Cek Midi dan Masri Yoga Bersama Rempah Aceh

  • Bagikan
Cek Midi dan Masri Yoga Bersama Rempah Aceh
Masri Yoga sedang menjelaskan ramuan kepada pengunjung. Waspada/Munawardi

“Inilah apotek Aulia,” sebut Mahaguru Masri Yoga. Ia akrab disapa Bang Yoga. “Jangan panggil saya teungku,” tegas dia lagi saya saya menyapanya dengan sebutan takzim.

Dia lebih senang dipanggil Bang Yoga. Pria berambut gondrong ini berdomisili di Lhok Awe Tengoh, Kabupaten Bireuen.

Bang Yoga sedang berada di Banda Aceh. Ia ikut meramaikan Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 yang kali ini mengusung tema “Jalur Rempah Aceh” dengan tagline “Rempahkan Bumi, Pulihkan Dunia”.

Tema itu sendiri seperti menjadi magnit bagi Bang Yoga. Karena itulah ia menyahuti ajakan kolektor naskah kuno Ir Tarmizi A Hamid, untuk membuka (seung) stand mandiri. Tak ada hubungan dengan panitia PKA-8 yang menguras dana puluhan miliar itu. 

Makanya, kalau anda ke lokasi utama PKA ke-8 di komplek Taman Sultanah Safiatuddin, sampai tumbuh tanduk kucing, tak akan pernah mendapatkan standnya. Sebab, Mahaguru Masri Yoga membuka “praktek” di Rumoh Manuskrip Aceh di bilangan Ie Masen Kaye Adang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh.

Rumoh Manuskrip Aceh ini milik Tarmizi A Hamid alias Cek Midi. Ia ahli naskah kuno sekaligus kolektor naskah kuno Aceh. Dia juga punya koleksi kuno tentang pengobatan. Tapi kurang ahli dalam hal peracikan menjadi obat. 

Maka kolaborasi Cek Midi dan Bang Yoga itulah, maka hadirlah rumah obat Apotek Aulia. Bang Yoga punya alasan kuat menabalkan rumah obat itu sebagai “Apotek aulia”. “Karena semua ramuan dan sumber obatnya semua warisan aulia,” sebut dia dalam bahasa Aceh.

“Kalau anda kurang percaya, baca kitab kuno. Beliau ahlinya, saya cuma meracik saja,” tukas Bang Yoga seraya menunjuk ke arah Cek Midi yang sedang live di media sosial untuk menjawab pertanyaan netizen.

Bicara soal rempah Aceh bukan keahlian baru bagi mahaguru Yoga. Masri Yoga, 48, mewarisi keahlian meracik obat kuno dari ayahandanya, Tgk Razi Peraman Aman Durrahman yang meninggal dunia tahun 1990. Aman Durrahman dikebumikan di kampung halamannya, Uring Aceh Tengah.

Di stand “Apotek Aulia” ada banyak jenis rempah Aceh yang dipamerkan. Sebagian sangat familiar. Sebab, rata-rata bumbu masakan, seperti kunyit, jahe, temulawak, cengkeh, lada, kayu manis dan lain sebagainya.

Bukan hanya itu, ada banyak kulit kayu kering yang sudah dihaluskan dan diolah kecil-kecil. Semuanya bahan baku racikan obat. Bang Yoga sendiri ikut memamerkan majun dan racikan obat herbal lainnya yang bermanfaat untuk kesehatan.

Ia menyebut racikannya sebagai “majun” himpunan 44 herbal, yang semua bahannya ada di bumi Aceh. Dia mengaku mendapatkan ilmu warisan ramuan itu dari orang tuanya. Karena itu menjadi harta warisan yang cukup berharga baginya.

Makanya, ia menolah menerima warisan harta dari orang tuanya. Sebab, ia akui, harta akan habis, sedangkan warisan pengetahuan mengenai ramuan akan bisa menolong banyak orang.

“Memang saya menolak diberi warisan. Saya mau diberi resep ramuan saja dan doa. Dengan itu saya bisa menolong orang,” kata Masri Yoga dalam bincang akrab, Selasa (8/11) di selasar Rumoh Manuskrip Aceh. 

Ia meminta menjadi pewaris ilmu pengobatan dari ayahnya, Teungku Razi Peranan Aman Durrahman. Masri sendiri sudah diajarkan meracik obat sejak kelas tiga SD.

Ayahandanya Tgk Razi berasal dari Uring, Gayo Lues lalu pindah ke Aceh Tengah, mendirikan Kampung Uring, kini berada di Kecamatan Pegasing. Uring, Tebuk, adalah kampung-kampung awal yang berada di Aceh Tengah. Ia lahir 1875 dan meninggal 1990.

Makanya, dalam diri Masri Yoga mengalir darah Gayo. Tgk Razi dikenal sebagai salah seorang yang ahli dalam meracik obat. Bang Yoga menyebutkan, suatu ketika ayahandanya pernah menanyakan keinginan Yoga.

Apakah ingin menjadi “penodong atau jadi penolong.” Dihadapkan pada pertanyaan itu Masri Yoga meminta agar diajarkan “ilmu kekebalan tubuh.”

Sebab, Bang Yoga memilih mejadi penolong. Usia menguasai ilmu ramuan, ia bisa menolong banyak orang. Ia tak menerima bayaran, dan bahkan adakalanya dia sendiri memberikan uang kepada pasiennya.

Di rumahnya, selalu ramai didatangi pasien, tua dan muda, laki perempuan. Semua ramuan pengobatan itu dikutip Bang Yoga dalam kitab kitab Tajul Muluk. Sebuah kitab yang berisi pengetahuan tentang pengobatan.

Ia berkolaborasi dengan Cek Midi, ahli membaca kitab kuno dan kolektor kitab kuno Aceh. “Isi kitabnya yang sangat kaya akan ilmu pengobatan dipraktik oleh Tgk Yoga,” sambung Cek Midi di tempat yang sama.

Ia mengatakan, bagi Aceh rempah itu kekuatan untuk membangun peradaban. Kala itu, rempah-rempah menjadi andalan Kerajaan Aceh baik modal besar sebagai sumber ekonomi untuk membangun kekuatan militernya.

“Saat itu rempah menjadi pondasi dalam sumber ekomoni, begitu juga dalam melakukan diplomasi dengan negara-negara luar,” kata dia.

Kata Cek Midi, Aceh bisa berdiplomasi dan menjalin hubungan dengan negara luar juga karena rempah. Bahkan perang Portugis dengan Malaka juga karena rempah, negara-negara Eropa ke Aceh juga karena rempah.

“Mereka mencari jalan diplomasi dengan Aceh karena rempah, namun Portugis melakukan monopoli agar tidak ada negera lain yang mencari rempah di Aceh. Jadi rempah ini segalanya bagi Aceh, baik bagi sumber kekuatan maupun sisi bencana bagi Aceh” ujarnya.

Kala itu, Rempah adalah jalur sutra bagi Aceh, karena rempah ini pula menjadikan peradaban Aceh tertinggi pada masa kesultanan. Karena itu, ia menilai pemerintah perlu mengkaji dan berusaha mengembangkan rempah Aceh untuk masa kini dan masa depan.

Munawardi

  • Bagikan