Pak Gubernur, Aek Bilah Juga Bagian Dari Sumatera Utara

  • Bagikan

Dua hari sebelum hari raya Idul Fitri 1444 H atau Kamis (20/4/2023) sekira pukul 19:00, delapan orang pemudik dari Provinsi Riau tewas di Sungai Aek Sipange, Desa Sigolang, Kecamatan Aek Bilah, Kabupaten Tapanuli Selatan.

Mereka ini adalah perantau asal Desa Tapus Godang Tapsel, yang hendak pulang kampung berlebaran dari Kabupaten Rokan Hulu dan Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

Mobil double cabin warna silver yang mereka kendarai hanyut dan berguling beberapa kali karena disapu air bah di Sungai Aek Sipange.

Korban meninggal dunia adalah Sawaluddin Rambe, 33, Fatma Pane, 30, Aktar Rambe, 4, Haidin Rambe 1,5 (istri dan anak dari Sawaluddin Rambe).

Zenita, 36, Carlen Alfaro Rambe, 13, Amran Algalibi Rambe, 5, Afsah Almasifah Rambe 1,5 (istri dan anak Dimson Rambe, korban selamat yang merupakan abang kandung dari Sawaluddin Rambe).

Saat air bah ‘mengganas’, mereka berada di dalam mobil yang mati mesin di tengah sungai. Empat penumpang di bak terbuka belakang mobil, berhasil menyelamatkan diri. Dua pengendara sepedamotor yang ikut membantu mendorong mobil saat mogok di sungai, juga selamat.

Kenapa harus melintasi sungai ? Ya. Karena tidak pernah ada jembatan untuk kendaraan roda empat ke atas yang dibangun Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di jalur berstatus jalan provinsi itu.

Padahal, jalan ini urat nadi utama tansportasi ribuan jiwa masyarakat yang bermukim di desa-desa pedalaman Kabupaten Tapanuli Selatan dan Padang Lawas Utara.

Ruas jalan ini mulai dari simpang alun-alun Kota Sipirok Tapsel sampai ke Hutaimbaru Kecamatan Halongonan Paluta. Jalan yang melintasi Sipiongot ibukota Kecamatan Dolok, juga bagian dari Jalan Provinsi ini.

Sejak Indonesia merdeka 77 tahun lalu, jalur ini tidak pernah disentuh aspal secara keseluruhan. Kubangan yang diameternya bisa menelan mobil, sangat banyak di jaliur itu.

Di lokasi tragedi maut pemudik kemarin, tidak pernah dibangun jembatan untuk kendaraan roda empat ke atas. Jembatan yang di bangun hanya rambin atau jembatan gantung yang kini kondisinya sudah lapuk.

Paling miris lagi, jalan mulai dari simpang Biru ibukota Kecamatan Aek Bilah sampai ke Sungai Aek Sipange lokasi tragedi maut itu, kondisinya menurun, berliku, licin berlumpur dan jurang curam di sisi kanannya. Di sisi kiri ada tebing bukit yang setiap saat rawan longsor.

Di masa jabatan Gubernur Sumatera Utara Tengku Ery Nuradi, kabar gembira pernah terbesit. 12 Kilometer jalur di sebagian wilayah Tapsel dan Paluta akan dibangun. Termasuk jembatan beton di Sungai Aek Sipange.

Ery memanggil Bupati Tapsel Syahrul Pasaribu dan Bupati Paluta Bachrum Harahap untuk menyukseskan pembangunan ruas jalan itu. Sayangnya, pekerjaan di lapangan baru tahap pelebaran jalan, pembangunannya berhenti sampai sekarang.

Tahun 2021 kemarin, kabar gembira itu terbesit kembali. Pemprov Sumut dipimpin Gubernur Edy Rahmayadi akan membagun ruas jalan orovinsi ini di tahun 2022. Anggarannya, termasuk dari yang Rp2,7 triliun itu. Tapi sampai di 2023 ini belum terealisasi sepenuhnya.

Begitulah nasib ruas Jalan Provinsi di Aek Bilah. Tak pernah berubah dan hanya sekedar dapat iming-iming saja. Hingga akhirnya menelan korban jiwa.

Semoga Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang akan dipimpin Gubernur berikutnya, memberikan perhatian priorotas terhadap pembagunan jalan dan jembatan di rusan jalan provinsi urat nadi kehidupan ribuan warga Tapsel dan Paluta ini.

Sukri Falah Harahap

  • Bagikan