Tinjauan Kritis Terhadap Pembaharuan Regulasi Di Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara

Oleh : Dina Fahira Azhari Siregar S.H.

  • Bagikan
Tinjauan Kritis Terhadap Pembaharuan Regulasi Di Bidang Pertambangan Mineral Dan Batubara

Hasil pertambangan merupakan hak negara untuk mengelolanya, hal ini tertuang dalam Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan : “Bumi  dan  air  dan  kekayaan  alam  yang  terkandung  di  dalamnya  dikuasai  oleh  negara  dan  dipergunakan  sebesar-besarnya  kemakmuran  rakyat”. 

Kekayaan alam di Indonesia sangat besar dan luas, kekayaan tersebut meliputi kekayaan di laut, dan di darat beragam macam flora dan fauna dimiliki Indonesia. 

Berdasarkan  ketersediaanya,  sumber  daya  alam  terbagi  dalam  dua  kelompok  besar  yaitu  sumber daya  alam  yang  dapat  diperbarui  dan  sumber daya  alam  yang  tidak  dapat  diperbarui. Sumber  daya  alam  yang  dapat  diperbarui. 

Sumber  daya alam  yang  tidak  dapat  diperbarui  adalah  minyak bumi,  gas  alam,    mineral  dan  batu  bara. Negara  Indonesia  yang mempunyai letak geografis yang strategis  yang terletak pada 3 tumbukan lempeng kerak   bumi,  yakni lempeng   Benua   Eurasia,  lempeng   Benua   India-Australia   dan  lempeng  Samudra Pasifik yang melahirkan suatu struktur geologi yang memiliki kekayaanpotensi sumber daya  alam  berupa  bahan  galian  tambang, salah satunya adalah tambang batubara. (Diana Yustanti : 2016).

Namun kekayaan tersebut lambat laut hilang karena ulah manusia sendiri. Salah satu kegiatan yang dapat merusak lingkungan hidup adalah pertambangan.

Secara alami bahwa pertambangan     menyebabkan     gangguan terhadap  lingkungan,  sosial,  budaya  dan ekonomi. Kegiatan usaha pertambangan dan lingkungan  hidup  adalah  2  (dua)  hal  yang dapat  dipisahkan,  pertambangan  penting bagi kehidupan bernegara untuk meningkat kesejahteraan   warga   dan   pertambangan berdampak kerusakan terhadap lingkungan (Siti Kotijah : 2011).

Simbol Status Sosial

Kegiatan  pertambangan  mineral  dan  batubara  di  Nusantara  bisa  dilacak  sejak  masa  penjajahan  atau  kolonial,  bahkan  pra-kolonial. Pada masa pra-kolonial, emas digunakan sebagai simbol status sosial  oleh para bangsawan, yaitu sebagai perhiasan maupun perlengkapan  upacara adat. 

Pada masa kolonial, kegiatan pertambangan tidak lepas  dari tujuan kolonialisasi itu sendiri, antara lain mengeruk kekayaan alam di wilayah jajahan. Pada mulanya, kekayaan alam yang dikeruk atau  diambil  adalah  yang  tersedia  secara  melimpah  dan  diperoleh  dengan mudah dan sederhana, yaitu rempah-rempah. 

Namun dalam perkembangannya  menyasar  pula  kekayaan  alam  yang  terkandung  di  dalam  bumi,  yang  pengambilannya  tentu  tidak  lagi  mudah  dan  sederhana, ialah barang-barang tambang, termasuk minerba. (Ahmad Redi dan Lutfi Marfungah : 2021).

Munculnya  industri-industri  pertambangan  batubaradi Indonesia mempunyai dampak positif dan dampak negatif bagi masyarakat dan negara. 

Dampak  positif  adanya  industri  pertambangan batubara    antara    lain    menciptakan    lapangan pekerjaan  bagi  masyarakat  karena  banyak  yang bekerja  pada  industri  pertambangan    batubara, hasil     produksi    tambang     dapat     digunakan untuk   memenuhi   permintaan   pasar   domestik maupun    pasar    internasional.

Sehingga    hasil ekspor   tambang   tersebut   dapat   meningkatkan pendapatan  dan  pertumbuhan  ekonomi  negara. Industri  pertambangan.

Selain  itu  dapat  menarik investasi   asing   untuk   menanamkan   modalnya di  Indonesia.Tidak  dapat  dipungkiri  baik  secara langsung    maupun    tidak    langsung    sebagian besar    dengan  adanya  kegiatan  penambangan dan   adanya   perusahaan   pertambangan   disuatu  daerah  akan  berdampak  secara  sistematik  pada segi  ekonomi  masyarakat  daerah  tersebut.  

Hal ini   dapat   terlihat   dari   masyarakat   sekitarnya yang   bekerja   pada   perusahaan   pertambangan tersebut  adanya  penerimaan tenaga kerja  yang dilakukan   oleh   perusahaan   untuk   mendukung  kegiatan operasional.

