Satu Tahun Bobby – Aulia

  • Bagikan
Satu Tahun Bobby – Aulia
Satu Tahun Bobby – Aulia

Satu tahun Bobby – Aulia. Rakyat awam menganggap ada keistimewaan kebijakan yang akan membahagiakan rakyat Medan secara lebih akseleratif karena wali kota mereka adalah menantu presiden

Seorang jurnalis mengawali pertanyaan dengan permintaan elaborasi birokrasi. Menurutnya selama ini masyarakat mengeluh soal watak asli dan lama birokrasi terus mempersulit dan memungli, terutama dalam proses pengurusan administrasi. Apakah di era Bobby ini sudah ada perbaikan?

Medan Tajir (Tanpa Banjir). Ini menjadi salah satu janji kampanye Bobby dan Aulia. Situasi saat ini sudah seperti apa?, tanya jurnalis itu.

Jurnalis itu melanjutkan soal keamanan dan ketertiban. Bobby Aulia dalam janji kampanyenya menyampaikan soal Medan bebas begal. Bagaimana kondisinya saat ini?

Soal penanganan pandemi, seperti apa? Kemiskinan dan pengangguran bagaimana? Jurnalis itu ingin tahu pula apa hal yang harus menjadi prioritas wali kota dan wakilnya untuk pembenahan kota Medan.

Birokrasi

Pemko Medan diberitakan menerima Predikat Kepatuhan Tinggi Standar Pelayanan Publik (zona hijau) kategori Pemerintah Kota dengan nilai 89,22 dari Ombudsman RI.

Jika penulis katakan bahwa penulis tidak meragukan hasil penilaian Ombudsman RI, lalu mengapa realitas sosial bertafsir ganda? Kemungkinan besar hal ini adalah problem metodologis belaka.

Ada fakta-fakta yang berada di luar wilayah dan metode pemotretan yang dipergunakan oleh Ombudsman RI. Padahal keluhan rakyat dan wilayah pemotretan Ombudsman RI sama-sama didasarkan pada Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Penyegelan Mall Centre Point pada bulan Juli tahun lalu karena dituduh menunggak Pajak Rp56 miliar adalah masalah besar. Dalam ingatan publik mall itu tak beres izinnya dan secara hukum keberadaannya dianggap bermasalah.

Seyogyanya urusan pemerintahan di sini adalah mengupayakan legalitas. Karena adalah hal aneh di negara hukum jika ada objek pajak yang tak memiliki legalitas hukum.

Kasus lain ialah 300 beasiswa bagi mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta. Penulis melihatnya aneh dan tidak sensitif atas potensi malservices, yakni penyimpangan atas UU pelayanan publik.

Sebetulnya jumlah bisa ditambah hingga 1000 supaya mahasiswa pada perguruan tinggi lain juga kebagian. Orang miskin dan korban Covid-19 sebagai salah satu alasan yang dijadikan klausul tak hanya terdapat pada perguruan tinggi yang dengannya Wali Kota Medan Muhammad Bobby Nasution bekerjasama.

Informasi yang disediakan tentang ini jelas menggunakan atribut resmi pemerintahan dan proses rekrutmen pun menggunakan organisasi pemerintahan.

Banjir

Menurut rekan Jaya Arjuna pada 2011 terdapat 117 titik banjir di Medan, dan pada tahun 2021 bertambah men jadi 1514 titik. Itu sebab rakyat merasa patut bertanya, dengan pertambahan hampir 1300% itu saja kerja Pemko Medan?

Rasa-rasanya sangat kuat pernyataan rekan Jaya Arjuna, bahwa penyebab banjir hampir di seluruh wilayah pemukiman Kota Medan adalah air hujan. Air hujan seharusnya masuk ke saluran drainase.

Sedimen bukan hanya memenuhi saluran terbuka yang relatif mudah diketahui kondisi dan volumenya. Tindakan yang dilakukan seharusnya bukan mengorek parit, tetapi mengalirkan air yang ada dalam parit.

