Mempertegas Paradigma Baru Pemuda Pancasila (Menyongsong Musywil PP Ke-14)

  • Bagikan

Paradigma baru inilah hal yang perlu dibenahi agar Pemuda Pancasila tampil dengan warna baru yang pada gilirannya diharapkan dekat di hati masyarat. Kecuali PP masih ingin dengan paradigma sekarang dan masih senang dengan sebutan miring (preman) itu, tentu paradigma baru ini tidak perlu diusung

Pada tanggal 4 hingga 6 Pebruari 2022 ini, Ormas Pemuda Pancasila Wilayah Sumatera Utara akan menyelenggarakan musyawarah (musywil) yang ke 14 di Medan. Perhelatan lima tahunan ini -sebagaimana biasanya – akan memilih ketua dan menyusun unsur pimpinan Majelis Pimpinan Wilayah (MPW) dan Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) untuk tingkat wilayah.

Selain itu melalui musywil ini akan menawarkan program-program strategis untuk membantu pemecahan isu-isu lokal serta percepatan pembangunan di Sumut. Dan yang tak kalah pentingnya adalah konsolidasi dan sistem pengkaderan di semua tingkat. Hal ini penting menjadi materi pembahasan musywil guna menjawab tantangan PP ke depan.

Isu Kontemporer
Seperti diketahui, PP pada zaman Orba sudah sangat berbeda dengan masa sekarang. Jika pada masa Orba, PP merupakan anak emas pemerintah, TNI dan senantiasa dilibatkan dalam program pembangunan bangsa, namun pada masa kini, PP agak terasa terpinggirkan. Mereka tidak sudi PP tetap eksis sepanjang zaman karena tidak begitu dibutuhkan dan bahkan mungkin bila perlu ditiadakan.

Masih ingat celotehan J. Girsang terhadap PP baru-baru ini? Itulah lonceng awal secara verbal yang menandai tidak sudinya penguasa terhadap PP. Sama sekali bukan karena dominannya ciri preman melekat pada diri PP sehingga mereka ingin memberangus keberadaan PP. Bukan itu alasannya, melainkan karena PP masih tetap setia terhadap dasar dan idiologi Pancasila dan PP pun berani mati membela Pancasila.

Rezim ini sudah lama meneropong Ormas mana yang dianggap batu sandungan untuk memuluskan idiologi kapitalis dan komunis hidup subur di negeri ini. Bisa saja target berikutnya adalah PP setelah pemberangusan Ormas sebelumnya.

Ormas MUI dan Muhammadiyah diduga juga target berikutnya karena sudah mulai menjadi bulan-bulanan belakangan ini dengan nada tuduhan terindikasi radikal meski definisi radikal itu sendiri belum jelas hingga kini.

Padahal semua Ormas yang disebutkan di atas adalah Ormas yang tergolong paling setia terhadap Pancasila di samping Ormas yang lain. Karena itu, mau tidak mau harus dikerdilkan perannya, bila perlu diputarbalikkan fakta sejarahnya, diadu-domba, disusupi, “dikotori” hingga suatu ketika akan diberangus secara perlahan-lahan dari bumi pertiwi ini.

Mempertegas Paradigma Baru PP
Seiring dengan perkembangan politik kekinian di Indonesia, keberadaan PP akan mengalami ujian yang semakin berat ke depan. Para petinggi PP perlu merumuskan langkah strategis untuk memperkokoh dan mengembalikan citra PP pada sediakala. Imej miring yang selama ini tertanam pada sanubari masyarakat harus direbut dengan cara paradigma baru PP.

Label preman yang selama ini akrab disematkan pada PP tidak akan bisa dihilangkan begitu saja atau dilakukan secara instan tanpa ada upaya terencana yang terus-menerus untuk menghilangkannya. Oleh karena itu melalui musywil kali ini mungkin sudah saatnya beranjak ke paradigma baru PP jika ingin tetap eksis dan dapat berterima di semua golongan.

Jika Japto S. Soerjosoemarno selaku ketua umum MPN sering mengajak PP di depan kadernya agar menjaga citra PP di tengah masyarakat, jangan menciptakan keributan melainkan menjaga kedamaian, melarang melayangkan proposal dengan cara paksa, maka itu sebenarnya contoh dimensi paradima baru Pemuda Pancasila.

