Teaterikal Bongaya: Rampai dalam Damai, Angkat Isu Perdamaian

Festival Budayaw IV Secara Resmi Digelar

  • Bagikan
Teaterikal Bongaya: Rampai dalam Damai, Angkat Isu Perdamaian

MAKASSAR (Waspada):Indonesia melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) bersama Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Festival Budayaw IV, di Benteng Rotterdam, Makassar, pada 1 sampai 5 September 2023.
Kegiatan ini sebagai bagian dari kerja sama sub-kawasan yang melibatkan negara-negara East ASEAN Growth Area, yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Filipina (BIMP-EAGA) dan penguatan hubungan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya.

Pertunjukkan Teatrikal “Bongaya: Rampai dalam Damai”, yang mengangkat isu perdamaian, secara resmi dibuka oleh Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti, pada Jumat malam (1/9/2023).

Irini menyampaikan, Festival Budayaw IV ini merupakan perayaan atas keragaman budaya yang menyatu oleh jaringan bahari dan Jalur Rempah yang telah membentuk peradaban di Asia Tenggara maupun dunia.

“Festival Budayaw merupakan perayaan seni budaya untuk memperkuat hubungan masyarakat di sub-kawasan EAGA dengan mengangkat atau menampilkan karya-karya ekspresi budaya yang sangat beragam, baik kekayaan ekspresi budaya yang telah terwariskan maupun karya-karya yang dikembangkan berdasar akar tradisi masing-masing,”ujar Irini.

Tema yang diusung pada kegiatan dua tahunan kali ini adalah “Keberagaman Budaya dalam Kehidupan Berkelanjutan”. Tema ini, lanjut Irini, dirangkai dalam sub-tema yang lebih spesifik, yaitu “Spice Route and Maritime Memory”. “Malam ini kita berkolaborasi dengan seniman dan komunitas untuk menggarap suatu pertunjukan teatrikal,” ujar Irini.

Sementara itu, Ketua Delegasi Indonesia BIMP-EAGA yang juga merupakan Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi Internasional Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Edi Prio Pambudi, mendorong semua pihak untuk kerja sama di berbagai bidang yang ada di ASEAN. “BIMP-EAGA adalah bagian dari kawasan di ASEAN. Indonesia sudah memegang Keketuaan Asean di 2023 sehingga kita harus mengusahakan kerja sama dan kolaborasi dari semua bidang yang ada di ASEAN,” ujarnya.

Mewakili pemerintah daerah, Asisten Pemerintah dan Kesra, Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan, Muhammad Rasyid, merasa sangat bangga atas terselenggaranya Festival Budayaw IV di Kota Makassar. “Saya berharap, kegiatan ini dapat menjadi momentum yang baik bagi pembangunan budaya dan kehidupan yang berkelanjutan pada negara-negara anggota BIMP-EAGA,” tutur Rasyid.

Menurutnya, tema yang diangkat pada festival ini memberi tantangan bagi masyarakat Sulawesi Selatan. ”Melalui tema ini, kita mendapatkan amanat untuk mengembangkan budaya dan kearifan lokal yang ada guna mewujudkan pembangunan kebudayaan di Indonesia dalam hubungan antarbangsa, baik dalam skala regional Asia Tenggara, maupun dunia,” ujar Rasyid.

Turut hadir pada pembukaan Festival Budayaw IV ini, 340 delegasi dari negara-negara anggota BIMP-EAGA. Sebagai tanda selamat datang, para delegasi disematkan sarung Makassar yang selanjutnya dimeriahkan dengan Tari Allen dari Papua Barat Daya, Madihin dari Kalimantan Selatan, serta Ansambel Kecapi dan Paduppa dari Sulawesi Selatan.

Pertunjukan Teatrikal “Bongaya: Rampai dalam Damai”

Pada pembukaan Festival Budayaw IV, Kemendikbduristek menampilkan seni teatrikal “Bongaya: Rampai dalam Damai” yang digarap oleh seniman Asia Ramli Prapanca dari Makassar dengan pemain tidak kurang dari 60 orang.

Kurator Festival Budayaw IV, Adi Wicaksono, mengatakan pertunjukan seni ini terinspirasi dari peristiwa sejarah yang sangat penting, yaitu Perjanjian Bongaya. “Petikan kisah dilatarbelakangi sejarah interaksi antarbangsa yang terjadi di Makassar sebagai entrepot dalam Jalur Rempah dan bahari pada abad ke-16 dan 17 Masehi,” ucap Adi.

Dalam era tersebut, kata Adi, terjadi pergumulan dan bahkan konflik kepentingan, di antaranya oleh Verenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berupaya memonopoli perdagangan rempah. “Hal itu memicu perang yang kemudian berakhir dengan penandatanganan “Perjanjian Bongaya” pada 18 November 1667,” jelas Adi.

Namun, Adi menambahkan, bahwa yang ditonjolkan pada seni teatrikal ini bukanlah konflik atau perang antara Kerajaan Gowa melawan Belanda, melainkan proses perdamaian untuk menyelesaikan konflik tersebut karena jika perang dilanjutkan, akan semakin banyak korban dari kalangan rakyat yang akan berjatuhan.

“Jadi, perbedaan dan pertentangan harus diselesaikan secara damai. Hal itu merupakan solusi yang mempersatukan, meskipun masing-masing membawa kepentingan yang berbeda. Inilah hal yang semakin langka dan akan kita angkat di festival ini. Festival Budayaw ini mengetengahkan nilai-nilai kebersamaan yang harus semakin kuat,” ujarnya. (J02)

  • Bagikan