Mangrove Asahan Bagai Kilau “Mutiara Dalam Kerang”

  • Bagikan
Mangrove Asahan Bagai Kilau "Mutiara Dalam Kerang"
Wisata Hutan Mangrove di Desa Silo Baru, Kec Silo Baru, Kabupaten Asahan.Waspada/Sapriadi

Jembatan tracking sepanjang 280 meter membelah ubun-ubun hutan mangrove di Asahan. Wisata baru seluas 82 hektare itu menjadi magnet baru bagi para traveler.

ZAINAL Arifin Siagian mengaku salut melihat geliat masyarakat Silo Baru, Kecamatan Silau Laut, Asahan, melestarikan hutan mangrove. “Ini adalah sarana mengenalkan kekayaan alam kepada masyarakat luas,” kata Direktur Forum Study Lingkungan (Fosil) Kabupaten Asahan ini.

Penanaman mangrove di wilayah pesisir Asahan, belakangan kian digalakkan Pemerintah Kabupaten Asahan, Sumatera Utara. Di mata Zainal, fenomena ini menandakan adanya kemajuan pola pikir masyarakat dan Pemerintah Asahan. “Mangrove bukan saja sebagai destinasi wisata, melainkan juga menjadi benteng terdepan dalam menjaga lingkungan,” katanya.

Aktivis lingkungan ini meyakini budi daya mangrove juga ikut mendidik masyarakat untuk selalu bersahabat dengan alam. Dan yang tak kalah penting, mangrove mampu memberi rangsangan nilai ekonomi yang menguntungkan bagi orang banyak.

Apalagi tanaman mangrove (bakau) mampu menyerap dan menyimpan cukup besar karbon biru dari laut serta atmosfer. Bahkan hutan mangrove memiliki kemampuan menyerap emisi di bumi hingga 20 kali dari kemampuan hutan tropis.

Ketika dunia didera pandemi Covid-19, tak terkecuali Asahan, sektor wisata memegang peranan kunci dalam penyelamatan ekonomi masyarakat. Pemkab Asahan dengan sistem pemerintahan yang baik mampu bertahan di tengah pandemi yang mengerikan pelaku bisnis dan dunia usaha itu.

Dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Asahan, pada 2019 pertumbuhan ekonomi mencapai 5,64 persen. Tapi kemudian terjun bebas ke angka 0,21 persen pada 2020 saat pandemi. Angka ini tergolong baik bila dibandingkan daerah lain ada yang mencapai minus. Setelah itu, pada 2021, Asahan membuktikan ketangguhannya, pertumbuhan ekonomi melompat menjadi 3,75 persen.

Menginjak usia 77 tahun, pada 2023 ini, Kabupaten Asahan terus berbenah memprioritaskan kepentingan rakyat, meski tak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah melakukan perbaikan di segala lini, tidak terkecuali dalam bidang pariwisata yang menjadi titik fokus pengembangan.

Salah satu potensi wisata paling seksi di Asahan dalam menyangga dan memperkuat ekonomi masyarakat adalah bidang kepariwisataan, termasuk hutan mangrove. Asahan memiliki kondisi alam yang cukup menarik sehingga kelak bisa menjadi destinasi wisata mumpuni di Sumut.

Dilihat dari geografi, Asahan bagaikan surga tersembunyi. Bentangan Sungai Asahan menjulur sepanjang 147 kilometer dan menjadi salah satu lokasi arung jeram terganas di dunia.

Usaha dan Hasil

Kabupaten Asahan memiliki garis pantai sepanjang 57,68 kilometer. Wilayah pesisir ini sangat berpotensi untuk dikembangkan. Saat ini masyarakat dan pecinta lingkungan tengah melakukan penghijauan besar- besaran dengan menanam mangrove yang dipusatkan di Desa Silo Baru, Kec Silau Laut. Semula gerakan ini dalam upaya menjaga lingkungan. Tapi, seiring perjalanan waktu, gerakan ini mempunyai potensi menjadi wisata hutan mangrove yang menjanjikan.