Meliputi tenaga managerial, teknis  tambang,  teknis  operasional  dan  tenaga kerja pendukung.(Diana Yustanti : 2016).

Regulasi

Kegiatan pertambangan agar tidak merusak lingkungan hidup diperlukan suatu regulasi yang mengaturnya, dalam hal ini hukum pidana dapat menjadi alat yang melindungi masyarakat. 

Hukum pidana berkedudukan sebagai hukum publik yang mengatur tingkah laku masyarakat sosial dari sudut pandangan perbuatan dan pemberian sanksi. 

Hadirnya hukum pidana di masyarakat sebagai sarana untuk mengatasi kejahatan, maka dari itu pidana berkisar pada perbuatan apa yang dilarang dan diwajibkan kepada warga negara yang memiliki keterkaitan dengan kejahatan.

Seperti: pencurian, pembunuhan, pemerkosaa, penipuan dan lain sebagainya, yang mana ada anggapan dari masyarakat bahwa perbuatan tersebut adalah perbuatan yang tercela dan adanya anggapan bahwa perbuatan tersebut sangat berbahaya dan memiliki sanksi tegas.( Erdianto Efendi : 2014).

Pada perkembanganya pengaturan tentang kegiatan pertambangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Minerba. Aturan tersebut merupakan aturan yang merubah beberapa ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. 

Namun dalam beberapa ketentuan tersebut justru buka mengarah ke aturan yang lebih baik. Hal  ini terlibat dalam pasal yang akan disebutkan di bawah ini antara lain:

Pasal 161 B Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2020 yang menyatakan:

Setiap orang yang IUP atau IUPK dicabut atau berakhir dan tidak melaksanakan: 

1. Reklamasi dan/atau Pascatambang; dan/atau 

2. Penempatan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.0O0,0O (seratus miliar rupiah).

Berdasarkan penjelasan tersebut terdapat suatu frasa yang opsional yakni:  reklamasi dan/atau pasca tambang. Frasa tersebut membuat adanya opsional dalam memulihkan lingkungan dari kegiatan pertambangan. 

Opsional

Karena ada frasa dan atau, hal ini dapat berakibat adanya pembelaan dari badan usaha karena undang-undang memberikan opsional dalam ketentuannya.

Bisa saja badan usaha pertambangan tidak melakukan reklamasi dan pascatambang ketika IUP berakhir atau dicabut, karena tidak lagi dinyatakan dengan tegas di dalam Undang-Undang. Berbeda dengan sebelumnya di dalam Pasal 99 Ayat 2 yang menyatakan: Pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai dengan peruntukarn lahan pascatambang. 

Maka dari itu tidak ada lagi kewajiban yang memaksa badan usaha untuk melakukan reklamasi dan pascatambang, kemudian hal ini juga akan semakin sulit menjerat badan usaha dengan sanksi pidana karena terdapat opsiomal dalam bunyi Pasal tersebut.  

Kemudian dengan tidak dilakukannya reklamasi dan pasca tambang secara bersamaan dapat membuat lingkungan hidup tidak pulih sepenuhnya. 

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan Usaha Pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

Sedangkan pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah sebagian atau seluruh kegiatan Usaha Pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wiiayah Penambangan. Kegiatan pascatambang perlu dilakukan agar memulihkan kembali fungsi lingkungan.

Sudarto menjelaskan dalam menghadapi masalah kriminalisasi harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (Sudarto : 1977).

a) Pembangunan hukum pidana harus melihat arah tujuan pembangunan nasional yakni mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata dan spiritual berdasarkan pancasila, maka dari itu hukum pidana bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan mengadakan pengukuhan atas tindakan penanggulangan tersebut, demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat

b) Perbuatan yang diusahakan dicegah harus merupakan perbuatan yang  tidak kehendaki yakni perbuatan yang mendatangkang kerugian materil atau spiritual atas warga masyarakat

c) Penggunaan hukum pidana harus mempertimbangkan prinsip biaya dan hasil

d) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan kemampuan kinerja dari aparat penegak hukum yakni jangan sampai aparat penegak hukum kelebihan tugas. 

Melihat konsep kriminalisasi oleh sudarto tersebut, khususnya pada poin b yang menyatakan: Perbuatan yang diusahakan dicegah harus merupakan perbuatan yang  tidak kehendaki yakni perbuatan yang mendatangkang kerugian materil atau spiritual atas warga masyarakat. 

Dlam hal ini justru pembuat undang-undang membuat kebijakan yang semakin merugikan masyarakat. Terutama pada masyarakat yang berada di wilayah lokasi pertambangan.

Karena undang-undang memberikan opsional dalam pemulihan lingkungan hidup. (Penulis Mahasiswi Pascasarjana S2 Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara NIM: 227005149)

  • Bagikan