Resensi Buku Komunikasi Moderat Dalam Bahasa Jurnalistik

  • Bagikan

Penulis : Dr Dedi Sahputra, MA
Editor : Widodo Asmawiyoto
Tebal : 79 halaman
Penerbit : Spirit Komunika Jakarta

Komunikasi, betapa pentingnya dalam kehidupan manusia. Bayangkan, tanpa komunikasi, bagaimana manusia dengan manusia lain berinteraksi. Baik secara individu maupun dengan kelompok atau organisasinya. Komunikasi berkembang sejalan dengan dinamika perkembangan kebudayaan, peradaban, dan teknologi.

Hal inilah yang melatarbelakangi Dr Dedi Sahputra, MA, jurnalis yang juga seorang akademisi menulis buku ini. Buku yang diterbitkan untuk menyambut hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 ini, mengulas bagaimana saat ini komunikasi menjadi moderat dalam bahasa jurnalistik.

Dalam pengantarnya penulis, mengungkapkan bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa “tanah” ketimbang bahasa “air”. Hal ini untuk menggambarkan bahwa sifat bahasa Indonesia yang lebih cenderung menyerap daripada diserap. Berbeda dengan bahasa “air” yang lebih dominan sifat diserapnya daripada menyerap unsur dari luar.

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia menyerp artinya: masuk ke dalam melalui liang renik (terutama tentang barang cair); meresap; merembes. Arti kata ini menegaskan bahwa dalam istilah bahasa “tanah” itu terkait dengan aktivitas menyeraop bahasa asing kedalam bahasa Indoinesia.

Alif Danya Munsyi atau populer dengan nama Remi Sylado bahkan menulis buku yang bejudul “9 dari 10 Kata Bahsa Indonesia adalah Asing”.

Pada Bab-bab awal Doktor Dedi menyinggung bagaimana karakteristik dari Bahasa Indonesia. Beliau membedakan karakter dari Bahasa Indonesia yang lazim digunakan dengan “Bahasa Jurnalistik”. Berikut penjelasannya:

Penggunana bahasa di media massa memiliki karakter tersendiri yang disebut dengan “bahasa jurnalistik”. Perbedaan karakter ini membuat perbedaan dengan penggunaan bahasa secara generik, atau berbeda dengan penggunaan untuk keperluan yang berbeda.

Selanjutnya diulas juga bahwa, Bahasa Indonesia adalah bahasa yang sangat dinamis karena menyerap berbagai dinamika dalam masyarakat sehari-hari. Perkembangan nya pun sangat cepat karena sifat informasi yang disajikan melalui medai massa yang cepat dan berlanjut.

Bebagai peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat setiap hari jam dermi jam, detik demi detik, disebarluaskan dengan menggunakan bahasa sebagai alat pengantarnya. Dinamika ini tentu berbeda dengan aturan kebakuan bahasa yang juga berkembang namun tidak secepat dinamika bahasa jurnalistik.

Karena itu meski dalam menyajikan informasi, media massa memedomani bahasa baku yang digunakan dalam tata aturan bahasa Indoinesia, namun tetap akan ada saja bahasa yang khas jurnalistik.

Dengan kata lain, jika menggunakan standar bahasa Indonesia dalam mengukur bahasa jurnalistik, maka penyimpangan dalam bahasa jurnalistik akan sangat mungkin muncul.
Beberapa contoh dapat ditampilkan berikut ini.

Pertama, misalnya penggunaan kalimat aktif, yaitu kata kerja yang tidak baku dengan menghilangkan afiks yaitu berupa prefiks atau awalan. Contohnya dalam kalimat “Polisi Tembak Mati Perampok Toko Mas”. Penggunaan kata “tembak” adalah hal yang lazim dalam bahasa jurnalistik, namun akan disimpulkan sebagai penyimpangan morfologis dalam bahasa Indonesia.

Penulis yang meningkatkan keilmuannya di bidang pendidikan formal ini, sejak S1 hingga S3 tetap konsisten menggeluti bidang Ilmu Komunikasi. S1 diselesaikannya di Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Pembangunan (STIK-P), Program Master Ilmu Komunikasi diambilnya di Institut Agama Islam Negeri Sumatera Utara (IAIN SU).

Dan pada tahun 2015 Beliau menyelesaikan Program Doktor Ilmu Komunikasi-nya pada Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

Dalam buku yang terdiri dari beberapa bab ini, penulis membahas bukan hanya secara teoritis, tetapi juga fenomena yang terjadi dan implementasi dari sisi jurnalistiknya. Bahasa sejatinya adalah alat untuk mengungkapkan perasaan atau mengekspresikan diri kita sendiri.