Tidak bisa dipungkiri banyak masyarakat mulai jenuh melihat hiruk-pikuk kehidupan perkotaan, atau menjalani aktivitas kegiatan sehari-hari. Masyarakat mulai membutuhkan tempat untuk menghilangkan penat dan kebosanan, salah satunya destinasi wisata baru.

Upaya mengangkat hutan mangrove idola destinasi, Bupati Asahan Surya, bersama Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen Konektivitas Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi Sahat M. Panggabean telah meresmian Nursery Mangrove di Desa Silo Baru Kecamatan Silo Laut, pada akhir 2020. Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah membangun green economy berkelanjutan. Bibit-bibit pohon yang dikembangkan selain memiliki fungsi ekologi juga memiliki fungsi ekonomi.

“Ke depan Indonesia ingin menuju ke sebuah green economy yang sustainable, berkelanjutan dan kita harapkan dampak ekonomi kepada masyarakat bawah itu akan semakin kelihatan,” kata Sahat.

Pembibitan (Nursery) Mangrove ini dimaksudkan untuk mendukung upaya pemulihan ekosistem dan ekonomi masyarakat pesisir. Yaitu dengan melakukan rehabilitasi kawasan mangrove dalam bentuk penanaman, pembibitan, dan pelatihan pengolahan produk turunan mangrove, dengan pembibitan 500 ribu bibit mangrove di lahan seluas sekitar 3 hektare.

“Stimulus ekonomi melalui program rehabilitasi kawasan mangrove ini berdampak positif pada pelestarian ekosistem pesisir dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Sahat.

Tak sampai di situ, pada 2021 Sahat dan rombongan kembali meninjau wilayah ini dan berjalan menelusuri tempat wisata hijau itu untuk melihat keindahannya lebih dekat lagi. Ini merupakan momen berharga bagi warga sekitar karena perjuangan selama ini mulai membuahkan hasil walaupun bertahap.

“Tempat ini memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi salah satu tempat destinasi wisata terbaik di Sumatera Utara,” jelas Sahat.

Bicara mangrove tak bisa dilepaskan juga dari peran Ahmad Sofyan, Kepala Desa Silo Laut. Ia ikut menggerakkan masyarakat membangun wilayah pesisir. Sejak itu, cerita hutan mangrove mulai “mendunia”. Ini terbukti Ketika Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI akan bangun Sistem Komunikasi Stasiun Peringatan Dini di wilayah itu, sebagai dukungan untuk menjaga lingkungan dan penanaman mangrove terus digerakkan.

“Alhamdulillah, sebelum Covid-19 melanda, kunjungan ke wilayah ini cukup tinggi, setiap hari 200 hingga 300 orang datang ke wilayah ini,” jelas Kades Silo Laut Ahmad Sofyan.

Sejalan dengan hutan mangrove, potensi laut wilayah itu ikut terangkat dengan sajian kuliner, ditambah lagi adanya mangrove. Setidaknya lebih dari 15 jenis kerang bisa hidup di wilayah itu sehingga ikut menambah nilai ekonomi dan menjadi daya tarik tersendiri bagi peminat wisata laut.

Namun, kata Sofyan, kendala terbesar adalah infrastruktur ke wilayah tersebut. “Tapi hal itu tidak menyurutkan semangat kami,” kata Sofyan.

Ia menjelaskan dengan kesungguhan dan semangat membangun Asahan, wilayah seluas sekitar 82 hektare ini mulai ditata dengan baik, memiliki jembatan sepanjang sekitar 280 meter sebagai area tracking yang dibangun secara bertahap untuk melihat lebih dekat hutan mangrove. “Sebutannya Tracking Cinta Mangrove ,” jelas Sofyan.

Go Wisata

Geliat Asahan di sektor satu ini menjadi pemantik semangat bagi masyarakat dan pemerintah daerah. Bahkan Pemkab Asahan tak ragu meluncurkan program prioritas, salah satunya Asahan Go Wisata. Untuk tahun ini difokuskan pada pembenahan dua titik wisata, yaitu Hutan Mangrove Silau Laut, dan Air Terjun Ponot, selain wisata lainnya yang ada di Asahan.

