70 Persen Satuan Pendidikan Terapkan Kurikulum Merdeka

  • Bagikan

TANGERANG SELATAN (Waspada): Data Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Puskurjar) Kemendikbudristek menyebutkan, saat ini sudah hampir 70 persen satuan pendidikan di seluruh Indonesia telah menerapkan Kurikulum Merdeka. Penerapannya melalui Program Sekolah Penggerak, SMK Pusat Keunggulan, dan Implementasi Kurikulum Merdeka Jalur Mandiri.

Implementasi Kurikulum Merdeka secara terbatas dimulai pada tahun 2021 di Sekolah Penggerak yang berada di 111 kabupaten/kota. Pada tahun 2022 dimulai implementasi Kurikulum Merdeka untuk Jalur Mandiri.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Puskurjar Kemendikbudristek, Zulfikri Anas, mengatakan bahwa sekitar 30 persen sekolah yang belum mengimplementasikan Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah mendapatkan informasi mengenai Kurikulum Merdeka melalui program Guru Berbagi atau komunitas-komunitas belajar.
Informasinya sudah sampai lewat Platform Merdeka Mengajar (PMM), webinar, komunitas belajar, dan sebagainya.

“Saya beberapa kali ke daerah melihat komunitas belajar di berbagai daerah sudah aktif dimotori oleh guru penggerak. Jadi sekolah-sekolah yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka mungkin karena belum yakin,” katanya saat Workshop Pendidikan: Sosialisasi Kurikulum Merdeka di Kota Tangerang Selatan, Banten, Senin (28/8/2023).

Zulfikri mengatakan, Kemendikbudristek telah merancang kurikulum sesederhana mungkin sehingga dapat diterapkan secara fleksibel dalam situasi apapun. Menurutnya, prinsip utama dalam Kurikulum Merdeka adalah materinya sederhana, esensial, fleksibel, dan kontekstual serta relevan dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan di daerahnya masing-masing. Kurikulum Merdeka juga fokus pada penguatan karakter sehingga memberikan keleluasaan kepada guru untuk berkreasi dalam kondisi apapun.

“Yang penting meningkatkan kualitas hubungan antara guru dengan murid. Supaya murid punya keinginan belajar, cinta belajar, dan semangat belajar sepanjang hayat,” ujarnya.

Ia menuturkan, sesuai dengan kodrat dan fitrahnya sebagai manusia, tiap anak memiliki potensi yang berbeda satu sama lain, karena itu kita harus bisa memfasilitasi potensi yang berbeda-beda itu agar mereka bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa kemerdekaan berpikir hendaknya diberikan kepada anak agar memiliki rasa percaya diri.

Hal itu sejalan dengan Kurikulum Merdeka yang merangsang anak agar bisa menerapkan olah hati, olah pikir, olah rasa, olah karsa, dan olah raga. “Dalam situasi apapun, yang penting adalah mindset gurunya yang tidak lagi mengejar ketuntasan materi kurikulum, tapi membantu anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi fitrahnya,” katanya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi X DPR RI, Rano Karno, juga memberikan apresiasinya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka. Menurutnya, penyederhanaan kurikulum dalam kondisi khusus di masa pandemi telah memitigasi ketertinggalan pembelajaran atau learning loss. Karena itu perubahan kurikulum penting untuk dilakukan secara lebih komprehensif sehingga terwujudlah Kurikulum Merdeka.

“Saya mengundang semua pihak untuk bersama-sama menjalankan perjalanan pendidikan yang menarik ini. Jadilah penggerak perubahan positif dan menjadi inspirasi bagi siswa, serta memberikan sumbangsih bagi kemajuan pendidikan kita,” ujarnya.

Ia menjelaskan, ada tiga prinsip pembelajaran dalam Kurikulum Merdeka. Pertama, pembelajaran intrakurikuler, yaitu pembelajaran yang dilakukan secara terdiferensiasi sehingga siswa dapat memahami konsep sesuai dengan waktu yang dibutuhkan dan guru bebas memilh perangkat ajar sesuai dengan karakter siswanya.

Kedua, pembelajaran kokurikuler, yaitu menerapkan projek penguatan profil pelajar Pancasila yang berfokus pada pengembangan karakter dan kompetensi umum siswa.

Ketiga, pembelajaran esktrakurikuler, yaitu pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan bidang yang diminati siswa dan sumber daya yang dimiliki satuan pendidikan.

“Jalan untuk memajukan pendidikan tidak selalu mudah. Mari kita bekerja sama untuk masa depan yang lebih gemilang melalui kebijakan Kurikulum Merdeka,” imbau Rano Karno.

Workshop dihadiri puluhan pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Peserta workshop antara lain guru dari berbagai jenjang pendidikan, baik dari sekolah negeri maupun swasta; perwakilan dosen; perwakilan orang tua dari perkumpulan komite sekolah; dan organisasi terkait.

Salah satu peserta workshop, Yuyun Supianti, juga mengapresiasi hadirnya Kurikulum Merdeka. Menurutnya, Kurikulum Merdeka menjadi salah satu solusi untuk permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia. Apalagi dengan tata letak geografis kita yang luar biasa beragam. Tentunya Kurikulum Merdeka dan pemanfaatan Platform Merdeka Mengajar menjadi salah satu solusinya,” tutur Yuyun yang mengajar di SMAN 1 Kabupaten Tangerang.

Terkait implementasi Kurikulum Merdeka dan projek penguatan profil pelajar Pancasila, ia mengatakan bahwa SMAN 1 Kabupaten Tangerang baru menjadi pelaksana implementasi Kurikulum Merdeka pada tahun ini, tetapi mereka sudah membuat modul projek penguatan profil pelajar Pancasila dengan mengambil tema gaya hidup berkelanjutan.

Saat ini SMAN 1 Kabupaten Tangerang tengah membuat produk eco enzyme untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan lingkungan dan kebumian, termasuk masalah sampah dan polusi udara. “Ini bisa dibuat solusinya dengan eco enzyme. Ternyata dengan penyemprotan eco enzyme bisa mengurangi polusi udara. Sekarang eco enzyme menjadi salah satu projek dalam penguatan profil pelajar Pancasila,” ujarnya.

Yuyun menjelaskan, Kepala SMAN 1 Kabupaten Tangerang, Jamilah, yang awalnya menginisasi projek eco enzyme. Kemudian projek itu dilakukan bersama para siswa untuk mengumpulkan sampah-sampah yang ada di sekolah dan dimanfaatkan sebagai eco enzyme. Menurutnya, inisiatif kepala sekolah seperti itu menjadi salah satu faktor yang mendorong terwujudnya implementasi Kurikulum Merdeka di satuan pendidikan. “Dia bisa menginisiasi, kemudian kita bergerak dan tergerakkan juga seluruh stakeholder dan warga sekolah,” tuturnya.(J02)

  • Bagikan