Pun, bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi dan saluran maksud dari seeorang yang ingin menyampaikan pesan, yang melahirkan perasaan dan memungkinkan masyarakat untuk bekerja sama.

Di luar yang disampaikan diatas, bahasa juga berfungsi sebagai alat berintegrasi dan beradaptasi sosial. Pada saat beradaptasi di lingkungan sosial, seseorang akan memilih bahasa yang digunakan tergantung situasi dan kondisi yang dihadapi.

Fungsi bahasa juga sebagai alat kontrol sosial yang mempengaruhi sikap, tingkah laku, serta tutur kata seseorang. Kontrol sosial dapat diterapkan pada diri sendiri dan masyarakat.

Buku yang sengaja ditulis untuk menyambut Hari Pers Nasional tahun 2022 ini juga membahas tentang bagaimana perkembangan Islam Moderat hingga ke Komunikasi Moderat. Dalam bahasannya, Doktor Dedi ingin membuka dialog kritis tentang terminologi “Islam Moderat”, suatu label yang tidak datang dari dunia Islam, tetapi sepertinya diterima dengan “pasrah”.

“Padahal sepanjang literasi yang saya miliki, tidak satupun nash dalam Al-Qur’an yang memadankan Islam dengan Moderat atau Islam dengan washatan”, tegas penulis.

Buku kecil yang sarat dengan makna dan sangat perlu dibaca oleh kalangan yang bergelut dalam dunia jurnlistik, baik sebagai jurnalis maupun sebagi dosen di bidang jurnalistik ini, diakhiri dengan penjelasan tentang pergelutan antara Terminologi Islam Moderat dan Pemaknaan yang dilekatkan kepadanya.

Dengan latar belakang program Pendidikan Master dari IAIN dan Doktor dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, penulis membahas pergulatan ini dengan referensi yang lengkap dan up to date serta ditambahi dengan hasil pengamatan dan penelitian yang berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah.

Di penghujung buku kecil yang sangat berisi ini, penulis membahas tentang Bahasa Moderat di Alam Raya. Penulis membukanya dengan kalimat yang sangat bernas yakni: “Melalui ilmu pengetahuan, Tuhan telah mengirim pesan bahwa ia yang mengatur alam raya ini adalah Ia Yang Mahakuasa dan Maha Esa (singularity) dan tidak ada yang setara dengan-Nya”.

Penulis yang sejak mahasiswa sudah menekuni profesi sebagai wartawan, dan kini aktif sebagai akademisi, dan menjadi dosen di Prodi Ilmu Komunikasi, Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Medan Area, menutup bukunya dengan kesimpulan bahwa alam raya ini sesungguhnya merupakan komuniktor.

Melalui berbagai gejala dan fenomena yang terjadi di dalamnya, ia menyampaikan pesan dan meninggalkan kesan. Ia berlangsung secara simetry—yang uniknya melekat dalam setiap entitas di alam raya ini. Semua entitas ini, tanpa terkecuali, termasuk manusia, secara massal seakan-akan membatasi dirinya pada kesempurnaan.

Itu sebabnya semua orang hampir tanpa kecuali akan gampang menerima rumusan ini: Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Dan semua entitas itu patuh dengan cara yang masih terus jadi misteri bagi orang seperti Einstein, Hawking, dan Higgs, hingga sepanjang hidup mereka habiskan untuk memikirkan dzat yang dipatuhi oleh setiap partikel pembentuk alam raya tersbut.

Sekarang saya menyadari, melalui ilmu pengetahuan, Allah SWT sedang berkomunikasi kepada manusia. Itu artinya, untuk berkomunikasi dengan Tuhan, manusia harus menggunakan akalnya.

Dengan akal, manusia akan dapat menerima pesan-pesan Tuhannya. Dan melalui ilmu pengetahuan, Tuhan telah mengirimkan pesan bahwa Ia yang mengatur alam raya ini adalah Ia yang Mahakuasa dan Maha Esa (singularity) dan tidak ada yang setara dengan-Nya.

Demikian bisa kita temukan kalimat bernas di akhir buku kecil yang sarat makna dan penting untuk dibaca ini. Semoga akan muncul karya-karya bernas berikutnya, Doktor Dedi.

Peresensi adalah Dosen Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Medan Area (UMA).

  • Bagikan