Memanasnya Hubungan Kanada-India

  • Bagikan

Oleh Siuaji Raja

India dan Kanada kemudian terlibat dalam gerakan tit-for-tat dan saling memulangkan diplomat; suatu hal yang biasa dalam dunia diplomasi jika ada masalah yang memanas dalam hubungan bilateral

Kanada menuduh India terlibat dalam pembunuhan seorang Warga Negara (WN) Kanada keturunan India Hardeep Singh Nijjar, 45, di Surrey, British Columbia, Kanada, Juni 2023. Nijjar meninggal karena ditembak dua pengemudi sepeda motor yang memakai masker di parkiran kuil Sikh di Surrey. Sebelumnya Nijjar telah mengorganisir referendum tidak resmi di antara kaum diaspora Sikh di Amerika Utara, Eropa dan Australia untuk memvalidasi seruan menghidupkan kembali keinginan negara terpisah kaum Sikh di India yang dinamakan Khalistan (Land of the Pure-Khalsa).

Pada bulan Juli 2023, sekelompok pendukung Khalistan diduga berusaha membakar kantor Konsulat Jenderal India di San Francisco, AS, dan sebelum itu di bulan Maret 2023, terjadi pula demo yang dilakukan oleh segelintir pendukung Khalistan di Inggris dengan mencoba menurunkan bendera India di Kedutaan Besar India di London yang dapat digagalkan oleh diplomat India.

Publik kaget melihat kejadian-kejadian ini karena sudah lama isu Khalistan meredup sehubungan situasi wilayah Punjab di India dianggap baik-baik saja tanpa suatu penanganan khusus dan proses Pilkada di sana juga sudah berlangsung baik, termasuk dengan partisipasi partai lokal.

Tudingan PM Justin Trudeau tersebut tidak hanya membuat pemerintah India tercengang namun juga membuat sebagian anggota DPR Kanada terperanjat, apalagi tidak tanggung-tanggung, tuduhan itu disampaikan langsung oleh orang pertama Kanada di suatu sesi parlemen, namun tanpa menampilkan suatu bukti. PM Trudeau sebelumnya menerima informasi dari The Five Eyes (mekanisme kerjasama intelijen antara Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru) bahwa ada campur tangan asing dalam pembunuhan Nijjar.

India dan Kanada kemudian terlibat dalam gerakan tit-for-tat dan saling memulangkan diplomat; suatu hal yang biasa dalam dunia diplomasi jika ada masalah yang memanas dalam hubungan bilateral. India kemudian cepat mengambil langkah menutup pemberian visa India kepada WN Kanada, sementara Kanada juga menerbitkan travel advisory kepada warganya yang akan ke India, di samping dampak-dampak lain yang bisa saja muncul akibat situasi ini.

Sebenarnya sudah lama Pemerintah India menuduh Kanada menerima permohonan political asylum kaum Sikh serta menyembunyikan sejumlah ekstremis anti-India, termasuk mereka yang terlibat masalah narkoba dan senjata di Punjab. Dari sekitar 40 juta penduduk Kanada saat ini, terdapat sekitar 800 ribu orang Sikh di wilayah Vancouver; jumlah terbesar warga Sikh yang tinggal di luar India.

Tercatat pada tahun 2018, Trudeau meyakinkan India bahwa Kanada tidak akan mendukung siapa pun yang mencoba menghidupkan kembali gerakan separatis di India, namun berulang kali mengatakan bahwa Kanada menghormati hak kebebasan berpendapat dan berkumpul bagi pengunjuk rasa yang akan berdemonstrasi.

Di sisi lain, secara umum, Kanada memang memerlukan tenaga kerja migran untuk menyokong ekonominya dan karena itu Kanada lebih mempermudah proses imigrasi dan visa bagi pekerja migran asing. Pelajar internasional misalnya menyumbangkan sekitar USD 20 miliar bagi perekonomian Kanada, di mana disebut-sebut sekitar 70 persen dari jumlah itu disumbangkan oleh mahasiswa dari India.

Dalam konteks panggung politik yang diberikan Trudeau kepada kaum Sikh patut dicatat bahwa dari kabinetnya yang terdiri dari 38 menteri saat ini, terdapat empat menteri keturunan India, termasuk dua dari etnik Sikh. Sebanyak 18 orang Sikh telah terpilih ke parlemen dalam Pemilu Nov 2019, dimana 13 berasal dari Liberal Party yang diketuai Trudeau.

