PSI, Jokowisme Dan Warisan Politik Jokowi

Oleh Fuad Ginting

  • Bagikan
PSI, Jokowisme Dan Warisan Politik Jokowi

DUA gagasan utama Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ketika resmi didirikan pada tanggal 16 November 2014 yang lalu adalah pertama, kebajikan yang menggelorakan semangat partai antikorupsi. Kedua, partai yang setia menjaga keragaman Indonesia yang anti terhadap segala bentuk intoleransi ekonomi, agama, suku serta RAS. Dua hal ini kemudian diidentifikasi sebagai DNA perjuangan PSI.

Sejak awal dideklarasikan oleh anak-anak muda yang kala itu berasal dari latar belakang berbeda, seperti : Grace Natalie (mantan presenter televisi), Raja Juli Antoni (aktivis), Isyana Bagoes Oka (mantan penyiar berita) dan Suci mayang Sari (arsitek) telah memiliki ide yang solid terkait platform perjuangan yang dilandaskan pada nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, keselarasan dan kesukarelaan dalam bernegara yang menempatkan Jokowi sebagai simbol perjuangan ideologis PSI.

Pada proses pejalanan elektoral pada pemilu pertama yang di ikuti PSI yaitu Pemilu 2019. PSI hanya meraih 1,89 persen suara nasional atau setara dengan 2.650.361 suara tentu menjadi sebuah pencapaian luar biasa.

Mengingat ditengah sulitnya proses electoral threshold (syarat partai politik untuk ikut pemilu) di Indonesia yang mengharuskan setiap partai politik harus lolos verifikasi administrasi maupun verifikasi faktual oleh Kemenhumham dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sehingga pada lima tahun pertama sejak didirikan fokus PSI terbelah antara mengurus proses administrasi dan proses kampanye elektoral.

Meski gagal menempatkan kadernya di Senayan namun partai yang mengklaim diri sebagai partai anak muda ini berhasil mengantarkan 67 kader menjadi anggota DPRD Kota/Kabupaten dan Daerah.

Pencapaian ini tentu menjadi catatan tersendiri bagi PSI untuk melakukan refleksi perjuangan politik mereka dengan fokus bersuara melawan ketidakadilan untuk banyak isu yang mendapatkan atensi dari masyarakat.

Utamanya terkait masalah maraknya tindakan intoleransi dan masalah korupsi yang semakin merajalela oleh oknum pejabat dari tingkatan pusat hingga daerah.

Jokowisme

Politik elektoral di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari relasi patron-clien yang menematkan tokoh sebagai patron politik dan pemilih sebagai basis dukungan terhadap keterpilihan.

Patron pada konteks partai politik di Indonesia merupakan sosok individu yang menjadi simbol perjuangan demi meraih ceruk suara di Pemilu.
Seperti; sosok Prabowo di Partai Gerindra, sosok Soekarno dan
Megawati di PDI Perjuangan, sosok Surya Paloh di Partai Nasdem dan
sosok Susilo Bambang Yudhoyono di Partai Demokrat.

Bagi PSI, Jokowi merupakan patron politik yang mampu menjawab kegelisahan anak-anak muda di Indonesia dalam mewujudkan keadilan, pembangunan, persatuan dan negara yang berkemajuan.

Sosok Jokowi yang mencerminkan pemimpin yang jujur, sederhana, amanah dan tegas menegaskan kedekatan gagasan yang dibawa oleh PSI sejalan dengan kerja-kerja politik Jokowi selama memimpin Indonesia dalam dua periode kepemimpinannya.

Gagasan Jokowisme kemudian dihadirkan oleh PSI sebagai
manifestasi terhadap ketokohan Jokowi sebagai seorang pemimpin
ide dan pemimpin praksis.

Ketokohan yang tidak hanya dilihat dari perspektif citra persona Jokowi tapi juga kebijakan yang diambil oleh Jokowi yang fokus pada Indonesia yang berkemajuan.

Ada dua poin penting terkait Jokowisme yang digaungkan oleh
PSI yaitu: Pertama, Jokowisme sebagai sebuah brand kampanye elektoral.

Pada pengambilan nomor urut di KPU pada 14 Desember 2023 yang
lalu PSI mendapatkan urutan ke-15.

Adapun angka 15 jika dikonversi menjadi huruf akan terlihat seperti “is” yang merupakan kata dalam bahasa Inggris yang berarti “adalah”.

Melekatkan angka 15 (is) dengan kata me (aku) dalam kata Jokow15me” pada konteks brand kira-kira berarti “Jokowi adalah Aku”.