Namun makna paradigma baru itu bukan hanya sebatas itu saja melainkan seluruh cara berpikir dan bertindak dalam menjalankan roda organisasi harus berparadigma baru alias melakukan transformasi dengan cara merestorasi atau bila perlu mereformasi diri sendiri. Artinya ada kesengajaan untuk meninggalkan pola-pola lama.

Model paradigma yang dimaksudkan bukan saja pada tatanan dan tataran prilaku setiap anggota PP melainkan pada seluruh fungsi-fungsi manajemen. Dalam konteks ini saya mengususlkan agar sistem rekrukmen anggota dan sistem pengkaderan dalam mempersiapkan calon pemimpin harus dibenahi dengan cara paradigma baru.

Dalam hal rekrukmen anggota misalnya sudah harus diatur persyaratan minimal calon anggota. Hal ini penting untuk mengetahui latar belakang keluarga, pendidikan dan sepak terjangnya selama ini. Jika ini tidak diwanti-wanti, bisa saja ada anggota yang menyusup ke tubuh PP yang berpaham idiologi lain.

Selain itu perlu doktrin Pancasila alias kePPan diberikan kepada setiap anggota baru. Dalam hal ini perlu sillabus atau materi dalam diklat yang standar. Meski anggota berasal dari berbagai etnis dan agama namun dengan doktrin ini bisa semua anggota PP memiliki standar prilaku yang sama dalam komunitasnya.

Dalam hal calon pemimpin di semua tingkat ke depan, tidak ada salahnya dimulai merancang persyaratan minimal apakah harus tamatan S1 (sarjana) atau tidak misalnya. Persyaratan ini sekaligus menjawab makna keberadaan SATMA PP yang ada di kampus-kampus. Tentu tujuan awal kehadiran Satma di Perguruan Tinggi adalah untuk mempersiapkan pemimpin di PP yang intelek di mana saja mereka berada.

Biar bagaimanapun PP harus mempersiapkan kader-kadernya mampu berkompetisi secara intelektual dengan Ormas lain. Untuk itu perlu Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Tidak saatnya lagi mengandalkan “otot berbicara” dalam setiap menghadapai masalah dan berinteraksi dengan masyarakat. Namun demikian bukan berarti ciri asli yang melekat di tubuh PP selama ini harus dihilangkan.

Upaya meningkatkan bobot intelektual pada semua anggota dengan sendirinya akan mengurangi dominasi otot dalam setiap menghadapi persaingan apalagi dalam merebut kekuasaan. Untuk itu perlu sistem pengkaderan secara sengaja dengan mengurangi pengkaderan secara alami agar keberadaan anggota PP ditengan-tengah masyarakat lebih harmonis dan sejuk.

Semua peraturan, persyaratan dan tata tertib, keputusan SOP dan lain-lain akan dituangkan dalam dokumen mutu. Dokumen mutu ini menjadi rujukan dalam setiap melaksanakan roda organisasi tak terkecuali dalam rekrutmen anggota dan pengkaderan dalam mempersiapkan calon pemimpin di PP.

Penggunaan cara-cara seperti ini berarti sudah menerapkan konsep jaminan mutu (quality assurance). Namun penerapan ini bisa dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Penerapan konsep jaminan mutu berarti juga sudah menerapkan pemikiran yang berparadigma baru.

Penerapan jaminan mutu dalam organisasi bukan berarti membatasi anggota dari alumni kampus-kampus saja tanpa mengindahkan dari kalangan anggota yang berpendidikan rendah. Ibarat di militer, tentara yang berpangkat tinggi tentu memegang komanda sedang pangkat yang rendah sebagai prajurit yang siap di garda terdepan.

Paradigma baru inilah hal yang perlu dibenahi agar Pemuda Pancasila tampil dengan warna baru yang pada gilirannya diharapkan dekat di hati masyarat. Kecuali PP masih ingin dengan paradigma sekarang dan masih senang dengan sebutan miring (preman) itu, tentu paradigma baru ini tidak perlu diusung.

Selamat melaksanakan musywil. Semoga dapat melahirkan keputusan-keputusan yang terbaik dalam rangka membantu pemerintah dalam mensejahterakan masyarakat, menjaga kedamaian dan memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

Penulis adalah Guru Besar UNIMED-Medan.

  • Bagikan