Kelangkaan Minyak Goreng

  • Bagikan

Terhadap situasi kelangkaan minyak goreng ini, peran pemerintah selaku regulator sedang diuji dan dipertanyakan. Mengapa Situasi seperti ini bisa terjadi ? Apa faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi ?

Kelangkaan minyak goreng di Indonesia masih terus terjadi. Pakar ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD menyebutkan bahwa kelangkaan minyak goreng di pasaran tidak terlepas dari mekanisme penawaran dan permintaan atau supply and demand.

Minyak goreng merupakan salah satu komoditas penting di Indonesia. Berdasarkan IHK (Indeks Harga Konsumen) Indonesia, minyak goreng memiliki kontribusi yang besar. Hal tersebut karena minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi masyarakat setiap harinya sehingga bobot terhadap inflasinya juga cukup tinggi.

Kelangkaan minyak goreng disebabkan karena ada kenaikan dari sisi permintaan (demand) dan penurunan dari sisi penawaran (supply). Beberapa faktor berikut menjadi penyebabkan penurunan supply, utamanya produsen mengalami penurunan dalam memasarkan minyak goreng di dalam negeri.

Di antaranya CPO (Crude Palm Oil) merupakan salah satu jenis minyak nabati yang paling banyak diminati oleh masyarakat dunia. Saat ini harga CPO di pasar dunia sedang mengalami kenaikan harga dari $1100 menjadi $1340.

Akibat kenaikan CPO, produsen minyak goreng lebih memilih menjual minyak goreng ke luar negeri dibandingkan ke dalam negeri. Produsen akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar apabila menjual minyak goreng ke luar negeri.

Faktor kedua adalah kewajiban pemerintah terkait dengan program B30. Program B30 adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar sehingga Ada peralihan menuju ke produksi biodiesel.

Saat ini, konsumsi yang seharusnya digunakan untuk minyak goreng digunakan untuk produksi biodiesel. Hal itu karena ada kewajiban untuk pengusaha CPO agar memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen.

Faktor ketiga adalah kondisi pandemi Covid-19 yang belum selesai. Ada beberapa negara di belahan dunia lain yang sedang mengalami gelombang ketiga Covid-19. Konsumen luar negeri yang selama ini menggunakan minyak nabati juga mulai beralih ke CPO.

Sehingga ada kenaikan permintaan di luar negeri terkait ekspor CPO. Karena itu produsen minyak goreng hanya ada di beberapa daerah saja sedangkan proses distribusi minyak goreng dilakukan ke berbagai daerah di Indonesia.

Hal tersebut menyebabkan kenaikan harga distribusi. Berkaitan dengan logistik, harga kontainer saat ini lebih mahal dari sebelumnya. Shipping atau perkapalan juga mengalami kenaikan harga. Faktor itu mendorong harga kebutuhan minyak goreng mengalami kenaikan.

Naiknya harga minyak goreng akan mendorong inflasi secara umum. Dampak yang ditimbulkan dapat memengaruhi beberapa sector, di antaranya sektor industri makanan, rumah tangga, dan semua produksi yang menggunakan bahan baku minyak goreng.

Kebijakan Minyak Goreng

Pemerintah lewat kementerian perdagangan melakukan berbagai upaya untuk menekan tingginya harga minyak goreng yang beberapa waktu terakhir dikeluhkan masyarakat. Teranyar, Kemendag menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) pada minyak goreng.

Lewat aturan DMO ini, para produsen yang melakukan ekspor Crude Palm Oil (CPO) alias minyak sawit mentah, diwajibkan memasok 20 persen kuota ekspornya untuk kebutuhan di dalam negeri.

Tujuannya adalah untuk memberikan kepastian pasokan dalam negeri dengan mempertimbangkan hasil evaluasi atas kebijakan minyak goreng satu harga yang telah kami jalankan.

Nantinya seluruh eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka masing masing di tahun 2022. Sementara itu, aturan DPO dimaksudkan untuk memberikan kepastian harga CPO sebagai bahan baku minyak goreng tetap stabil dan bisa dijangkau oleh masyarakat.

Lutfi menjelaskan, kebijakan DPO diterapkan dengan penetapan harga yaitu Rp9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp10.300 per kg untuk olein. Olien adalah produk hasil rafinasi dan fraksinasi Crude Palm Oil (CPO) yang digunakan sebagai minyak goreng.

Untuk dua harga tersebut sudah termasuk PPN di dalamnya dan kombinasi dua aturan tersebut diharapkan bisa memberikan kepastian baik dari sisi pasokan, maupun harga minyak goreng di dalam negeri, kata Lutfi. Baca juga: HET Minyak Goreng Mulai 1 Februari 2022:

Termahal Rp14 Ribu/Liter Satgas Pangan Polri Klaim Stok Minyak Goreng Aman, Faktanya Tidak Celah Kebijakan Minyak Goreng Tak berhenti sampai di situ, pada tingkat ritel atau pengecer, Kemendag menetapkan patokan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng.