Kedua, Jokowisme sebagai sebuah gagasan. Angka kepuasan
terhadap sosok Presiden Jokowi pada berbagai lembaga survei pada
beberapa bulan terakhir selalu diatas 80%. Artinya sosok Jokowi
dianggap mayoritas rakyat telah sukses memimpin Indonesia yang
jumlahnya diatas 280 juta jiwa.

Etos kerja Jokowi yang sangat baik, dekat dengan rakyat dan pembangunan infrastruktur yang tidak hanya fokus di Pulau Jawa tapi di seluruh wilayah nasional dianggap sebagai kesuksesan seorang pemimpin yang mampu menjewatahkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kepemimpinan sosok Jokowi ini kemudian dikapitalisasi oleh PSI
dalam menghadapi Pemilu 2024 karena menganggap mayoritas
rakyat Indonesia menginginkan apa yang dikerjakan oleh Jokowi, baik
ide atau gagasan dalam 10 tahun kepemimpinannya harus dilanjutkan
oleh presiden berikutnya demi mencapai cita-cita Indonesia Emas di
tahun 2045.

Warisan Politik Jokowi

Dukungan PSI terhadap Jokowi demi insentif elektoral adalah sebuah keniscayaan politik. Berbading lurus dengan PSI, Jokowi melihat dukungan PSI untuknya adalah investasi politik yang akan tidak bisa didapatkannya di partai tempat dirinya bernaung saat ini yaitu PDI Perjuangan.

Alasannya PDI Perjuangan sangat lekat dengan sosok Soekarno sebagai simbol partai. Juga kebertahanan PDI Perjuangan dalam perjalanan politik elektoral kerap bertautan dengan trah keluarga Soekarno, seperti; Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani dan Prananda Prabowo sebagai keturunan dari Sang Proklamator.

Sementara, sosok Jokowi tidak lahir dari keturunan Soekarno tapi dari rakyat biasa yang di masa kecilnya pernah mengalami kemiskinan.

Jokowi adalah sosok pemimpin yang rumahnya pernah digusur di bantaran sungai lalu karena keuletannya bisa menjadi pengusaha kemudian bertransformasi menjadi pemimpin daerah.

hingga presiden atas dasar kesederhanaan, ketulusan, ketegasan dan
kejujurannya. Artinya pengkultusan sosok pribadi dan sosok kepemimpinan Jokowi yang dikenal banyak orang selama ini kecil
peluangnya akan mendapatkan tempat secara institusi di PDI
Perjuangan ketika dirinya tidak lagi menjadi presiden.

Alasannya sederhana karena partai banteng tersebut telah ada sosok Soekarno yang ide dan gagasannya terpatri di hati setiap kadernya.

Kondisi ini pula yang dilihat oleh Jokowi dari PSI yang mungkin diproyeksikan sebagai kapal yang mengantarkannya membawa ide
dan gagasan dalam lautan politik yang luas. Konsistensi PSI membela
pemerintah dalam sembilan tahun (2014-2023) terakhir menjadi
indikator pertimbangan utama.

Loyalitas kader PSI dalam membangun narasi keberpihakan sosok Jokowi pada rakyat menjadi nilai tambahnya, sehingga Jokowi
merestui anak bungsunya Kaesang Pangarep menjadi nahkoda baru
kapal perjuangan PSI di Pemilu 2024.

Artinya pengangkatan Kaesang sebagai Ketua Umum PSI masa bakti 2023-2028 oleh Dewan Pembina PSI sebagai pengambil keputusan utama partai tidak bisa dilepaskan dari peran seorang Jokowi.

Asumsinya ada dua yaitu Jokowi sejak awal memang terlibat dalam pendirian PSI atau PSI baru saja mendapatkan cinta berbalas dari Jokowi kala partai anak muda tersebut mengkampanyekan nilai-nilai Jokowisme.

Juga bagi PSI yang mengkampanyekan Jokowisme akhir-akhir ini yang dengan tegas menjabarkan platform Jokowisme bukan merupakan sub dari ideologi layaknya kapitalisme, liberalisme atau sosialisme.

Namun, Jokowisme yang digaungkan PSI adalah sebuah spektrum kebijakan dan solusi yang mampu menyesuaikan diri pada keadaan paling mutakhir dari sebuah kepemimpinan yang berkeadilan dalam mengikuti semangat zaman.

Basis perjuangan Jokowisme tentu saja adalah keberpihakan pada rakyat yang melampaui persepsi publik yang menganggap politik yang elitis.

Praksis perjuangan Jokowisme adalah konsistensi dalam menjalankan Trilogi pejuangan PSI dalam menebar kebajikan, merawat keragaman, dan mengukuhkan solidaritas. (Peneliti Politik Elektoral dari FISIPOL Universitas Medan Area)

  • Bagikan