Kerangkeng Manusia

  • Bagikan

Penemuan kerangkeng manusia yang menggegerkan publik mengingatkan tentang fungsi dan penggunaan kerangkeng manusia dengan berbagai tujuan. Kerangkeng merupakan penanda kekerasan yang digunakan pemakainya untuk menundukkan dan menaklukkan lawan dengan cara koersif

Belum lama publik Sumatera Utara digemparkan oleh temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan laporan Migrant Care sebuah ornop atau lembaga swadaya masyarakat yang berkegiatan mengadvokasi buruh migran tentang kerangkeng di rumah pribadi Bupati Langkat, Sumatera Utara.

Beberapa hari harian Waspada memuat pemberitaan kerangkeng manusia, malah Waspada (26/1/2022) menurunkan Tajuk Rencana Penjara Dalam Penjara sebagai respons atas kerangkeng manusia sebagai bentuk eksploitasi manusia. Belum lagi media daring berbahasa Inggris melaporkan penemuan kerangkeng manusia yang menghebohkan publik.

Penemuan kerangkeng manusia di zaman digitalisasi mencuatkan wacana perbudakan modern, penanda kekerasan fisik, dan mengerasnya praktik dehumanisasi dalam masyarakat. Jika bukan KPK tidak ada yang ingat soal kerangkeng. Dari temuan itulah sebutan kerangkeng manusia bergaung luas telinga publik sampai ke semesta dunia.

Sebenarnya kerangkeng manusia bukan gejala baru dalam berbagai perjalanan sejarah bangsa. Di masa lalu kerangkeng ada yang terbuat dari batu dan kayu berlapis kawat. Jenis kerangkeng bermacam bentuk bergantung wilayahnya.

Kerangkeng yang terbuat dari batu bentuknya seperti gedung tapi lebih tertutup, sirkulasi udara terbatas, dan tidak bisa dilihat orang. Sementara kayu menjulang ke atas ada yang setinggi manusia atau sepertiganya dengan tujuan orang yang di dalamnya tidak bisa berdiri regak.

Kemudian ada yang membuat kerangkeng dari besi berbentuk kubus yang bentuknya lebih luas untuk mengakomodasi banyak orang di dalamnya. Fungsi kerangkeng merupakan tempat menghukum orang yang dipandang mendisrupsi pemerintahan atau negara.

Kerangkeng tidak sama dengan penjara yang bangunannya permanen, tinggi, luas, dan beruang sempit. Penjara lebih berciri modern, sedangkan kerangkeng tidak permanen dan dapat berpindah tempat. Sebutan kerangkeng selalu terkait hewan dengan tujuan menempatkan, membatasi ruang gerak dan melindungi hewan.

Jika pemburu memburu hewan liar dan ganas di hutan jika berhasil menangkap buruannya agar mudah menjinakkan ganasnya hewan liar di tempatkan dan dikandangkan ke kerangkeng. Luas kerangkareng terkait dengan besarnya hewan. Makin besar tangkapan hewan makin luas kerangkengnya.

Jika gorilla, singa, harimau atau macan tutul berhasil diburu, hewan di tempatkan di kerangkeng besar. Jika ular, monyet atau babi hutan, kerangkengnya tidak sebesar hewan buas. Pemburu atau penyuka hewan di masa hutan masih perawan, belum dirusak dan belum dikonversi ke pembangunan fisik hewan tangkapan dimasukkan dalam kerangkeng sambil diberi makan agar tetap hidup dan dipajang sebagai gengsi sosial.

Kerangkeng tidak saja berkait dengan hewan juga bersinggungan dengan manusia. Dalam negara kuno saat teknologi belum menggerakkan perubahan, para musuh atau orang yang membangkang terhadap negara, ditangkap lalu dimasukkan ke dalam kerangkeng. Musuh yang dikerangkeng bisa dihukum ringan dan berat. Di hukum ringan sebab kesalahannya tidak berdampak terhadap banyak orang (publik), tetapi bila dihukum berat dianggap setimpal dengan kesalahannya.

Terlepas dari berat ringan hukuman, kerangkeng sebagai tempat pemberian hukuman kepada musuh atau tempat budak agar membatasi gerak geriknya setelah terjual ke pembeli merupakan hal biasa dalam masyarakat dunia di masa perbudakan.

Di Mesir kuno dan Abad Pertengahan jika ada musuh negara membikin keributan sampai mengguncang stabilitas politik dengan cepat dibasmi dan pelakunya dimasukkan ke dalam kerangkeng dipertontonkan ke khalayak luas.

