Husniati Bantasyam untuk mengadu nasib soal gaji mereka yang sudah tiga bulan tidak dibayar. Padahal gaji guru honorer itu begitu kecil. Namun, mereka harus berjuang lagi untuk mendapat bayaran atas kerja-kerja yang mereka lakukan dengan bayaran yang begitu rendah.

Kehadiran guru-guru honorer atau guru non-PNS tersebut ke gedung dewan bersama Kobar-GB tersebut menjadi berita beberapa media, bukan hanya berita tetapi juga masuk ke ruang salam Redaksi media cetak. Betapa sedihnya kala membaca ulasan Serambinews.com edisi 30 Maret 2023 di halaman Salam Redaksi memaparkan tentang kehadiran mereka ke gedung Wakil rakyat itu. Serambi news.com, misalnya menulis seperti di bawah ini.

“SEBUAH pemandangan yang memilukan terlihat di gedung DPRA, Selasa (28/3/2023), manakala 50 perwakilan guru honorer dari SMA, SMK, dan SLB swasta mengadu nasibnya ke lembaga dewan tersebut. Pasalnya, sudah tiga bulan (Januari-Maret) gaji mereka tidak dibayar oleh pihak yang terkait. Kondisi ini benar-benar sangat menyedihkan, terutama mengingat bahwa saat ini sedangkan dalam bulan puasa dan sebentar lagi akan datang Hari Raya Idul Fitri”.

Nah, membaca berita itu penulis yang pernah menjadi guru honor dan kemudian menjadi guru berstatus PNS, merasa kasihan. Mengapa bisa miris sekali ya? Ya memang sangat miris melihat nasib guru di Aceh, baik guru yang berstatus honorer, kontrak maupun PNS. Betapa tidak ya, bayangkan sajalah, untuk mendapatkan hak upah atau gaji, mereka harus masih berjuang dengan wajah sedih dan harus memohon bantuan atau mengadu nasib ke gedung dewan yang terhormat.

Aneh rasanya. Mereka harus memohon dahulu baru dikabulkan. Bukan hanya itu, mereka harus mencari backing, pembela, atau mediator untuk menuntut hak. Mereka mencari bantuan pendampingan dari organisasi guru alternatif, yakni Kobar-GB. Mengapa harus demikian? Apakah setiap kali menuntut sesuatu atau menuntut pembayaran gaji yang tertunda maupun yang tidak mau membayar, lalu harus mencari organisasi tertentu, seperti Kobar GB tersebut?

Harusnya tidak, namun fakta membuktikan, pada hari itu pula dewan yang terhormat di ruang kerja komisi VI DPRA mengadakan rapat kerja komisi VI bersama Dinas Pendidikan Aceh dan akhirnya sepakat membayar gaji guru dan tenaga kependidikan honorer non Aparatur Sipil Negara (ASN). Sekolah swasta pada satuan pendidikan Sekolah Luar Biasa (SLB) se-Provinsi Aceh, sumber Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Tahun Anggaran 2023 dirapel selama tiga bulan Januari – Maret.

Hasil rapat yang spektakular bukan? Ya, bayangkan saja lah Ya, setelah rapat dengan pihak Dinas Pendidikan, mereka hanya sepakat membayar dengan cara rapel 3 bulan. Setelah itu? Menggantung lagi nasib guru tersebut? Sudah pasti, karena ada alasan tertentu. Misalnya tunggu ada perubahan anggaran. Betapa rendahnya apresiasi mereka terhadap para pendidik, guru dan tenaga pendidikan di daerah yang mengklaim diri sebagai negeri syariah. Ironis sekali.

Benar. Ini benar-benar ironis. Perilaku dan perlakuan begini memberi makna bahwa soal kesejahteraan guru honorer, guru kontrak dan bahkan guru PNS bukan prioritas yang harus disegerakan. Langkah yang diambil seperti ini mengisyaratkan bahwa selama ini nasib guru di negeri ini memang harus dibuat sedih. Ya, harus miris dan ironis, seperti yang dahulu sering terjadi kasus penyunatan gaji guru. Sekarang kasusnya lain lagi. Ya, sebut sajalah ini sebagai tidakan pengabaian hak guru, khususnya guru Non PNS.