Mulai 1 Februari 2022, Kemendag melakukan penetapan HET berdasarkan kategori yaitu, minyak goreng curah hanya boleh dijual paling mahal Rp11.500/liter, minyak goreng dengan kemasan sederhana wajib dijual paling mahal Rp13.500/liter, dan minyak goreng dengan kemasan premium tidak boleh dijual lebih dari harga Rp14.000/liter.

Seluruh HET tersebut sudah termasuk PPN di dalamnya selama masa transisi dari mulai Kamis, 27 Januari hingga 1 Februari 2022, kebijakan minyak goreng 1 harga yaitu Rp14.000/liter tetap berlaku.

Namun, masih ada celah yang berpotensi membuat sederet kebijakan pengendalian harga minyak goreng ala Kemendag gagal. Celah yang dimaksud adalah tidak adanya skema pengendalian dan kurangnya pengawasan dalam proses distribusi minyak goreng ini.

Hal ini bisa dilihat dari kebijakan sebelumnya yang berjalan kurang lebih dua minggu. Saat pemerintah menetapkan harga minyak goreng satu harga, yaitu Rp14.000 per liter, pasokan minyak goreng di toko-toko ritel modern langsung ludes tak bersisa. Kondisi ini membuat warga tidak merasakan manfaatnya karena stok yang diklaim aman, ternyata selalu habis.

Peran Pemerintah

Sesungguhnya salah satu peran adanya pemerintah dalam satu negara adalah agar terjaminnya masyarakat untuk mendapatkan kebutuhan dasarnya. Masyarakat harus dijamin dalam memperoleh kebutuhan pokoknya.

Bila masyarakat tidak mendapatkan hambatan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya, ini mengindikasikan berhasilnya peran pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya.

Pemerintah yang sudah mempunyai organ cukup kompleks, dari membuat serangkaian kebijakan dan aturan, pembinaan terhadap produsen, menjamin situasi dan kondisi kondusifnya iklim produksi dan usaha. Sehingga melakukan pengawasan terhadap produsen, dan bila diperlukan melakukan sanksi dan penindakan pelanggaran aturan yang diterapkan.

Terhadap situasi kelangkaan minyak goreng ini, peran pemerintah selaku regulator sedang diuji dan dipertanyakan. Mengapa Situasi seperti ini bisa terjadi ? Apa faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi ?

Adakah permasalahan dari mulai tersedianya bahan baku untuk menjamin proses produksi hingga serangkaian aturan yang melingkupi produksi dan distribusi dari minyak goreng ini. Atau adanya keluhan dan aspirasi dari para produsen yang belum terwadahi ?

Tentunya serangkaian permasalahan ini perlu segera diambil satu solusi. Perlu segera diambil satu Policy yang sangat perlu agar supaya situasi kelangkaan ini cepat teratasi. Karena cepatnya situasi ini dapat teratasi , itu mengindikasikan efektifnya suatu Pemerintahan dan masyarakat benar-benar dapat diayomi untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Kelangkaan minyak goreng yang terjadi ini merupakan satu kondisi yang dapat dikatakan tidak pernah terprediksi sebelumnya. Tiba-tiba kita dikejutkan dengan kelangkaan ini. Dan karena ini merupakan salah satu bahan pokok yang sangat dibutuhkan, ini bisa menimbulkan keresahan nasional.

Efeknya bisa menimbulkan satu krisis yang tidak diinginkan. Bila kondisi ini berlanjut tanpa solusi yang cepat, ditakutkan bisa menimbulkan ketidakstabilan kondisi ekonomi.

Kita tentunya tidak berharap kondisi ini terjadi. Harapan terbesar kita, kebutuhan dasar masyarakat bisa terpenuhi dengan sebaiknya. Adanya pemerintahan yang kuat dan efektif, didukung dunia usaha yang stabil dan kondusif, yang berkumpul dalam wadah asosiasi legal yang memiliki dasar kuat dan aturan.

Kesemuanya ini diharapkan dapat menjamin tersedianya kebutuhan pokok masyarakat. Di negeri kita yang demikian subur dan makmur ini, dimana yang tanahnya demikian subur untuk ditanami apapun, yang alamnya penuh dengan kekayaan yang luar biasa kayanya.

Situasi kelangkaan minyak goreng ini tidak seharusnya terjadi. harus cepat diambil satu kebijakan. harus ada koordinasi yang baik dan efektif antara regulator dan produsen yang di tengahi asosiasi. WASPADA

Penulis adalah Dosen Fakultas Ekonomi UNA Kisaran

  • Bagikan