Musuh negara yang di kerangkeng di depan kawula ada yang diberi makan dan minum meskipun menjalani penyiksaan, ada yang dijemur di dalam kerangkeng siang malam tanpa diberi apapun untuk memercepat kematian. Cara kematian inilah yang dipertontonkadn penguasa kepada warganya dengan maksud memberi peringatan agar tidak membuat instabilitas politik di negerinya.

Di masa perbudakan sering terjadi budak yang dibeli dikerangkeng berukuran tidak setinggi tubuh agar budak hanya dapat membungkuk, dan dikapalkan ke penguasa negeri lain yang membeli budak. Kerangkeng sebagai tempat pembawa manusia (budak) sangat lazim digunakan di masa perbudakan.

Budak yang dikerangkeng akan lebih aman dan tidak lari diri saat dikapalkan menuju ke tempat pembelinya. Pengunaan peng- kerangkeng-an budak merupakan ciri zaman perbudakan.

Kekerasan

Di masa perang modern yang menyebar ke belahan negara pasukan yang kalah perang ditangkap, ditahan dan ada yang di kerangkeng agar mudah diitaklukkan sebagai tawanan perang. Kerangkeng tawanan perang di tempatkan di lokasi tersembunyi, dan tertutup tidak mudah diakses publik.

Kerangkeng tawanan perang yang diisi beberapa orang ini divisualisasikan dalam film aksi Vietnam berperang melawan Amerika tahun 1960-an-1970-an. Dalam film aksi Amerika yang dibintangi Syslvester Stallone dan Chuck Norris yang bersetting perang Vietnam-Amerika, terlihat herosime kedua bintang laga terkenal ini.

Mereka membebaskan tawanan perang Amerika yang kedua tangannya diborgol dengan wajah lebam disiksa dengan tubuh berlumur darah dijebloskan ke kerangkeng di lokasi tersembunyi seperti bawah tanah, hutan, dan pinggiran sungai.

Kemudian tawanan perang yang lepas dari kerangkeng bersama bintang laga mengangkat senjata memerangi pasukan yang mengerangkengnya. Pembebasan tawanan perang dari kerangkeng manusia dalam film laga Amerika ini menggambarkan Amerika memenangi perang melawan Vietnam. Meskipun realitanya di perang Vietnam negeri asal mula Kentucky Fried Chicken itu kalah berperang di Vietnam tahun 1970-an.

Orang (manusia) tidak saja dikerangkeng saat dijatuhi hukuman, menjual budak dan kalah perang, tetapi juga orang yang menderita penyakit penyakit mental yang membahayakan orang lain di berbagai daerah nusantara selalu diikat kakinya dengan rantai atau tali besar yang disangkutkan di batang pohon supaya tidak berkeliaran memcelakai orang lain.

Cara mengikat atau merantai kaki kiri, kanan atau keduanya agar mematikan aktifitas penderita penyakit mental dalam bahasa keseharian disebut pemasungan atau pengkerangkengan.

Pengkerangkengan atau pemasungan manusia atau kerangkeng biasanya di tempatkan di gubug berukuran kecil berjauhan dari rumah penduduk, sepi dan tersembunyi terbuat dari kayu dan beratapkan seadanya.

Pengerangkengan membuat penderita penyakit mental menjadi kurus kering tubuhnya atau mengalami penyusutan kaki lantaran tidak bisa digerakkan sehingga berujung kematian. Praktik pengkerangkengan penderita penyakit mental sampai zaman teknologi digital masih dijalankan di berbagai masyarakat perkampungan nusantara.

Pengkerangkengan manusia di masa kontemporer juga terjadi saat pecah perang saudara di Syiria yang sampai saat ini terus berkobar tanpa berkesudahan. Saat pasukan milisia menggempur pemeritah jika tertangkap selain disiksa juga ditempatkan di kerangkeng besi.

Pasukan milisia yang tertangkap dipaksa masuk kerangkeng berisi tiga atau empat orang diarak dalam kendaraan terbuka dipertontonkan di depan publik sebagai pesakitan perang sebelum di transfer ke tempat tersembunyi agar sukar melarikan diri. Dalam peperangan kerangkeng selalu digunakan sebagai tempat tawanan sementara.

Narasi di atas menerangkan dalam sejarah sosiologis masyarakat di belahan manapun telah lama mengenal kerangkeng sebagai sangkar hewan dan tempat pemasungan gerak aktivitas manusia. Namun jika manusia dimasukkan kerangkeng sama artinya sebagai cara menawan, menghukum, menyiksa dan membunuh manusia.

Penemuan kerangkeng manusia yang menggegerkan publik mengingatkan tentang fungsi dan penggunaan kerangkeng manusia dengan berbagai tujuan. Kerangkeng merupakan penanda kekerasan yang digunakan pemakainya untuk menundukkan dan menaklukkan lawan dengan cara koersif.

Penulis adalah Guru Besar Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

  • Bagikan