Sekilas Kaum Sikh India

Tercatat dalam sejarah India bahwa pada abad ke-18, kaum Sikh telah membela umat Hindu demi keadilan dan kebenaran dari tindakan semena-mena yang dilakukan pemerintahan Mughal Aurangzeb. Setidaknya dua dari 10 guru kaum Sikh dan banyak warga Sikh terkemuka lainnya yang dibunuh atau meninggal demi pembelaan tersebut. Umat Hindu kapan pun merasa berutang budi kepada kaum Sikh untuk pengorbanan tersebut.

Penduduk Sikh di India kini berjumlah 23 juta jiwa, sementara di luar India terdapat sekitar tiga juta orang. Punjab yang kecil (1.53% dari keseluruhan wilayah India), namun subur, mensuplai lebih dari 30% beras dan gandum yang dibutuhkan seluruh India.

Jika melirik ke belakang, munculnya ide Khalistan sebenarnya berawal dari kebijakan kolonial Inggris (divide and rule) pada akhir tahun 1800-an dan awal tahun 1900-an yang berupaya memecah belah publik India. Pemuda Sikh misalnya direkrut menjadi tentara Inggris dalam jumlah besar untuk digunakan melawan penduduk Hindu yang memberontak melawan British Raj.

Kemudian, greater India (Akand Bharat) yang terbagi menjadi wilayah merdeka India dan Pakistan pada tahun 1947, membuat kaum Sikh meninggalkan wilayah Lahore yang merupakan ibukota Punjab ketika itu menuju India. Lahore yang mencakup 60 persen wilayah kaum Sikh kemudian menjadi bagian dari Pakistan.

Pada tahun 1966, wilayah Punjab, misalnya, dipecah menjadi negara bagian Punjab, Haryana, dan Himachal Pradesh, berdasarkan garis linguistik (Punjab berbahasa Punjabi, dan Haryana serta Himachal Pradesh berbahasa Hindi), hal mana telah kembali menimbulkan kekesalan di antara banyak orang Sikh. Mereka juga tidak suka berbagi ibu kota bersama Chandigarh dengan Haryana, dan memandang perjanjian pembagian air dengan Haryana tidak adil dan menguntungkan petani di sana sehingga merugikan masyarakat di Punjab. Dengan semua kejadian tersebut, orang Sikh juga khawatir lambat laun mereka juga akan kehilangan identitas dan budaya mereka.

Isu-isu sedemikian dipandang memuat kebijakan yang diskriminatif sehingga kemudian muncul anggapan bahwa kepentingan kaum Sikh hanya aman di negara Sikh yang merdeka, Pada bulan April 1978, Jarnail Singh Bhindranwale dan sekte Nirankari (dianggap sesat oleh kelompok Sikh) melakukan perlawanan, hal mana dianggap sebagai awal dari gerakan Khalistan. Sejak itu, upaya realisasi Khalistan selalu diiringi kampanye kekerasan yang mencakup pemboman, penculikan, dan pembunuhan secara selektif serta pembantaian warga sipil yang mencapai puncaknya pada tahun 1980-90an.

Untuk menangkap Bhindranwale dan personil militannya yang bersenjata di kuil tersuci kaum Sikh, Harmandir Sahib kompleks, di Amritsar, pada bulan Juni 1984, PM Indira Gandhi melancarkan Operation Blue Star. Bhindranwale dan kawan-kawannya terbunuh dalam operasi selama seminggu tersebut. Menentang aksi itu, pada bulan Oktober 1984 dua anggota pengawal pribadi PM dari kalangan Sikh menembak mati Indira Gandhi. Semua itu, telah melumpuhkan negara bagian Punjab selama lebih dari satu dekade dan mengakibatkan hampir 22.000 umat Sikh dan Hindu meninggal, termasuk sekitar 12.000 warga sipil.

Kekerasan para simpatisan tersebut mencapai dimensi internasional pada tahun 1985 ketika militan Sikh di Kanada diduga meledakkan bom di pesawat Air India rute Toronto-New Delhi yang menewaskan 329 orang, termasuk 82 anak di bawah usia 13 tahun.

Namun tidak boleh dilupakan bahwa India pernah memiliki Presiden dan PM dari kalangan Sikh. PM Manmohan Singh menjabat selama dua periode (10 tahun berturut-turut). Kaum Sikh juga telah berperan besar secara kontinu dalam tubuh militer di India. Mereka telah berada di lini depan dalam berbagai perang atau operasi militer yang dilancarkan India. Tentara India memiliki resimen khusus untuk prajurit Sikh dan pejabat militer dari kalangan Sikh juga telah terpilih menjadi kepala staf AD, AL dan AU India.

Analisa Tuduhan Kanada

India langsung merespons tuduhan Kanada tersebut mereka sebut sebagai sesuatu yang “absurd” dan “politically motivated”. PM Narendra Modi yang menanggapi isu ini, namun Menlu Subrahmanyam Jaishankar. Secara diplomasi, ini merupakan suatu upaya downgrading isu oleh India dengan penekanan prinsip “innocent until proven guilty.”