Air Terjun Ponot berada di Desa Tangga Kecamatan Aek Songsongan dan memiliki daya tarik tersendiri sebagai salah satu air terjun tertinggi di Indonesia. Wikipedia mencatat ketinggiannya mencapai 250 meter, sehingga wisatawan dari berbagai wilayah datang berbondong untuk menyaksikan keajaiban alam yang diberikan Tuhan ini.

Baru-baru ini Bupati Asahan Surya, dan Wakil Bupati Asahan Taufik Zainal Abidin, meresmikan musala, gapura dan lahan parkir di lokasi wisata Air Terjun Ponot sebagai sarana pendukung agar bisa lebih baik.

“Ke depan kita akan memberikan perhatian khusus terhadap akses jalan menuju Air terjun Ponot ini. Penataannya juga harus benar-benar diperhatikan agar daya tarik wisatawan yang berkunjung ke sini semakin bertambah,” ungkap Bupati.

Dari geliat membangun wisata Air Terjun Ponot, Pemkab Asahan punya visi dan misi yang terukur, disesuaikan dengan proyek nasional Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 3 Asahan, yang sekarang lagi dikebut. Kelak, pemerintah pusat akan mengambil air Sungai Asahan. Ini dipastikan berdampak terhadap turunnya debit air sehingga pesona arung jeram dipastikan akan meredup.

“Makanya Pemkab Asahan fokus membangun fasilitas Air Terjun Ponot yang tidak terimbas proyek nasional tersebut. Sehingga pesonanya bisa bertahan dan lebih baik lagi agar pengunjung bisa merasa nyaman,” ungkap Kadis Kominfo Kab Asahan Syamsuddin.

Artinya, agar wisata di Asahan bisa bertahan, sehingga Pemkab terus berupaya meningkatkan sarana dan pra sarananya. Semua harus disesuaikan dengan program Pemprov Sumut agar jalan lintas menuju Air Terjun Ponot, yang merupakan wewenang Pemprov Sumut, bisa diperbaiki dan masuk dalam program Go Wisata Sumut.

“Strategi ini yang kita jalankan, sehingga wisata Asahan bisa menjadi unggulan,” jelas Syamsuddin.

Pengembangan daya tarik Air Terjun Ponot diharapkan dapat menjadi salah satu ikon Sumatera Utara selain Danau Toba. Atraksi air terjun dan pemandangan alam di sekitar lokasi merupakan potensi wisata menakjubkan.

Pemkab Asahan melalui Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar), bertekad mengembangkan destinasi wisata Asahan, sehingga keindahan dapat dinikmati oleh masyarakat banyak, dan bukan seperti “Putri Malu” yang tidak mau tampil di hadapan orang banyak.

“Pemkab Asahan kini sedang menyusun Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten (Ripparkab), sehingga semua titik wisata di Asahan dapat dikembangan dan dikenal bagi masyarakat,” jelas Kadisporapar Witoyo.

Ripparkab ini adalah kata kunci dalam mengangkat destinasi wisata Asahan. Dasarnya UU No. 10/2009 Tentang Kepariwisataan. “Direncanakan pada tahun 2023 akan dilakukan pembahasan dan pengesahan Ripparkab Asahan,” jelas Witoyo.

Kini Asahan telah bangkit dari keterpurukannya. Sektor UKM dan UMKM juga ikut mewarnai pertumbuhan ekonomi masyarakat di kota itu. Kafe-kafe berskala modern hadir siap menyapa wisatawan yang singgah di Asahan. Maka tidak berlebihan bila potensi wisata Asahan, termasuk hutan mangrove, bagaikan “Mutiara dalam Kerang” yang eksistensinya harus dijaga, dirawat, dan dikembangkan. Agar Asahan sohor di dunia maya dan dunia nyata. Selamat Ulang Tahun Asahan!

Sapriadi

(Tulisan ini diikutsertakan Dalam Lomba Karya Jurnalistik Hari Jadi Kab Asahan 2023)

  • Bagikan