Selama ini Pemerintah Kota mengangkat sedimen dengan menggunakan tenaga manusia berbekal alat tradisional sekop dan cangkul.

Bila sedimennya sudah mengeras apalagi posisinya dalam saluran tertutup, bongkar dengan air bertekanan tinggi. Hasil bongkarannya berupa lumpur pasir atau kerikil kemudian diangkat menggunakan pompa.

Ada pompa yang bisa mengorek dan mengeruk sedimen sekaligus juga bisa mengangkat dan memindahkan air yang bercampur pasir dan bahkan kerikil. Bila perlu dengan backhoe.

Bila setiap daerah kelurahan diberi pompa air bertekanan tinggi dan dilengkapi dengan pompa korek dan keruk, maka dalam waktu singkat masalah sedimen dalam parit Kota Medan akan teratasi.

Daerah Belawan terutama Bagan Deli dan Kampung Kurnia sejak tahun 2010 telah mengenal namanya banjir rob. Sama dengan keadaan parit Medan yang tak mendapat perawatan secara benar, Kuala Deli makin dangkal.

Banjir Rob pun berulang dan makin meluas paparannya. Karena masalahnya adalah sedimen, maka penyelesaiannya juga adalah dengan mengangkat sedimennya. Keruk, korek dan angkat.

Begal

Tidak ada terminologi begal dalam tuntutan pidana. Ini adalah kosa kata Jawa yang belum terterima dalam sistem hukum Indonesia. Namun terlanjur dipopulerkan oleh polisi-polisi dari etnis Jawa dan seolah sudah sah karena media menuliskannya dalam banyak isi berita.

Kasus ini termasuk kategori kejahatan kerah biru (blue collar crime). Sadis dan ada ketegaan menimbulkan penderitaan sangat parah, bahkan kehilangan nyawa pada korban. Padahal target hasil material yang diperolehnya amat tak sebanding.

Ada anomali di sini. Kasus-kasus ini mengindikasikan massifnya angka ketergantungan atas narkoba. Resep untuk itu hanya satu: nihilkan supply. Tetapi pihak mana yang mau dan berani menutup keran uang besar ini? Hanya kemunafikan yang membuatnya menjadi ancaman besar atas nasib bangsa ke depan.

Pandemi Covid-19

Pandemi itu sesungguhnya tidak urusan lokal. Komandonya nasional. Sikap pemerintah pun tidak selalu konsisten. Selagi interaksi manusia tidak dibatasi maka tidak akan ada peluang untuk menerima hasil eliminasi tajam angka korban pandemi Covid-19.

Kita tahu pembatasan itu kebijakan nasional dan seiring dengan itu data-data yang disajikan sangat terbuka untuk diperdebatkan secara akademik.

Tidak elok menyudutkan sebuah level pemerintahan mana pun, kecuali nasional, untuk kasus Covid-19 karena kendalinya memang terpusat secara nasional.

Pengangguran dan Kemiskinan

Perhatikan korporasi beroleh insentif APBN yang seolah dipandang tepat dalam pengarusutamaan. Selain itu, yang paling fatal, pemerintah tidak mendasarkan kebijakan atas pertimbangan supply side and demand side.

Mau berapa banyak uang akan dikucurkan ke UMKM jika tidak ada daya beli rakyat, UMKM itu akan kolap begitu menghabiskan uang APBN dan APBD yang dikucurkan.

Karena itu pemberian pekerjaan kepada rakyat adalah solusinya. Bukan investasi (pada saat dunia usaha secara universal sangat lesu) yang titik puncak kemampuan (pemerintah) ditunjukkan pada produk UU Cipta Kerja yang amat bermasalah dan sudah beroleh keputusan judicial review oleh MK.