Angin Surga

Penantian para guru non PNS terhadap gaji mereka yang tidak dibayar selama 6 bulan bakal terbayarkan. Serambinews.com, edisi 30 September 2023 memberitakan dengan kalimat yang memberi makna sebagai sebuah hasil kerja keras. Coba simak saja kiriman ini “Akhirnya penantian para guru honorer yang gajinya menunggak selama enam bulan terbayarkan. Pasalnya pada Perubahan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2023, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) mengesahkan anggaran Rp 136 miliar untuk gaji dan insentif para guru baik swasta maupun negeri, tendik dan PNS”.

Lebih lanjut, Ketua Fraksi Partai Aceh Tarmizi, SP mengatakan, saat ini sendiri guru yang non PNS yang berjumlah 6000 lebih akan dibayarkan gajinya 6 bulan. 

“Yang swasta akan dibayarkan mulai Januari hingga Juni dan yang negeri akan dibayarkan mulai bulan Juni hingga Desember,” kata Tarmizi. Begitu juga untuk tenaga didik yang berjumlah 4.000 lebih akan dibayarkan seperti guru non pns yang negeri dan swasta.  Sedangkan untuk insentif PNS yang berjumlah sekitar 12.000 orang akan dibayarkan 10 bulan.

Berita akan dibayarnya gaji guru non PNS selama 6 bulan ini dan insentif para guru PNS yang tertunggak adalah angin sehat yang dapat menyembuhkan Luka hati para guru honorer dan juga PNS yang tidak mendapat insentif selama beberapa bulan. Selayaknya para guru honorer dan guru PNS berterima kasih kepada Kobar-GB yang telah berhasil melakukan advokasi kepada guru honorer dan guru PNS di Aceh. Sesuai dengan apa yang diutarakan oleh pihak Kobar-GB usai beraudiensi dengan DPRA pada 28 Maret 2023 lalu yang memaksa pihak Dinas Pendidikan dan DPRA membayar hak guru honorer dan insentif guru PNS.

Artinya Kobar -GB berhasil menyadarkan dan membuka nurani pihak Dinas Pendidikan Aceh dan DPRA bahwa masalah ini adalah yang seharusnya mendapat perhatian ekstra dari pihak yang berwenang atau pihak yang bertanggungjawab atas pemenuhan hak upah atau gaji guru honorer yang tergolong sangat kecil dan diabaikan itu. Maka, sekali lagi berterima kasih lah pada Kobar-GB. Mengapa?

Tak dapat dimungkiri bahwa tidak terbayarnya gaji guru non PNS dan insentif guru PNS selama beberapa bulan lalu dan mungkin juga ke depan, karena yang dianggarkan sekarang adalah untuk membayar yang tertunggak. Lalu, bagaimana dengan pembayaran ke depan? Akankah dibayarkan? Kedua, tidak dibayarkannya atau tidak dianggarkannya gaji guru honorer dan insentif guru PNS adalah karena pembayaran itu tidak dianggap penting, malah lebih penting melakukan kegiatan outbound yang menghabiskan dana ratusan juta untuk kegiatan satu hari. Bayangkan sajalah ya.

Akhirnya, kita ucapkan selamat kepada guru honorer dan guru PNS yang selama sekian bulan tidak mendapat gaji dan insentif, kini DPRA sudah menganggarkan Rp136 miliar, namun selayaknya bertanya bagaimana setelah pembayaran ini, Apakah ke depan akan menunggak lagi? Semoga saja pihak yang berwenang mengurus hajat hidup guru honorer dan guru PNS selalu terbuka hati dan nurani, sehingga tidak mengalami lagi pengalaman buruk seperti ini. Ibarat kata orang bijak, jatuh ke lubang serupa alias sama. Sangat ironis, bukan?

Penulis adalah Pemerhati Pendidikan dan Pegiat Literasi, Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Aceh

  • Bagikan