Pada tahun 1980 dan 1995 pemerintah Kanada pernah mengizinkan penduduk dewasa di Quebec ikut referendum untuk menentukan apakah Quebec setuju pisah dari Kanada. Dalam kedua referendum tersebut, mayoritas pemilih memilih Quebec untuk tetap berada di Kanada. Seirama dengan hal ini, Kanada mungkin memproyeksikan apakah India bisa melakukan hal serupa?

Jawaban yang cespleng untuk pemikiran tersebut adalah bahwa India bukanlah seperti Kanada yang mayoritas penduduknya bersifat monokultural dan bukan multikultural seperti India. Referendum sedemikian untuk Punjab dapat saja membuka kesempatan bagi negara bagian lain di India untuk juga mengajukan referendum. Kanada mestinya yakin proses referendum untuk India bukanlah suatu langkah yang sederhana atau suatu opsi yang memungkinkan.

Sebagian pengamat juga melihat bahwa sehubungan polling pendapat atas kepemimpinan PM Trudeau menurun, antara lain karena tanggapan Trudeau terhadap isu kontroversi veteran Nazi di Kanada, PM Trudeau kemudian mencoba mengupayakan suatu leverage bagi dirinya dengan melancarkan tudingan ini. Sementara itu, pengamat lain melihat tudingan kepada India justru telah menghantam balik (backfiring) Trudeau.

Dari negara-negara The Five Eyes yang diam-diam mendominasi hubungan intelijen/politis antarnegara, menurut sebagian pengamat nampaknya ada semacam “jealousy/kecemburuan” atas kemajuan India pada beberapa tahun terakhir ini, termasuk khususnya karena kepiawaian India dalam hubungan luar negeri di bawah kepemimpinan Menlu Jaishankar. Hal itu bisa dilihat secara khusus pada kiprah AS yang sering bermain di belakang layar, termasuk dalam memberi masukan bagi tudingan PM Kanada tersebut. Kita tau bukan satu atau dua masalah yang salah kaprah yang dilancarkan AS di berbagai belahan dunia, namun AS tetap ingin berperan.

Dalam kaitan itu, isu yang dimainkan AS salah satunya adalah, walaupun sudah kuno, yaitu mengangkat masalah HAM di negara lain (tanpa melihat situasi HAM di negaranya sendiri atau yang telah dilakukan AS di negara-negara lain). AS bisa terus menyoroti India yang sudah lama menghadapi masalah Kashmir hingga akhir akhir ini dengan adanya berbagai percobaan gerakan separatisme di wilayah Timur Laut (Northeast) India, seperti di Manipur, Nagaland dan Assam, di atas kecemerlangan India terakhir pada berbagai aspek pembangunan di negaranya.

Para observer juga melihat kemungkinan Pakistan “bermain” dalam insiden ini dan juga dalam protes yang terjadi di Inggris dan AS, sebagai bagian dari upaya mereka untuk memperlemah India di kancah global. Umum diketahui, bahwa sebagian wilayah Pakistan yang didiami kaum Bengali, lepas menjadi satu negara tersendiri yaitu Bangladesh karena bantuan India pada tahun 1971 dan tentu Pakistan menaruh dendam kepada India karena sulit menerima fakta tersebut. Hal itu, di samping isu Kashmir dan banyak masalah lain lagi, diketahui telah menambah dimensi pertikaian antara Pakistan dan India.

Sebagian pengamat sempat bercanda dan menanyakan kepada kaum Sikh kenapa mereka hanya meminta wilayah yang telah menjadi bagian dari India dan tidak menuntut wilayah Lahore di Pakistan yang notabene membentuk 60 persen wilayah kaum Sikh sebelumnya. Logikanya memang tidak mungkin karena mayoritas kaum Sikh saat ini berada di India dan Pakistan pun tentunya tidak mau melepas wilayah Lahore (memperkecil geografi negaranya) demikian saja untuk merealisasikan Khalistan. It is as simple as that.

Dari diri pribadi Nijjar, mestinya setelah ia tidak menjadi WN India maka ia tidak punya hak lagi untuk melakukan klaim bagi Khalistan. Secara umum, jikapun kaum Sikh menghendaki suatu negara terpisah, mestinya hal itu menjadi urusan dalam negeri India dengan kaum Sikh di sana; dan kecuali orang terkemuka/negara lain disetujui sebagai mediator dalam situasi yang genting di suatu negara, sulit sebenarnya menerima logika keterlibatan suatu negara dalam isu domestik negara merdeka lainnya.

Penulis adalah PNS Pensiunan Kemenlu RI.

  • Bagikan