Pemberian pekerjaan akan dengan sendirinya menghidupkan UMKM. UMKM lesu karena tidak ada transaksi, rakyat terus mengalami kemerosotan daya beli dan dalam kondisi tidak ada tabungan dan tidak ada pekerjaan kejahatan dan masalah sosial lainnya terus meningkat.

Simulasi: Jumlah pengangguran di Indonesia 10 juta orang. Beri mereka pekerjaan dengan gaji (misalnya) Rp2 juta sebulan. Total yang diperlukan adalah Rp240.000.000.000.000. Negara tidak akan runtuh dengan pengeluaran ini.

Semua Pemprov, Pemkab dan Pemko menyediakan modal sesuai kemampuannya untuk tempat pekerjaan para penganggur itu misalnya pada proyek infrastruktur, pertanian dan lain-lain. Pokoknya pada sektor pemerintahan atau yang diadakan oleh pemerintahan. Ini disebut pekerjaan last resort (pekerjaan terakhir yang tersedia).

Hingga hari ini penulis tetap berpendapat bahwa doktrin dasar negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 (warga negara sebagai determinan utama negara) dan pasal 27 ayat (2) “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan” harus diterjemahkan sebagai kewajiban imperative bagi pemerintah.

Muhammad Bobby Nasution adalah menantu Joko Widodo yang kini menjabat Presiden RI. Penulis berharap ia bisa meyakinkan mertuanya untuk kebijakan berskala nasional ini. Indonesia sangat memerlukan perombakan kebijakan makroekonominya menjadi makroekonomi konstitusi.

Pemberdayaan Lingkungan
Core values seluruh regulasi mengenai Lingkungan di Kota Medan tunduk pada karakter yang hanya lebih mementingkan pengesahan kelembagaan formalnya belaka sebagai bagian terbawah dari birokrasi pemerintahan.

Dengan begitu Lingkungan sangat tak mungkin menjadi ujung tombak urusan dan pelayanan. Mungkin masalah ini berakar pada anomali politik, birokrasi dan demokrasi Indonesia yang eggan bergeser dari pengarusutamaan perebutan dan pelestarian kekuasaan ketimbang menyejahterakan rakyat.

Tahun 2020 Pemerintah Kota Medan memiliki lebih dari 10 ribu tenaga honorer. Sebuah anomali, karena jumlah itu hampir sama dengan jumlah PNS Kota Medan.

Alokasi anggaran untuk tenaga honorer dapat dialihkan untuk pemberdayaan Lingkungan. Pertama, jika 2000 Kepling di Kota Medan beroleh insentif bulanan masing-masing Rp4 juta, maka dalam setahun diperlukan alokasi Rp96 miliar.

Kedua, jika setiap Kepling memiliki lima Asisten Kepala Lingkungan (Askep) masing-masing dengan insentif Rp 3.200.000 setiap bulan, maka dalam setahun diperlukan alokasi Rp384 miliar.

Ketiga, biaya operasional di luar insentif Kepling dan Askep setiap lingkungan masing-masing Rp1 juta, totalnya Rp24 miliar. Anggaran pemberdayaan lingkungan dalam setahun adalah Rp96 miliar + Rp384 miliar + Rp24 miliar sama dengan Rp504 miliar. Tahun 2020 alokasi anggaran untuk tenaga honorer adalah Rp 400 miliar (https://www.mistar.id/medan/minggu-depan-pegawai-honor-pemko-medan-gajian/). Itu sumber pembiayaannya.

Penutup

Satu tahun Bobby – Aulia. Rakyat awam menganggap ada keistimewaan kebijakan yang akan membahagiakan rakyat Medan secara lebih akseleratif karena wali kota mereka adalah menantu presiden. Itu aspirasi yang tak mudah untuk tidak diindahkan, apa pun taruhannya.

Penulis adalah Dosen Fisip UMSU, Koordinator Umum Pengembangan Basis Sosial Inisiatif & Swadaya (nBASIS).

  • Bagikan